Rabu, 25 Mei 2011

KEVAKUMAN IDEOLOGI

KEVAKUMAN IDEOLOGI

http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/kevakuman-ideologi/6803

Kevakuman Ideologi
Senin, 16 Mei 2011 | 12:43

Ada anomali dalam demokratisasi yang sedang berjalan di negeri ini. Demokrasi yang secara universal memberikan jaminan terhadap kemerdekaan individu serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak hidup, hak beribadah, hak mengejar kesejahteraan, dan lain-lain, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Demokrasi yang diterapkan sejak reformasi bergulir 13 tahun lalu, pada prakteknya justru mengingkari nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya.

Bahkan kalau mau jujur, kehidupan kita sebagai sebuah bangsa kian mencemaskan. Perlahan tapi pasti kita digiring pada situasi yang rawan perpecahan. Empat pilar penopang eksisnya bangsa ini, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, mulai dilupakan. Sesama anak bangsa dikondisikan untuk membangun sekat masing-masing. Perbedaan berbasis SARA (suku, agama, rasa, dan antargolongan), makin menguat seiring dengan penerapan otonomi daerah yang sejatinya merupakan buah dari reformasi dan demokratisasi kita.

Aksi radikalisme agama kian subur dan tak terbendung. Celakanya, negara seolah menutup mata dan melakukan pembiaran. Negara absen manakala jemaat Ahmadiyah dizalimi, GKI Yasmin dianiaya, NII dikibarkan, dan perda-perda syariah bermunculan bak cendawan di musim hujan.

Negara juga tak mampu melindungi rakyatnya menjalankan ibadat sesuai agamanya. Negara cenderung hanya melindungi kepentingan agama tertentu saja. Padahal Pasal UUD 1945 jelas-jelas mengamanatkan negara untuk melindungi para pemeluk agama, bukan agamanya.

Pembiaran oleh negara selama era reformasi ini telah menumbuhsuburkan semangat radikalisme. Hasil survei terkini yang digelar Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) menunjukkan bahwa 49 persen pelajar di Jabodetabek setuju atas aksi radikalisme. Hasil penelitian itu, menurut LaKIP, menunjukkan adanya kegagalan pendidikan agama Islam di sekolah dalam menumbuhkan sikap kebinekaan. Para guru agama Islam tak mampu mampu mengajarkan kebersamaan dan mempersiapkan siswa hidup dalam kemajemukan. Bahkan tidak sedikit guru yang menularkan semangat radikalisme.

Terlepas dari keraguan sejumlah pihak soal validitasnya, kita melihat bahwa survei tersebut cukup menggambarkan realitas dalam masyarakat belakangan ini. Penggunaan simbol-simbol agama di ruang publik kian mencolok. Semangat orang untuk menunjukkan “keakuannya” dalam beragama juga menguat.

Semua itu digenapi dengan maraknya kasus terorisme berbalut agama di era reformasi ini. Data Kepolisian memperlihatkan bahwa sejak tahun 2000, lebih dari 600 teroris yang ditangkap, 563 teroris telah diajukan ke pengadilan, 44 tewas ditembak, dan 10 bunuh diri. Angka itu belum termasuk para tersangka kasus bom buku dan Cirebon.

Kondisi ini sungguh ironis karena Indonesia mendapat pengakuan luas di dunia internasional sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Kita yakin tak ada yang salah dengan demokrasi. Yang salah adalah penerapannya.

Untuk itu, harus ada telaah yang mendalam soal pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Anomali demokrasi harus diakhiri dan dibenahi. Sudah waktunya ada evaluasi dan kaji ulang agar demokrasi kita sesuai cita-cita awal berdirinya negara ini.

Kita melihat bahwa akar semua anomali demokrasi itu adalah kevakuman ideologi. Semangat mengubah segala di era reformasi ini telah membuat kita secara sadar atau tidak sadar telah mengingkari ideologi dan konstitusi kita. Pancasila sebagai landasan ideologi dan UUD 45 sebagai landasan konstitusional negara, mulai diabaikan oleh bangsa ini, termasuk para penyelenggara negara.

Carut marut Indonesia di berbagai bidang saat ini merupakan akibat dari hilangnya kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Para penyelenggara negara lengah dan abai sehingga ideologi dan konstitusi dilanggar seenaknya. Tangan negara tidak cukup kuat untuk memaksakan semua warga taat pada ideologi dan konstitusi. Kondisi inilah yang membuat banyak ideologi lain termasuk ideologi radikal, tumbuh dan berkembang. Padahal kesetiaan pada ideologi merupakan dasar bagi kemajuan sebuah bangsa. Jepang dan Jerman, misalnya, bisa menjadi negara yang maju dan kuat karena setia pada ideologi negara.

0 reacties:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar