Rabu, 25 Mei 2011

USUT ANTEK ASING DARI WIDJOJO SAMPAI SRI MULYANI


USUT ANTEK ASING DARI WIDJOJO SAMPAI SRI MULYANI

http://monitorindonesia.com/2011/02/eksklusif-usut-antek-asing-dari-widjojo-sampai-sri-mulyani/

Eksklusif: Usut Antek Asing dari Widjojo Sampai Sri Mulyani

Monitor Indonesia, Tuesday, February 8, 2011, 22:11
Ekonomi, Wawancara


Beberapa pejabat negara telah menawarkan kekayaan sumber daya alam kepada pihak asing untuk menggerakan perekonomian Indonesia. Begitu bangganya mereka menjadi antek-antek neoliberalisme, meski pun rakyat menjadi korban dari kebijakan ekonomi neoliberal tersebut.


SEBAGAI negara berkembang dan memiliki sumber daya alam yang melimpah, tak juga membuat negara ini maju, bahkan yang terjadi sebaliknya, lantaran antek-antek asing itu menempati posisi yang cukup strategis dalam struktur pemerintahan.
Anehnya, presiden pun tak tersadarkan untuk mencegah roda perekonomian yang digerakkan pihak asing ini. Bahkan presiden cenderung menjadi bagian dari antek-antek neoliberalisme, yakni Bank Dunia dan IMF. Sistim dan permainan dua lembaga ini pula yang menikmati kekayaan sumber daya alam Indonesia dari dulu hingga sekarang.
Akibatnya, perekonomian Indonesia tak kunjung membaik, karena mereka yang menjadi antek pihak asing itu, tak bisa mencegah segala bentuk rayuan gombal dari Bank Dunia dan IMF. Begitu efektik kinerja para pejabat negara yang menjadi antek asing ini menggerakkan perekonomian nasional. Padahal kebijakan ekonomi neoliberalisme tersebut bertentangan dengan konstitusi negara, yakni Pancasila.
Sejak kapan ekonomi Indonesia digerakkan pihak asing tersebut? Berikut wawancara Monitor Indonesia dengan Mantan Dirjen Pajak Fuad Bawazier (7/2/2011)

Bagaimana Anda melihat kebijakan ekonomi neo?liberal?

Semua orang sudah tahu kalau kebijakan ekonomi neoliberal ini bertentangan dengan konstitusi negara, Pancasila. Selama ini perekonomian kita dikendalikan pihak asing dan itu tak bisa dipungkiri, karena ada beberapa pejabat negara yang menjadi kaki tangan neoliberalisme itu sendiri, yakni bank dunia dan IMF.
Kaki tangan Bank Dunia dan IMF itulah yang menjadi aktor utama yang menggerakkan perekonomian Indonesia. Padahal jika kita lihat, kekayaan sumber daya alam kita jika dimanfaatkan dan tidak dikelola oleh pihak asing, negara kita tidak akan seperti sekarang ini. Kita tidak akan menjadi budak di negara dan tidak akan mengirim TKI ke sejumlah negara-negara lain. Tapi karena perekonimian kita disetir pihak asing, kita tidak bisa menikmati kekayaan negara kita sendiri.

Sejak kapan kebijakan neoliberalismrjae ini belan efektif di Indonesia?

Riwayat operasional neoliberalisme ini sebenarnya sudah mulai relatif efektif pada masa Orde Baru, meski pun konsepnya dipersiapkan pada masa Orde Lama. Pada masa Orba itu Bank Dunia dan IMF sudah mempersiapkan orang-orang di Indonesia untuk memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan yang strategis, yakni jabatan perekonomian. Operasional Bank Dunia dan IMF ini dimotori kali pertama oleh Widjojo Nitisastro. Pak wijoyo inilah kali pertama mensosialisikan kekayaan Indonesia ke pihak asing.
Pak Wijoyo ini bekerja cukup efektif untuk melakukan perubahan yang lebih banyak dalam hal tantanan perekonomian nasional. Apa yang dilakukan Pak Wijoyo ini merupakan permintaan dan pengaruh pihak asing, yakni melalui Bank Dunia dan IMF.

Apakah ekonomi neoliberalise itu konsep orginal Indonesia?

Neoliberalisme itu konsep asing. Hanya saja kita tak bisa menghadang konsep ini, karena yang mengisi jabatan-jabatan pemerintahan adalah mereka yang menjadi antek-antek Bank dunia dan IMF. Nah, sosialisasi yang dilakukan pak wijoyo tentu tidak sefulgar saat ini, karena ketika pak Wijoyo menjadi kaki tangan pihak asing, ada pembatasan yang dilakukan Presiden Soeharto saat. Pak Wijoyo Cs saat itu hanya memperkenalkan kekayaan alam kita sebatas hulu saja. Tapi dalam perkembangannya, kekayaan kita sudah habis, karena kader-kader pak Wijoyo, semisal Boediono dan Sri Mulyani sudah memperkenalkan kekayaan alam kita mulai dari hulu sampai hilir. Akibatnya kita tak bisa menimati kekayaan alam kita sendiri, karena semuanya dikendalikan pihak asing.
Pada zaman Orde Baru ada dualisme sistem ekonomi. Pertama, ekonomi Wijoyonomik yang berjalan atau dikendalikan oleh kolompok asing. Dan yang kedua sistim Soehartonomik yang berjalan dengan memberikan subsidi dan usaha kepada rakyat kecil. Selain itu Pak Harto juga memperkenalkan nonaktif dengan subsidi pupuk, benih, memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada para petani. Sementara kepada para pedangang kecil pak Harto memberikan subsidi kredit Candik Culak, dan kredit-kredit lainnya. Ada Impres perjalanan desa, SD, Puskesman dan intinya sistem ekonomi Soehartonomik ini bergerak ke bawah yang tak bisa sepunuhnya dikendalikan pihak asing.

Apakah pak Harto tidak menjadi antek asing?

Pak Harto memang well came kepada pihak asing. Tapi dia tetap memberi pembatasan. Misalnya ada investasi asing itu negatif list, industri-industri strategis tidak boleh dimasukin pihak asing. Bank-bank asing itu hanya dibatasi di kota-kota besar saja. Tambang saja boleh diwuduk dan privatisasi BUMN sangat selektif, maksimal 30 persen. Pak Harto yang menjadi ganjalan utama pak Wijyo ketika mau melakukan neoliberalisasi ekonomi Indonesia.
Sayangnya, ketika pak Harto sudah lengser, rezim pak Wijoyo tidak ikut lengser dan bahkan berlanjut pada masa rezim Habibie, Gus Dur, Megawati, dan hingga saat ini Presiden SBY. Nah, pada masa SBY ini sistem ekonomi neoliberal yang dikomandani pak Wijoyo itu sudah mengepung aset-aset negara kita dengan memasang kader-kadernya, semisal Boediono dan Sri Mulyani yang memegang jabatan negara yang cukup strategis untuk mengubah haluan perekonomian Indonesia.

Apakah Boediono dan Sri Mulyani memang dipersiapkan untuk meneruskan pak Wijoyo?

Dari dulu Boediono dan Sri Mulyani memang sudah dipersiapkan pak Wijoyo untuk melanjutkan gerakkan perekonomian Indonesia. Tidak mungkin kedua orang ini mengisi jabatan-jabatan strategis baik Wapres Boediono maupun Sri Mulyani mantan Menteri Keuangan, jika tidak mendapat bantuan dari Bank Dunia dan IMF. Bank Dunia dan IMF memberikan pujaan dengan berbagai predikat, agar kedua orang ini mendapat jabatan strategis untuk menggerakkan perekonomian. Padahal pujian dan predikat yang diberikan itu hanyalah rayuan gombal bank dunia dan IMF

Berapa banyak fee yang di dapat Sri Mulyani?

Wallahu a’lam saya tidak tahu. Tapi yang pasti Sri Mulyani yang menjadi pengambil kebijakan dan yang diberikan rekomendasi oleh Bank Dunia dan IMF. Dan yang pasti dia pasti dapat, tapi saya tidak tahu berapa keuntungan yang dia dapat itu. Namun, yang kita harus pertanyakan, kenapa Indonesia mengambil pinjaman padahal uang itu tidak diperlukan, kenapa mahal? Ini kan proyek korupsi namanya. Maka itu kasus proyek korupsi itu harus diperiksa. Saya yakin jika ada pemeriksaan atas proyek-proyek tersebut, tempat Sri Mulyani sudah di Cipinang. Karena negara tidak membutuhkan dana pinjman yang disponsori Sri Mulyani itu, sehingga penyelidikannya bisa dimulai, kenapa dia mengambil hutang itu?
Proyek itu menurut saya tidak logis. Dan itu adalah upeti dari Bank Dunia atau IMF. Karena Boediono dan Sri Mulyani telah berjasa untuk menempatkan proyek itu. Dan yang dikatakan banyak pengamat bahwa setiap dapat pinjaman dari bank dunia Sri Mulyani dapat 1 persen, itu bagi saya tidak masuk akal dan pasti lebih dari itu. Karena Indonesia menarik kredit dengan bunga yang mahal? Sementara Indonesia tidak pernah ngemplang pajak dan bahkan terus disiplin reputasinya selama 40 tahun.
Hutang-hutang yang dibikin Sri Mulyani selama menjabat harus dan wajib diusut, termasuk dana-dana proyek di “Departeman Keungan” yang mengalami kegagalan dan itu proyek fiktif. Sebab, penggunaannya dari proyek ini banyak yang tidak masuk akal dan merugikan Indonesia. Logikanya, proyek-proyek untuk memoderniasasi gedung-gedung di lingkungan “Departeman Keuangan” pada umumnya gagal dan fiktif. Dan kegagalan atas proyek ini disebabkan Sri Mulyani, karena dia yang mensponsori proyek tersebut.

Jika proyek ini dikatakan gagal dan fiktif, kenapa Sri Mulyani tidak diperiksa sabagai saksi?

Untuk mengatasi dan menemukan titik temu diperlukan pembentukan Pansus DPR untuk mengusut masalah ini. Kalau sudah dibentuk Pansus, Sri Mulyani dan masalah ini pasti akan selesai dan Sri Mulyani pasti sudah masuk penjara. Karena proyek-proyek itu dan saya meyakini betul, begitu juga dengan orang-orang yang ada di dalam departemen bahwa betapa mahalnya proyek yang gagal dan fiktif tersebut.

Berapa harga satu proyek yang Anda ketahui?

Harga 1 proyek saja yang berada di Ditjen pajak 145 juta dolar AS, namanya Project on Indonesia Tek and administration Riporm (PINTAR). Ini baru satu proyek. Dan yang mengerjakan proyek-proyek ini adalah orang-orang asing itu semua, yakni Boediono dan Sri Mulyani Cs. Proyek ini sebenarnya fiktif, karena tidak masuk akal dalam hal pemasangan harga.
Selain projek PINTAR di Ditjen Pajak dengan biaya 145 juta dolar AS dari pinjaman bank dunia itu, ada juga proyek SPAN (Sistim Perbendaharaan Negara) di Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan dengan jumlah dana triliunan rupiah dari Bank Dunia. Proyek SPAN ini juga akan mengalami kegagalan jika Menteri Keuangan Agus Martowardojo tidak melakukan penelitian kembali kepada proyek ini. Kalau pun berjalan, saya yakin proyek SPAN ini tugas Ditjen Perbendaharaan diswastakan, seperti halnya Sismimbakum. Agar tidak seperti nasib Sismimbakum, kita harus menanyakan kenapa ada proyek itu? Bagaimana prosedur pinjaman ini kok bisa jatuh ke kolompok-kolompok asing? Dan bagaimana porses pinjaman itu lahir.

Kenapa Bank dunia dan IMF bisa eksis dan efektif di Indonesia?

Paham-paham neoliberalisme tidak akan bisa beroperasi di negara-negara yang tidak korup. Ia hanya bisa eksis dan efektif hanya di negara-negara korup seperti Indonesia, Mesir, Pakistan, Tunisia, dan negara-negara korup lainnya. Dan di negeri yang tidak korup, tidak ada bank dunia. Kalau negara membasmi korupsi, saya yakin Bank Dunia tidak akan eksis dan efektif. Kelihatannya benar, tapi secara subtansi materialnya adalah proyek-proyek yang dikorupsi. Dan Sri Mulyani selama menjabat Menteri Keuangan membikin semua proyek-proyek tersebut hanyalah untuk menservis sang tuan, yakni IMF dan Bank Dunia. Sebab, proyek itu tidak pernah sesuai laporan, laporannya fiktif, gagal, dan ada indikasi korupsi. Tapi saya heran kenapa pihak-pihak asing itu tidak pernah diperiksa, meski pun semua proyek-proyek yang ditangani Boediono dan Sri Mulyani Cs ini tidak pernah diusut. Padahal, teman-teman Boediono di BI misalnya, yang melakukan korupsi itu sudah diadili dan ditahan. Beodiono ini tidak diadili dan ditahan, karena Boediono memiliki tangan kuat yang bisa menyelamatkannya.

Apakah kelakuan Boediono ini sesuai dengan konstitusi negara?

Orang-orang yang dipersiapkan pak Wijoyo untuk menggerakkan perekonomian itu sangat bertentangan dengan Pancasila.Ya, tidak mungkin ekonomi neoliberal itu sesuai dengan konstitusi. Misalnya, pemerintah memiliki hasrat kuat untuk mencabut premium yang dibeli oleh masyarakat dengan harga Rp4500 yang sama dengan harga pasar internasional. Padahal pasal yang mendasari BBM itu sudah dicabut oleh MK. Itu ada di UU No. 22 tahun 2001 tentang migas dan pasar itu sudah dicabut. Inikan menunjukkan ketidakpedulian pemerintah pada masyarakat, karena pemerintah mendapat tekanan dari pihak asing.

■ Hurri Rauf

0 reacties:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar