Rabu, 25 Mei 2011

SERIUSKAH AJAKAN PRESIDEN MAJUKAN HAM

SERIUSKAH AJAKAN PRESIDEN MAJUKAN HAM

SERIUSKAH AJAKAN PRESIDEN MAJUKAN HAM


SOROTAN

SERIUSKAH AJAKAN PRESIDEN MAJUKAN HAM?

Oleh MD Kartaprawira*

Pertama-tama saya ingin menyatakan keheranan saya atas berita yang bersumber dari Website Presiden RI:"Presiden Ajak Komnas HAM Terus Majukan HAM" (http//www.presidnri.go.id/index.php/fokus/2011/05/13/6800.html,
Posting Sandy Dwiyono di Milis Nasional,13 Mei 2011) yang hanya berisi informasi tentang ajakan Presiden SBY kepada Komnasham untuk mensinergikan tugas memajukan dan melindungi HAM dan ucapan terima kasih Presiden kepada Komnasham atas apa yang telah dilakukan selama ini. Titik, tidak ada informasi lainnya, misalnya langkah-langkah apa yang akan dilakukan Presiden dalam mensinergikan tugas memajukan dan melindungi HAM. Dan tidak ada informasi tentang tanggapan Komnasham atas ajakan presiden tersebut, usulan-usulan apa yang diajukan kepada presiden supaya HAM di Indonesia betul-betul bisa ditegakkan. Saya kira Komnasham berduyun-duyun datang menghadap Presiden tidak hanya semata-mata untuk mendengar ajakan dan menerima ucapan terima kasih Presiden kepada Komnasham. Mungkin setelah pertemuan Komnasham akan memberikan siaran khusus tentang pertemuan tersebut di atas?

Kedua, lepas dari berita yang miskin informasi tersebut ajakan presiden kepada Komnasham untuk mensinergikan tugas memajukan dan melindungi hak asasi manusia adalah suatu hal positif. Meskipun demikian kita tidak bisa lepas dari kesangsian atas ajakan tersebut. Sebab selama ini masalah kasus pelanggaran HAM berat tidak secara serius dan tuntas ditangani oleh penyelenggara negara. Buktinya, Presiden SBY dan Kejaksaan Agung sampai sekarang tidak tampak gregetnya dalam penyelesaian masalah kasus korban pelanggaran HAM masa lalu (Kasus 1965-66, Mei 1998, Tri Sakti, Semanggi, Jalan Diponegoro, Talangsari dan lain-lainnya). Bahkan Kasus Pembunuhan Munir, yang tidak termasuk kasus masa lalu, sampai sekarang masih dalam balut kabut tebal. Apalagi kasus masa lalu - pelanggaran HAM berat 1965-66 dengan korban jutaan orang, yang sudah berlalu 45 tahun tetap saja tidak tampak perspektifnya. Tetap saja penyelenggara negara diam seribu bahasa. Tetap saja para korban tidak digubris nasibnya. Maka tidak jelas apa maksud ajakan mensinergikan tugas memajukan dan melindungi HAM, kalau Presiden bersama kabinetnya (terutama Jaksa Agung) sampai dewasa ini belum menampakkan kemauan serius untuk menyelesaikannya. Mungkinkah hal tersebut hanya manuver politik SBY yang tengah menghadapi berbagai kekalutan dalam pemerintahannya?

Sesungguhnya SBY sebagai Presiden RI kalau mau jujur dan benar-benar serius mau melakukan usaha-usaha memajukan dan melindungi HAM, bisa memerintahkan Kejaksaan Agung untuk merealisasikannya. Sebab di tangan Kejaksaan Agunglah suatu kasus HAM berat bisa diajukan ke sidang pengadilan atau tidak. Sementara ini Komnasham yang kerja keras mengumpulkan BAP (Berita Acara Penyelidikan) yang kemudian dikirimkan ke Kejaksaan Agung untuk disortir dan ditentukan nilainya sebagai alat bukti. Memang legislator RI sangat lihai menciptakan sistem proses peradilan yang berbelit-belit melalui Komnasham, sehingga prosesnya sulit untuk sampai di sidang pengadilan. Mungkin sampai semua para korban pelanggaran HAM berat 1965-66 habis pergi ke alam baka, kasusnya belum juga selesai. Maka ada yang berpendapat bahwa keadaan tersebut memang telah diskenariokan.

Mungkin untuk keperluan penegakan kebenaran dan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat negara terpaksa harus mengirimkan Jaksa Agung dan Komnasham untuk studi banding ke Argentina, Peru dan Kamboja untuk mempelajari: bagaimana para jenderal dan tokoh-tokoh pelanggar HAM lainnya sukses bisa diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau 25 tahun penjara. (Ya tentu saja akan dicemoohkan dan dikutuk rakyat kalau studi banding hanya untuk keliling-keliling!!!). Hal itu pun kalau penyelenggara negara sudah rela untuk mengakhiri politik rekayasa jalan buntu penegakan kebenaran dan keadilan, yang berarti merelakan para pelanggar HAM berat1965-66 dan lain-lainnya dijebloskan dalam penjara.

Nederland, 15 Mei 2011

* Ketua Umum Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK65)


Posted by Lembaga Pembela Korban 1965 at 5/15/2011
Email This
BlogThis!
Share to Twitter
Share to Facebook
Share to Google Buzz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar