Selasa, 31 Mei 2011

APA SEBAB NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA?


APA SEBAB NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA?

Amanat di Depan Kongres Rakyat Jawa Timur Tanggal 24 September 1955 
Di Surabaya

Saudara -saudaraku sekalian,

Saya adalah orang Islam, dan saya adalah keluarga Negara Republik Indonesia.

Sebagai orang Islam saya menyampaikan salam Islam kepada Saudara-saudara
sekalian: Assalamu 'alaikum wr. wb!

Sebagai warga negara Republik Indonesia saya menyampaikan kepada
Saudara-saudara sekalian -- baik yang beragama Islam, baik yang beragama
Hindu-Bali, baik yang beragama lain -- kepada Saudara­saudara sekalian saya
menyampaikan salam nasional: "Merdeka!"

Tahukah Saudara-saudara arti perkataan "salam" sebagai bagian dari perkataan
assalamu 'alaikum wr.. wb? Salam artinya damai, sejahtera. Jikalau kita
menyebutkan assalamu 'alaikum wr. wb, berarti damai dan sejahteralah
sampai kepadamu. Dan moga-moga rahmat dan berkat Allah jatuh kepadamu. Salam
berarti damai, sejahtera. Maka oleh karena itu saya minta kepada kita
sekalian untuk merenungkan benar-benar akan arti perkataan assalamu'
alaikum.

Salam -- damai -- sejahtera! Marilah kita bangsa Indonesia -­- terutama
sekalian yang beragama Islam -- hidup damai dan sejahtera satu sama lain.
Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai memba­hayakan persatuan bangsa.
Bahkan jangan kita sebagai gerombolan­-gerombolan yang menyebutkan assalamu
'alaikum, akan tetapi membakar rumah-rumah rakyat.

Salam -- damai! Damai -- sejahtera! Rukun -- bersatu! Terutama sekali di
dalam revolusi nasional kita belum selesai ini.

Dan sebagai warga negara merdeka saya tadi memekikkan pekik “Merdeka!"
bersama-sama dengan kamu. Kamu yang ber-agama Islam,kamu yang beragama
Kristen, kamu yang beragama Syiwa Budha,


PANCASILA BUNG KARNO


Hindu-Bali atau agama lain. Pekik "Merdeka!" adalah pekik yang membuat
rakyat Indonesia itu -- walau-punjumlahnya 80 juta – menjadi : bersatu
tekad, memenuhi sumpahnya, "Sekali merdeka, tetap merdeka!”.

Pekik "Merdeka!", Saudara-saudara, adalah "pekik pengikat". Dan bukan saja
pekik pengikat, melainkan adalah cetusan dari bangsa yang berkuasa sendiri,
dengan tiada ikatan imperialisme, dengan tiada ikatan penjajahan sedikit
pun. Maka oleh karena itu, Saudara-saudara, ­terutama sekali fase revolusi
nasional kita sekarang ini -- fase revolusi nasional yang belum selesai --
jangan lupa kepada pekik Merdeka! Tiap-­tiap kali kita berjumpa satu sama
lain, pekikkanlah pekik "Merdeka!”.

Tatkala aku mengadakan perjalanan ke Tanah Suci beberapa pekan yang lalu,
aku telah diminta oleh khalayak Indonesia di kota Singapura untuk mengadakan
amanat kepada mereka. Ketahuilah, bahwa di Singapura itu berpuluh-puluh ribu
orang Indonesia berdiam. Mereka bergembira, bahwa Presiden Republik-nya
lewat di Singapura. Mereka menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia
itu dengan gegap-gempita, dan minta kepada Presiden Republik Indonesia untuk
memberikan amanat kepadanya. Di dalam amanat itu beberapa kali dipekikkan
pekik "Merdeka!"

Apa lacur? Sesudah Bapak meneruskan perjalanan ke Bangkok, ke Rangoon, ke
New Delhi, Karachi, ke Bagdad, ke Mesir, ke negara

Saudi Arabia -- sesudah Bapak meninggalkan kota Singapura -- geger pers
imperialisme Singapura, Saudara-saudara. Mereka berkata:"Presiden Sukarno
kurang ajar". Presiden Sukarno menjalanka Ill behaviour, katanya.
Ill-behaviour itu artinya tidak tahu kesopanan. Apa sebab pers imperialisme mengatakan
Bapak menjalankan ill behaviour, kurang ajar? Kata mereka, toh tahu
Singapura ini bukan negeri merdeka -- toh tahu, bahwa di sini masih di dalam
kekuasaan asing -- kok memekikkan pekik "Merdeka"?

Tatkala Bapak kembali dari Tanah Suci, singgah lagi di Singapura, -- Bapak
dikeroyok oleh wartawan-wartawan. Mereka menanyakan kepada Bapak: "Tahukah
Paduka Yang Mulia Presiden bahwa tatkala PYM Presiden meninggalkan kota
Singapura di dalam perjalanan ke Mesir dan Tanah Suci, PYM dituduh kurang
ajar, kurang sopan, ill-behaviour, oleh karena PYM memekikkan pekik
Merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia di sini memekikkan pekik
Merdeka? Apa jawab PYM atas tuduhan itu?"


PANCASILA BUNG KARNO


Bapak menjawab: "Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang Indonesia,
warga negara Republik Indonesia, berjumpa dengan warga negara Republik
Indonesia -- pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang
Indonesia -- selalu memekikkan pekik "Merdeka"! Jangankan di sorga, di dalam
neraka -pun!"

Nah, Saudara-saudara dan anak-anakku sekalian, jangan lupa akan pekik
Merdeka itu. Gegap-gempitakan tiap-tiap kali pekik Merdeka itu. Apalagi --
sebagai Bapak katakan tadi -- dalam fase revolusi nasional kita yang belum
selesai. Dus kuulangi lagi, sebagai manusia yang beragama Islam, aku
menyampaikan kepadamu salam "assalamu 'alaikum!" Sebagai warga negara
Republik Indonesia aku menyampaikan kepadamu "Merdeka!"

Saudara-saudara, aku pulang dari Bali -- beristirahat beberapa hari di sana.
Diminta oleh Kongres Rakyat Jawa Timur untuk pada ini malam memberikan
sedikit ceramah, wejangan, amanat, terutama sekali yang mengenai hal, "Apa
sebab Negara Republik Indonesia berdasarkan kepada Pancasila?" Dan
memberikan penerangan tentang hal Panca Dharma.

Tadi, tatkala aku baru masuk gèdung Gubernuran ini, hati kurang puas? Apa
sebab? Terlalu jauh jarak rakyat dengan Bung Karno. Maka oleh karena itulah,
Saudara-saudaraku dan anak--anakku sekalian, maka Bapak minta kepada
pimpinan agar supaya Saudara-saudara diberi izin lebih dekat. Sebab
Saudara-saudara tahu isi hati Bapak ini -- isi hati Presiden, isi hati Bung
Karno -- kalau jauh dari rakyat rasanya seperti siksaan. Tetapi kalau dekat
dengan rakyat, rasanya laksana Kokrosono turun dari pertapaannya.

Permintaan Kongres Rakyat untuk memberikan amanat kepada Saudara-saudara,
insya Allah saya kabulkan. Dan dengarkan benar, aku berpidato di sini bukan
sekadar sebagai Sukarno. Bukan sekadar sebagai Bung Karno. Bukan sekadar
sebagai Pak Karno.-- Aku berpidato di sini sebagai Presiden Republik
Indonesia! Sebagai Presiden Republik Indonesia aku diminta untuk memberi
penjelasan tentang Pancasila. Apa sebabnya negara Republik Indonesia
didasarkan atas Pancasila?

Dan diminta memberi penjelasan akan Panca Dharma, sebagai yang telah
kuanjurkan dengan resmi pula di dalam pidato Presiden Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus yang lalu. Dan permintaan


49


PANCASILA BUNG KARNO


itu, insya Allah kukabulkan pula sebagai Presiden Republik lndonesia. Justru
oleh karena pada saat sekarang ini saya sebagai Presiden Republik lndonesia,
maka dengan gembira dan senang hati saya memenuhi permintaan untuk memberi
penjelasan tentang Pancasila.

Apa sebab? Tak lain dan tak bukan ialah oleh karena aku ini Presiden
Republik lndonesia disumpah atas Undang-Undang Dasar kita. Saya tadi
berkata, bahwa saya memenuhi permintaan Kongres Rakyat Jawa Timur dengan
penuh kesenangan hati, ialah oleh karena saya ini sebagai Presiden Republik
disumpah atas dasar Undang-Undang Dasar kita. Disumpah harus setia kepada
Undang-Undang Dasar kita. Di dalam Undang-Undang Dasar kita, dicantumkan
satu Mukaddimah, kata pendahuluan. Dan di dalam kata pendahuluan itu dengan
tegas disebutkan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan lndonesia
yang bulat, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.

Malahan bukan satu kali ini Pancasila itu disebutkan di dalam Undang-Undang
Dasar kita. Sejak kita di dalam tahun 1945 telah berkemas-kemas untuk
menjadi satu bangsa yang merdeka, sejak itu kita telah mengalami empat kali
naskah.

Sebelum mengadakan Proklamasi 17 Agustus, sudah ada satu naskah. Kemudian
pada 17 Agustus 1945, satu naskah lagi. Kemudian tatkala RIS dibentuk, satu
naskah lagi. Kemudian sesudah itu -- tatkala kita kembali kepada zaman
Republik Indonesia Kesatuan -- satu naskah lagi. Empat kali naskah,
Saudara-saudara. Dan di dalam ke-empat naskah itu dengan tegas disebutkan
Pancasila.

Pertama, tatkala kita di dalam zaman Jepang, kita telah berkemas­kemas di
dalam tahun 1945 itu untuk menjadi bangsa yang merdeka. Pada waktu itu telah
disusunlah satu naskah yang di-namakan Jakarta Charter. Di dalam Jakarta
Charter itu telah disebutkan dengan tegas lima asas yang hendak kita pakai
sebagai pegangan untuk negara yang akan datang: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kebangsaan. Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.

Demikian pula tatkala kita telah memproklamirkan kemerdekaan kita pada 17
Agustus 1945, dengan tegas pula keesokan harinya. Saudara-saudara, kukatakan
Undang-Undang Dasar yang kita pakai ini --yaitu Undang-Undang Dasar yang
kita rencanakan pada waktu zaman Jepang di bawah ancaman bayonet Jepang --
kita rencanakan

50

PANCASILA BUNG KARNO


satu Undang-Undang Dasar dari Negara Republik Indonesia yang kita
proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan di dalam Undang­Undang Dasar
itu dengan tegas dikatakan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan,
Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial!.

Tatkala -- berhubung dengan jalannya politik -- Negara Republik Indonesia
Serikat dibentuk (RIS), pada waktu itu dibuatlah Undang­Undang Dasar RIS.
Dan di dalam Mukaddimah Undang- Undang Dasar RIS ini disebutkan lagi dengan
tegas Pancasila.

Kita tidak senang akan federal-federalan. Segenap rakyat mem­protes akan
adanya susunan federal iui. Delapan bulan susunan RIS berdiri, hancur-lebur
RIS, berdirilah Negara Republik Indonesia Kesatuan. Dan Undang-Undang Dasar
yang dipakai RIS ini diubah lagi menjadi Undang-Undang Dasar Sementara dari
Negara Re-publik Indonesia Kesatuan. Tetapi tidak diubah isi Mukaddimah yang
mengandung Pancasila.

Jadi dengan tegas, Saudara-saudara, -- jelas! Empat kali di dalam sepuluh
tahun ini kita melewati empat naskah. Tiap-tiap naskah me­nyebutkan
Pancasila. Dan tatkala aku dengan karunia Allah s. w. t. dinobatkan menjadi
Presiden, aku disumpah. Dan isi sumpah itu antara lain ialah setia kepada
Undang-Undang Dasar. Maka oleh karena itulah, Saudara-saudara, rasa sebagai
kewajiban jikalau diminta oleh sesuatu golongan akan keterangan tentang
Pancasila-memenuhi permintaan itu.

Dan pada ini malam dengan mengucap suka-syukur ke hadirat Allah s.w.t. aku
berdiri di hadapan Saudara-saudara. Berhadap-hadapan muka dengan kaum buruh,
dengan pegawai, rakyat jelata, dengan pihak Angkatan Laut Republik Indonesia
dan pihak Tentara, dengan pihak Mobrig, pihak Polisi, pihak Perintis, dengan
pemuda, dengan pemudi --berdiri di hadapan Saudara-saudara dan anak--anak
sekalian yang telah datang membanjiri lapangan yang besar ini laksana air
hujan-aku mengucap banyak terima kasih kepadamu. Dan insya Allah,
Saudara­saudara, aku akan terangkan kepadamu tentang apa sebab Negara Republik
didasarkan atas dasar Pancasila.

Saudara-saudara, ada yang berkata Pancasila ini hanya sementara!.Ya, jikalau
diambil di dalam arti itu, memang Pancasila adalah sementara. Tetapi bukan
saja Pancasila adalah sementara, bahkan


51


PANCASILA BUNG KARNO


misalnya ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar kita -- bahwa Sang Merah
Putih, bendera kita -- itu pun sementara! Segala Undang-Undang Dasar kita
sekarang ini adalah sementara.

Tidakkah tadi telah kukatakan, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita pakai
sekarang ini, malahan disebutkan Undang-Undang Dasar Sementara dari Negara
Republik Indonesia? Apa sebab sementara? Ya, oleh karena akhimya nanti
yang akan menentukan segala sesuatu ialah Konstituante. Maka itu,
Saudara-saudara, kita akan mengadakan pemilihan umum dua kali. Pertama, pada
tanggal 29 September nanti, insya Allah S.W.T. untuk memilih DPR.

Kemudian pada tanggal 15 Desember untuk memilih Konstituante.

Konstituante adalah Badan Pembentuk Undang-Undang Dasar. Undang­-Undang
Dasar yang tetap. Konstituante adalah pembentuk konstitusi. Konstitusi
berarti Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tetap bagi Negara Republik
Indonesia, yang sampai sekarang ini segala-galanya masih sementara.

Tetapi, Saudara-saudara, jikalau ditanya kepadaku, "Apa yang berisi kalbu
Bapak ini akan permohonan kepada Allah s. w. t. ?" Terus terang aku berkata,
jikalau Saudara-saudara membelah dada Bung Karno ini, Saudara-saudara bisa
membaca di dalam dada Bung Karno memohon kepada Allah s. w. t. supaya Negara
Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.

Ya benar, bahwa segala sesuatunya adalah sementara. Tetapi aku berkata,
bahwa Sang Merah Putih adalah sementara-bendera Republik Indonesia-pun
sementara! Dan jikalau nanti Konstituante bersidang, insya Allah s.w.t.,
Saudara-saudara-ku, siang dan malam Bapak akan memohon kepada Allah s. w. t.
agar supaya Konstituante tetap menetapkan Bendera Sang Merah Putih sebagai
bendera Negara Republik Indonesia.

Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah Putih ini.
Jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik
Indonesia.

Tahukah Saudara-saudara, bahwa warna Merah Putih ini bukan buatan Republik
Indonesia? Bukan buatan kita dari zaman pergerakan nasional. Apa lagi bukan
buatan Bung Karno, bukan buatan Bung Hatta! Enam ribu tahun sudah kita
mengenal akan warna Merah Putih ini. Bukan seribu tahun, bukan dua ribu tahun, bukan
tiga ribu tahun, bukan

52

PANCASILA BUNG KARNO


empat ribu tahun, bukan lima ribu tahun!-Enam ribu tahun kita telah mengenal
wama Merah Putih!

Tatkala di sini belum ada agama Kristen, belum ada agama Islam, belum ada
agama Hindu, bangsa Indonesia telah meng-agungkan war­na Merah Putih. Pada
waktu itu kita belum mengenal Tuhan dalam cara mengenal sebagai sekarang
ini. Pada waktu itu yang kita sembah adalah Matahari dan Bulan. Pada waktu
itu kita hanya mengira, bahwa yang memberi hidup itu Matahari.

Siang Matahari - malam Bulan. Matahari merah- Bulan putih.

Pada waktu itu kita telah mengagungkan warna Merah Putih. Kemu­dian
bertambah kecerdasan kita. Kita lebih dalam menyelami akan hidup di dalam
alam ini. Kita memperhatikan segala sesuatu di dalam alam ini dan kita
melihat, - 0, alam ini ada yang hidup bergerak, ada yang tidak bergerak. Ada
manusia dan binatang, makhluk-makhluk yang bergerak. Ada tumbuh-tumbuhan
yang tidak bisa bergerak. Manusia dan binatang itu darahnya merah.
Tumbuh-tumbuhan darahnya putih. Getih - Getah.

Coba dengarkan hampir sama dua perkataan ini: Getih - Getah.

Cuma *i * diganti dengan *a* Dulu kita mengagungkan Matahari dan Bulan yang
di dalam alam Hindu dinamakan Surya Candra. Kemudian kita mengagungkan Getih
- Getah. Merah - Putih. Saudara-saudara, itu adalah fase kedua.

Fase ketiga, manusia mengerti akan kejadian manusia. Mengerti, bahwa
kejadian manusia ini adalah dari perhubungan laki dan perempuan, perempuan
dan laki. Orang mengerti perempuan adalah merah, laki adalah putih. Dan
itulah sebabnya maka kita turun-temurun mengagungkan Merah-Putih. Apa yang
dinamakan "gula-kelapa", mengagungkan bubur"bang-putih". Itulah sebabnya
maka kita kemudian-tatkala kita mempunyai negara-negara setelah
mempunyaikerajaan-kerajaan- memakai warna Merah-Putih itu sebagai bendera
negara. Tatkala kita mempunyai kerajaan Singasari, Merah-Putih te1ah
berkibar, terus dirampas oleh imperialisme asing. Tetapi di dalam dada kita
tetap hidup kecintaan kepada Merah-Putih ..

Dan tatkala kita mengadakan pergerakan nasional sejak tahun 1908 dengan
lahirnya Budi Utomo-dan diikuti oleh Serikat Islam, oleh NIP *(Nationaal
Indische Partij), oleh ISDP, oleh PKI, oleh Sarekat Rakyat, oleh PPPK, oleh
PBI, oleh Parindra, dan lain-lain-maka rakyat


53


PANCASILA BUNG KARNO


lndonesia tetap mencintai Merah-Putih sebagai warna benderanya. Dantatkala
kita pada tanggal 17 Agustus 1945 memproklamirkan kemerdekaan itu, dengan
resmi kita menyatakan Sang Merah Putih adalah bendera kemerdekaan kIta.

Itu smua jika dikatakan sementara, ya sementara! Sebab Konstituante belum
bersidang. Konstituante mau merubah warna ini??? Lho, kalau menurut
haknya, boleh saja. Sebab Konstituante itu adalah kekuasaan kita yang tertinggi.
Penyusun, pembentuk Konstitusi. Jadi kalau Konstituante, misalnya, hendak
menentukan wama bendera negara Republik lndonesia bukan Merah-Putih, ya mau
dikatakan apa? Tetapi Bapak berkata, Bapak memohon kepadaAllah s. w. t. agar
supaya warna merah-putih tetap menjadi wama bendera Negara Republik
lndonesia.

Kembali kepada Pancasila. Jika dikatakan sementara, ya semen­tara! Lagi-lagi
Bapak ini berkata: Allah S.w.t. Dan Bapak pun bersyu­kur ke hadiratAllah
s.w.t., bahwa cita-cita Bapak yang sudah bertahun­tahun untuk naik Haji
dikabulkan olehAllah s. w.t. Lagi-Iagi Allah s.w. t

Saudara-saudara, jikalau aku meninggal dunia nanti-ini hanya Tuhan yang
mengetahui, dan tidak bisa dielakkan semua orang-jikalau ditanya oleh
Malaikat: "Hai, Sukamo, tatkala engkau hidup di dunia, engkau telah
mengerjakan beberapa pekerjaan. Pekerjaan apa yang paling engkau cintai?
Pekerjaan apa yang paling engkau kagumi? Pekerjaan apa yang engkau paling
ucapkan syukur kepada Allah s. w. t.?"

Moga-moga, Saudara-saudara, aku bisa menjawabnya bisa menjawab demikian atau
tidaknya itupun tergantung dari pada Allah s. w. 1.: "Tatkala aku hidup di
dunia ini, aku telah ikut membentuk Negara Republik lndonesia. Aku telah
ikut membentuk satu wadah bagi masyarakat lndonesia".

Sebagai sering kukatakan, Saudara-saudara, negara adalah wadah.

Jikalau diberi karunia oleh Allah s. w. t. mengerjakan pekerjaan satu ini
saja-Allahu'akbar!-aku akan berterima kasih setinggi langit. Yaitu untuk
pekerjaan ini saja, ikut membentuk wadah. Wadahnya­wadahnya saja-yang bemama
Negara ini. Di dalam wadah ini adalah masyarakat. Wad ah yang dinamakan
negara ini adalah wadah untuk masyarakat.

Membentuk wadah adalah lebih mudah daripada membentuk masyarakat. Membentuk
wadah adalah bisa dijalankan di dalam satu hari sebenamya-wadah yang bernama
Negara itu.


54


PANCASILA BUNG KARNO


Tidakkah Saudara-saudara dari sejarah dunia kadang-kadang mendengar, bahwa
oleh suatu konferensi kecil sekonyong-konyong diputuskan dibentuk negara
ini, dibentuk negara itu. Misalnya, dahu­lu sesudah peperangan dunia yang
pertama, tidakkah negara Ceko­slovakia sekadar dengan coretan pena dari
suatu konferensi kecil. Membentuk negara, gampang! Dulu di sini juga pernah
dibentuk Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, hanya dengan dekrit Van
Mook, Saudara-saudara! Tetapi coba membentuk masyarakat, susah!

Membentuk masyarakat, kita harus bekerja siang dan malam, bertahun-tahun,
berpuluh-puluh tahun, kadang-kadang berwindu-windu, berabad-abad. Masyarakat
apa pun tidak gampang dibentuknya. Itu meminta pekerjaan kita terus-menerus.
Baik masyarakat Islam, maupun masyarakat Kristen, maupun masyarakat
sosialis. Bukan bisa dibentuk dengan satu dekrit, Saudara-saudara, dengan
satu tulisan, dengan satu unjal napas manusia. Membentuk masyarakat makan
waktu! Ya, aku bermohon kepada Tuhan, dibolehkanlah hendaknya ikut membentuk
masyarakat pula.

Masyarakat di dalam wadah itu. Tetapi aku telah bersyukur seribu syukur
kepada Tuhan, jikalau aku nanti bisa menjawab kepada Malaikat itu, bahwa
hidupku di dunia ini ialah antara lain-lain telah ikut membentuk wadah ini
saja. Membentuk wadah yang bernama negara dan wadah ini buat satu masyarakat
yang besar. Walaupun rapat ini lebih dari satu juta manusia,
Saudara-saudara, wadah itu bukan kok cuma buat satu juta manusia ini saja.
Tidak! Wadah yang bernama negara, negara yang bernama Republik Indonesia itu
adalah wadah untuk masyarakat Indonesia yang 80 juta, dari Sabang sampai ke
Merauke! Dan masyarakat Indonesia ini adalah beraneka agama, beraneka
adat-istiadat, beraneka suku. Bertahun--tahun aku ikut memikirkan ini. Nanti
jikalau Allah S.W.T. memberikan kemerdekaan kepada kita-dulu Bapak
berpikiran yang demikian-lah-jikalau Nega­ra Republik Indonesia telah bisa
berdiri, negara ini agar supaya selamat, agar bisa menjadi wadah bagi
segenap rakyat Indonesia yang 80 juta, Negara harus didasarkan apa?

Tatkala aku masih berumur 25 tahun, aku telah memikirkan hal ini. Tatkala
aku aktif di dalam pergerakan, aku lebih-lebih lagi memi­kirkan hal ini.
Tatkala di dalam zaman Jepang, tetapi oleh karena tekad kita sendiri, usaha
kita sendiri, pembantingan tulang sendiri, korbanan


55


PANCASILA BUNG KARNO


kita sendiri-tatkala fajar telah menyingsing-lebih-lebih lagi kupikirkan hal
ini. Wadah ini hendaknya jangan retak. Wadah ini hendaknya utuh
sekuat-kuatnya. Wadah untuk segenap rakyat lndo­nesia, dari Sabang sampai ke
Merauke yang beraneka agama, beraneka suku beraneka adat-istiadat.

Sekarang aku menjadi Presiden Republik lndonesia adalah karunia Tuhan. Aku
tidak menyesal, bahwa aku dulu bertahun-tahun memikirkan hal ini. Dan aku
tidak menyesal. bahwa aku telah memformulir Pancasila. Apa sebab?
Barangkali lebih dari siapa pun di lndonesia ini, aku mengetahui akan
keanekaaan bangsa lndonesia ini. Sebagai Presiden Republik lndonesia aku
berkesempatan sering-sering untuk melawat ke daerah-daerah.

Sering-sering aku naik kapal udara. Malahanjikalau di dalam kapal udara aku
sering-sering-katakanlah-main gil a dengan pilot. Pilot terbang tinggi, aku
tanya kepadanya: Saudara pilot, berapa tinggi? 12.000 kaki, Paduka Yang
Mulia." - Kurang tinggi, naikkan lagi!
"13.000 kaki." - Hahaa, kurang tinggi, Bung! "14.000 kaki." - Kurang
tinggi!

"15.000 kaki." - Kurang tinggi!

"16.000 kaki." - Kurang tinggi!

"17.000 kaki. " - Kurang tinggi!

"Sudah tidak bisa lagi, Paduka Yang Mulia. Kapal udara kita sudah
mencapai plafon".


Plafon itu ialah tempat yang setinggi-tingginya bagi kapal udara itu. Aku
terbang dari barat ke timur, dari timur ke barat. Dari utara ke selatan,
dari selatan ke utara. Aku melihat tanah air kita. Allahuakbar, cantiknya
bukan main! Dan bukan saja cantik, sehingga benarlah apa yang diucapkan oleh
Multatuli di dalam kitab Max Havelaar, bahwa lndonesia ini adalah demikian
cantiknya, sehingga ia sebutkan, "Insulinde de zich daar slingert om den
evenaar als een gordel van smaragd-Indonesia yang laksana ikat pinggang
terbuat daripada zamrud berlilit-lilit sekeliling khatulistiwa!" lndahnya
demikian.

Ya memang, Saudara-saudara, jikalau engkau terbang 17.000 kaki di angkasa
dan melihat ke bawah. kelihatan betul-betul lndonesia ini adalah sebagai
ikat pinggang yang terbuat dari zamrud, melilit mengelilingi khatulistiwa.
Berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu--ribu


56


PANCASILA BUNG KARNO


pulau Saudara lihat. Dan tiap-tiap pulau itu berwarna--warna. Ada yang hijau
kehijauan, ada yang kuning kekuningan. Indah permai tanah air kita ini,
Saudara-saudara. Lebih dari 3000 pulau. Bahkan kalau dihitung dengan yang
kecil-kecil, 10.000 pulau-pulau.

Terbanglah kapal udaraku datang di daerah Aceh. Rakyat Aceh menyambut
kedatangan Presiden-rakyat beragama Islam. Terbang lag i kapal udaraku,
turun di Siborong-borong, daerah Batak. Rakyat Batak menyambut dengan
gegap-gempita keda-tangan Presiden Repu-blik Indonesia-agamanya Kristen.

Terbang lagi, Saudara-saudara, ke dekat Sibolga-agama Kris-ten.

Terbang lagi ke selatan, ke Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan­agama
Islam. Demikianlah pula di Jawa. Kebanyakan ber-agama Islam, di sana
Kristen, sini Kristen. Terbang lagi kapal udaraku ke Banjarmasin-kebanyakan
Islam. Tetapi di Banjar-masin itu aku berjumpa utusan-utusan dari suku
Dayak, Saudara-saudara. Malahan di Samarinda aku berjumpa dengan
utusan--utusan, bahkan rakyat

Dayak yang 9 hari 9 malam turun dari gunung-gunung untuk menjum­pai
Presiden Republik Indonesia. Mereka tidak beragama Islam, tetapi beragama
agamanya sendiri.

Aku ber - ibu orang Bali. Ida Ayu Nyoman Rai nama Ibuku. Malahan akujikalau
beristirahat di Tampaksiring, desa kecil di Bali, rakyat Bali menyebutkan
aku-kecuali Bung Karno, Pak Karno-menyebutkan Ida Bagus Made Karno. Aku
melihat masyarakat Bali yang dua juta manusia itu beragama Hindu-Bali. Di
Singaraja ada masyarakat Islam sedikit. Di Denpasar ada masyarakat Islam
sedikit. Terbang lagi kapal udaraku ke Sumbawa-Islam. Terbang kapal udaraku
ke Sumbawa-Kristen Pro-testan. Terbang kapal udaraku ke Flores, pulau di
mana aku dulu diinternir-rakyat Flores kenal akan Bung Karno, Bung Karno
kenal akan rakyat Flores-sebagian besar rakyat Flores itu beragama Rooms
Katholik (Kristen). Terbang lag i kapal udaraku ke Timor-sebagian besar
rakyatnya Protestan Kristen. Terbang lagi kapal udaraku ke Ambon-Kristen.
Sekitar Ambon itu adalah masyarakat Kristen. Terbang lagi ke utara, ke
Ternate-Islam di Ternate. Dari Ternate terbang ke Manado, Minahasa
sekeliling-nya-Kristen. Ke selatan, Makasar-Islam. Di tengah Sulawesi,
Toraja-sebagian besar Kristen, sebagian belum ber-agama.

Benar apa tidak perkataanku, Saudara-saudara, bahwa bangsa


57


PANCASILA BUNG KARNO


lndonesia adalah beraneka agama? Dernikian pula aku berkata, bahwa bangsa
lndonesia ini beraneka adat-istiadat, beraneka suku pula. Beraneka suku,
beraneka agama, beraneka adat-istiadat: lni yang menjadi pikiran Bapak
berpuluh-puluh tahun.

Sebelum kita memproklamirkan kemerdekaan lndonesia pada tanggal 17 Agustus
1945, aku ingin bersama-sama dengan pe-juang­pejuang lain membentuk satu
wadah. Wadah yang bernama negara. Wadah untuk masyarakat, bagi masyarakat
yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat!

Aku ingin membentuk satu wadah yang tidak retak, yang utuh, yang mau
menerima semua masyarakat Indonesia yang beraneka-aneka itu dan yang
masyarakat lndonesia mau duduk pula di dalamnya­yang diterima oleh
Saudara-saudara yang ber-agama Islam, yang beragama Kristen Katolik, yang
beragama Kristen Protestan, yang beragama Hindu-Bali, dan oleh
Saudara-saudara yang beragama lain­yang bisa diterima oleh Saudara-saudara
yang adat-istiadatnya begitu, dan yang bisa diterima sekalian Saudara.

Aku ti dak mencipta Pancasila, Saudara-saudara. Sebab sesuatu dasar negara
ciptaan tidak akan tahan lama. lni adalah satu ajaran yang dari mula-mulanya
kupegang teguh: "Jikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu
negara, das ar untuk sesuatu wadah, jangan bikin sendiri, jangan
nganggit sendiri, jangan karang sendiri. Selamilah sedalam-dalamnya lautan
dari sejarah! Gali sedalam­dalamnya bumi dari sejarah!"

Aku melihat masyarakat lndonesia, sejarah rakyat lndonesia. Dan aku menggali
lima mutiara yang terbenam di dalamnya, yang tadinya lima mutiara itu
cemerlang, tetapi oleh karena penjajahan asing yang 350 tahun lamanya,
terbenam kembali di dalam bumi bangsa lndonesia.

Aku oleh Universitas Gajah Mada dianugerahi titel Doctor Honoris Causa dalam
ilmu keta-tanegaraan. Tatkala promotor Prof. Mr. Notonegoro mengucapkan
pidatonya pada upacara pemberian titel Doctor Honoris Causa, pada waktu itu
beliau berkata: "Saudara Sukarno, kami meng-hadiahkan kepada Saudara titel
kehormatan Doctor Honoris Causa dalam ilmu ketatanegaraan, oleh karena
Saudara pencipta Pancasila".

Di dalam jawaban itu aku berkata: "Dengan terharu aku menerima


PANCASILA BUNG KARNO


titel Doctor Honoris Causa yang dihadiahkan kepadaku oleh Universitas Gajah
Mada, tetapi aku tolak dengan tegas ucapan Profesor Notonegoro, bahwa aku
adalah pencipta Pancasila".

Aku bukan pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia
sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya bangsa Indonesia.
Pancasila terbenam di dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya, aku
gali kembali dan aku sembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa
Indonesia kembali.

Tidakkah benar, Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum
ada Republik Indonesia, sebenarnya telah mengenal akan Pancasila? Tidakkah
benar kita-dari dahulu mula-telah mengenal Tuhan, - hidup di dalam alam
Ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pemah menguraikan hal ini panjang
lebar. Bukan anggitan baru, bukan karangan baru. Tetapi sudah sejak dari
dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa yang cinta kepada Ketuhanan.
Ya, kemudian Ketuhanannya itu disempurnakan oleh agama-agama. Disempurnakan
oleh Agama Islam, disempurnakan oleh agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula
kita memang adalah satu bangsa yang berketuhanan. Demikian pula, tidakkah
benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan
Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan? Dan bukan saja kebangsaan kecil,
tetapi kebangsaan Indonesia. Hai, engkau pemuda-pemuda, pemah engkau
mendengar nama kerajaan Mataram? Kerajaan Mataram yang membuat candi­candi
Prambanan, candi Borobudur? Kerajaan Mataram ke-2 di waktu itu di bawah
pimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo? Tahukah Saudara-saudara akan arti
perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu, maka aku akan berkata kepadamu,
Mataram berarti Ibu. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu, misalnya
perkataan mufter di dalam bahasa Jerman: Ibu; mother dalam bahasa
Inggris: Ibu; moeder dalam bahasa Belanda: Ibu; mater dalam bahasa
Latin: Ibu. Mataram berarti Ibu.

Demikian kita cinta kepada Bangsa dan Tanah air dari zaman dulu mula,
sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan-Mataram.

Rasa kebangsaan, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah kita mempunyai
kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak
mempunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita?

Ya, kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada, Sang Maha


59


PANCASILA BUNG KARNO


Patih Ihino Gajah Mada. Benar kita mempunyai pemimpin besar itu. Benar
pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali "tidak akan makan palapa,
jikalau belum segenap kepulauan Indonesia tergabung di dalam satu negara
yang besar". Benar kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah
pemimpin inikah yang sebenarnya pencipta dari kesatuan kerajaan Majapahit?
Tidak!

Permimpin besar sekadar adalah sambungan lidah dari rasanya rakyat jelata.
Tidak ada satu orang pemimpin besar-walaupun besarnya bagaimana pun
juga-bisa membentuk satu negara yang sebesar Majapahit ialah satu negara
yang besar, yang wilayahnya dari Sabang sampai ke Merauke. Bahkan sampai ke
daerah Filipina sekarang.

Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil ­pemimpin gurem atau
pemimpin yang bagaimana pun. Tetapi jikalau ada orang yang berkata, "Bung
Karno yang meng-adakan negara Repu­blik Indonesia"-tidak benar! !! Jangan
pun satu Sukarno-sepuluh Sukarno, seratus Sukarno, seribu Sukarno-tidak akan
bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakyat jelata
Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!

Kemerdekaan adalah hasil dari perjuangan segenap rakyat. Maka itu pula
menjadi pikiran Bapak, Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu
golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik
sesuatu golongan adat-istiadat,-tetapi milik kita semua dari Sabang sampai
ke Merauke! Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua
bangsa Indonesia.

Aku melihat di dalam daerah-daerah yang kukunjungi-di mana pun aku datang,
aku melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama
Islam, tetapi juga di bagian--bagian yang beragama Kristen. Aku melihat
Taman-taman Pahlawan di mana-mana. Di sini di Surabaya-pada tanggal l0
November tahun 1945-siapa yang berjuang di sini? Segenap pemuda-pemudi,
kiai, kaum buruh, kaum tani-segenap rakyat Surabaya-berjuang dengan tiada
perbedaan agama, adat-istiadat, golongan atau suku.

Rasa kebangsaan kita sudah dari sejak zaman dahulu, demikian pula rasa
perikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satu-satunya

1 (Bhs. Jawa) Kutu ayam yang sangat kecil. Di sini dipakai dalam arti
kiasan.


60


PANCASILA BUNG KARNO


bangsa di dalam sejarah dunia ini, satu-satunya bangsa yang tidak pernah
menjajah bangsa lain. Aku tentang orang-orang ahli sejarah , yang bisa
mem-buktikan bahwa bangsa Indonesia pernah menjajah bangsa lain. Apa sebab?
Oleh karena bangsa Indonesia berdiri di atas dasar perikemanusiaan sejak
dari zaman dahulu. Dari zaman Hindu kita sudah mengenal perikemanusiaan.
Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itu dengan agama-agama yang
kemudian.

Di dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan "Tat -twam asi'. Apa
artinya Tat twam asi? Tat twam asi berarti "Aku adalah dia, dia adalah
aku". Dia pakai, aku ikut pakai. Dia senang, aku ikut senang. Aku senang,
dia ikut senang. Aku sakit, dia ikut sakit. Tat twam asi perikemanusiaan.

Kemudian datanglah di sini agama Islam, mengajarkan kepada kita
perikemanusiaan pula. Malah lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan
ajaran-ajaran
fardhu kifayah-kewajiban-kewa-jiban yang dipikulkan kepada seluruh
masyarakat. Misalnya jikalau ada orang mati di kampungmu, dan kalau orang
mati itu tidak terkubur-siapa yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan
berdosa, siapa yang akan mendapat siksaan dari dosa itu? Bukan sekadar
kerabat famili dari sang mati itu. Tidak! Segenap masyarakat di situ ikut
tanggungjawab.

Demikian pula bagi agama Kristen. Tidakkah di dalam agama Kristen itu kita
diajarkan cinta kepada Tuhan, lebih dari segala sesuatu dan cinta kepada
sesama manusia, sama dengan cinta kepada diri kita sendiri? "Hebs U naasten
lief gelijk U zelve. God boven alles"2. Jadi rasa kemanusiaan, bukan barang
baru bagi kita.

Demikianlah pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan nasional
Indonesia laksana api mencetus dan meledakkan segenap rasa kebangsaan
Indonesia? Oleh karena pergerakan nasional Indonesia itu berdiri di atas
dasar kedaulatan rakyat. Engkau ikut berjuang! Dari dahulu mula kita gandrung
kepada kedaulatan rakyat. Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena
engkau merasa memperjuangkan dasar kedaulatan rakyat.

Bangsa Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakyat, hidup di
dalam alam kedaulatan rakyat. Demokrasi bukan barang

2 Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri. Cintailah
Tuhan di atas segala hal. (bhs. Belanda).


61


PANCASILA BUNG KARNO


baru bagi kita. Demikian pula cita-cita keadilan sosial-bukan cita­cita baru
bagi kita. Jangan kira, bahwa cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung
Karno, Bung Hatta, atau komunis, atau kaum serikat rakyat, kaum sosialis.
Tidak!

Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial.

Kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan - Saudara-saudara berhadapan
dengan pemerintah Belanda -semboyannya selalu "Ratu Adil". Ratu adil
paramarta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrung-nya
jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di
dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mula. Maka oleh karena
itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa mau-pun Kebangsaan, maupun
Perikemanusiaan, maupun Kedaulatan Rakyat, maupun Keadilan Sosial, bukan aku
yang mencip-takan. Aku sekadar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku
persembahkan kembali kepada bangsa lndonesia untuk dipakai sebagai dasar
daripada wadah yang berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku,
beraneka adat-istiadat. Inilah, Saudara-saudara, maka di dalam sidang
Dokuritzu Zunbi Tyoosakai di dalam zaman Jepang-pertengahan tahun 1945-
telah'diadakan satu sidang dari pemimpin-pemimpin Indonesia, dan di dalam
sidang Dokuritzu Zunbi Tyoosakai itu dibicarakan hal-hal ini.

Pertama, apakah negara yang akan datang itu harus berdasar satu falsafah
ataukah tidak? Semua berkata, "Harus berdasarkan satu falsafah!" Harus
memakai dasar. Sebab kita melihat di dalam sejarah dunia ini banyak sekali
negara-negara yang tidak berdasar, lantas berbuat jahat, oleh karena tidak
mempunyai ancer-ancer hidup bagi rakyatnya.

Kita melihat negara-negara yang besar. Tetapi oleh karena tidak
mempunyai ancer-ancer
hidup, tidak mempunyai dasar hidup, dengan sedih kita melihat bahwa
negara-negara itu berbuat sesuatu yang sebenarnya melanggar kepada
kedaulatan dan perikemanusiaan.

Di dalam sidang Dokuritzu Zunbi Tyoosakai itu diputuskan akan memberi
dasar kepada negara. Akhirnya saya mempersembahkan Pancasila. Dan syukur
alhamdulillah sidang menerimanya. Dan tatkala kita memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dasar ini yang dipakai.
Dan aku berkata, oleh karena dasar ini segenap rakyat Indonesia dari Sabang
sampai ke Merauke menyambut


62


PANCASILA BUNG KARNO


kemerdekaan. Hanya persatuan inilah yang bisa membawa kita kepada cita-cita
kita sekalian!

Di dalam Kongres Rakyat Indonesia kuanjurkan persatuan ini. Di dalam Kongres
Partai Nasional Indonesia di Bandung 10 bulan yang lalu kuanjurkan persatuan
ini. Oleh karena aku melihat gejala-gejala perpecahan makin lama makin
meningkat, makin lama makin menampak. Bersatulah kembali, Saudara-saudara,
ber-satulah rakyat Indonesia, bersatu kembali di dalam persatuan nasional
revolusioner yang sebulat-bulatnya. Sebab kita duduk di dalam alam revolusi
nasional. Kalau kita mengadakan persatuan yang bukan persatuan nasional
revolusioner, tidak bisa kita menyelesaikan revolusi nasional kita itu. Aku
hidup di dalam alam persatuan ini, aku gandrung kepada persatuan ini, maka
oleh karena itulah, jikalau aku sekarang sebagai Presiden Republik lndonesia
berbicara di hadapan Saudara-saudara, resmi sebagai Presiden Republik
lndonesia yang membentangkan kepada Saudara-saudara dasar negara, yang aku
sumpah di atasnya seba-gai Presiden. Di samping itu aku bergembira hati
diberi kesempatan oleh Allah s.w.t. sebagai warga negara biasa membicarakan
hal dasar--dasar negara mI.

Di dalam pidato 17 Agustus 1955 aku menganjurkan pula Panca Dharma. Apa inti
dari Panca Dharma? Tak lain dan tak bukan ialah inti itu keluar dari jiwa
Pancasila. Tidakkah Panca Dharma lima?

Pertama, persatuan. Kedua, yang merusak persatuan yaitu yang mengacau-ngacau
keamanan ini harus kita lenyapkan. Nomor tiga, pembangunan, pembangunan,
pemba-ngunan! Keempat, lrian Barat. Kelima, pemilihan umum. Pemilihan umum
pada intinya ialah persatuan. Segenap bangsa Indonesia yang 80 juta ini-yang
sudah dewasa 43 juta-diminta mengeluarkan suaranya dengan cara bebas, dalam
alam suasana persaudaraan. Mari kita sekarang dengan tenang dalam suasana
persaudaraan bangsa mengemukakan suara kita. Jiwa dari pemilihan umum adalah
persatuan!

Pembangunan juga tidak bisa selesai zonder persatuan. Dapatkah engkau
membangun ekonomi Indonesia dengan tidak persatuan? Tahukah engkau bahwa
Indonesia ini ekonomi yang sebenarnya satu unit, satu kesatuan yang
besar-yang jikalau satu daerah dikeluarkan, kocar-kacir ekonomi kita itu.
Dan kita menyusun satu ekonomi kolonial, ekonomi imperialis? Tidak! Di dalam
Undang-Undang Dasar kita


PANCASILA BUNG KARNO


sebutkan dengan tegas bukan ekonomi untuk membikin gendutnya perutnya satu
dua orang. Tetapi ekonomi yang membikin sejahteranya segenap rakyat. Inilah
dasar, inti jiwa daripada Undang-Undang Dasar kita, meskipun Undang-Undang
Dasar yang dinamakan sementara.

Satu ekonomi nasional yang menjamin semua bangsa Indonesia, hidup sejahtera,
layak, makmur. Bukan ekonomi yang membikin gendut orang satu. Tetapi ekonomi
sama-rata, sama-rasa. Satu ekonomi yang mengandung jaminan kehidupan yang
baik buat semua, di dalam suasana kesatuan dan persatuan.

Pengacau keamanan -bahwa itu memecah kepada persatuan, merugikan kepada
rakyat- perlukan masih kuuraikan? Tidak!

Irian Barat. Sebab apa Saudara-saudara menuntut Irian Barat?

Mungkin Saudara beragama Islam, di sana rakyatnya bukan Islam, lho! Kenapa
Saudara menuntut Irian Barat supaya masuk di dalam wilayah kekuasaan
Republik Indonesia? Saudara akan menjawab: "Aku menuntut lrian Barat kembali
ke dalam wilayah Republik Indonesia oleh karena Irian Barat adalah sebagian
dari tanah air Indonesia, oleh karena suku Irian Barat adalah sebagian dari
bangsa Indonesia seluruhnya. "

Lho, kenapa saudara menuntut lrian Barat kembali kepada kekuasaan
Republik? Saudara akan menjawab: "Aku menuntut Irian Barat kembali ke dalam
wilayah kekuasaan Republik Indonesia oleh karena bangsa kita adalah satu
dari Sabang sampai ke Merauke".

Jadi dasarnya ialah persatuan bangsa. Maka oleh karena itu -aku sekali lagi
menganjurkan kepada segenap rakyat Indonesia, terutama sekali di hadapan
pemilihan umum ini- ingat kepada persatuan. Ingat kepada persatuan! Bangsa
Indonesia adalah selalu kukatakan bukan bangsa yang kecil, jumlahnya 80
juta. Lebih besar daripada bangsa yang lain-lainnya.

Aku telah-alhamduli11ah-me1awat ke Mesir, keArabia, ke India, ke Karachi, ke
Pakistan, ke Sailan, ke Rangoon dan sebagainya, kecuali ke Eropa dan
Amerika. Aku melihat bangsa kita potensinya hebat-hebat. Tidak ada satu
tanah air dari sesuatu bangsa yang lebih hebat daripada tanah air Indonesia.
Tidak ada satu bangsa yang lebih seragam ­sebenamya jikalau mau-dari bangsa
Indonesia. Tidak ada satu tanah air yang lebih indah dari bangsa Indonesia.
Jumlahnya pun tidak sedikit 80 juta. Lebih dari bangsa yang lain!


65


PANCASILA BUNG KARNO


Ya, kita kalah dengan Amerika Serikat jumlah bangsa kita ini.

Kalah dengan USSR (Sovyet Uni) jumlahnya bangsa kita ini. Kalah dengan
Tiongkok jumlah bangsa kita. Kalah dengan India jumlah bangsa kita. Tetapi
di samping yang empat ini, Saudara-saudara, tidak ada lagi yang mengalahkan
kita. Ada yang memadai kita jumlah rakyatnya, yaitu Jepang. Tetapi yang
lain-lain, semuanya kurang dari kita. Mesir yang Bapak tempo hari kunjungi
dan yang Bapak melihat semangatnya meluap-luap, berapa jumlah mereka? Mesir
yang Bapak lihat-mereka membangun, membuat dam--dam yang besar, membuat
jalan-jalan yang besar-jumlah mereka berapa? Mesir-yang membangun pula
tentara, tentara yang hebat, membangun angkatan udara yang aku melihat
pesawat-pesawat udara yang terbang di angkasa, Saudara-saudara ­berapa
jumlah mereka? Duapuluh tiga juta - kita 80 juta. Aku datang di Saudi
Arabia, berapa jumlah rakyat Saudi Arabia? Enam juta - kita 80 juta!

Aku datang di Bangkok, disambut oleh Perdana Menteri Phibul Songgram.
Tahukah engkau rakyat Thailand jumlahnya? Duapuluh juta-kita 80 juta. Kita
bangsa yang 80 juta bukan bangsa yang kecil. Kalau kita bersatu-kataku
berkali-kali-jikalau kita 80 juta bersatu­padu di dalam kesatuan nasional
revolusioner, tidak ada satu cita-cita yang tidak terlaksana oleh kita.


Sekian sajalah, amanat Bapak.


Sumber: PANCASILA BUNG KARNO, (Himpunan pidato, ceramah, kursus dan
kuliah), Penerbit PAKSI BHINEKA TUNGGAL IKA, Jakarta, 2005.*

DISIARKAN ULANG:  MD Kartaprawira, Nederland 01 Juni 2009.*
                                      INDONESIA BERJUANG, 01 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar