Selasa, 31 Mei 2011

PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA (I)


BUNG KARNO:

PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA (I)

Kursus ke-2 Tentang Pancasila Tanggal 16 Juni 1958 di Istana Negara


Saudara-saudara sekalian,

Di dalam kursus saya yang pertama sebagai pendahuluan, saya terangkan kepada
Saudara-saudara, bahwa perjuangan rakyat Indonesia untuk menumbangkan
imperialisme tidak boleh lain dari pada bersifat mempersatukan segenap
tenaga-tenaga revolusioner yang ada di masyarakat kita. Saya jelaskan pada
waktu itu sebabnya. Sebabnya ialah bahwa kita berhadapan dengan imperialisme
Belanda, yang berlainan sifat daripada misalnya imperialisme Inggris.
Manakala imperialisme Inggris adalah terutama sekali satu imperialisme
perdagangan -- yang saya maksudkan ialah imperialisme Inggris yang datang di
India -- maka imperialisme Belanda yang datang di Indonesia, terutama sekali
adalah satu imperialisme daripada finanz-kapitaal. Finanz-kapitaal yaitu
kapital yang ditanamkan di sesuatu tempat berupa perusahaan-perusahaan.

oleh karena finanz-kapitaal Belanda ini membutuhkan buruh murah, sewa
tanah murah, maka akibat dari finanz-kapitaal di Indonesia ialah
pauverisering(1)dari rakyat Indonesia. Dan oleh karena rakyat
Indonesia sesudah berjalannya finanz-kapitaal ini berpuluh-puluh tahun
menjadi satu rakyat yang di segala lapangan verpauveriseerd.(2) Tadi saya
terangkan kepada Saudara-saudara, untuk mencakup begrip "semua rakyat yang
verpauveriseerd" ini saya telah mempergunakan istilah Marhaen. Saya
ulangi: oleh karena akibat daripada finanz-kapitaal ini ialah bahwa rakyat
Indonesia ini di segala lapangan verpauveriseerd menjadi rakyat Marhaen,
di segala lapangan -- baik lapangan proletar maupun lapangan yang tidak
proletar -- maka untuk menumbangkan imperialisme Belanda

1 Proses kemelaratan (bhs. Belanda).2  Dimelaratkan (bhs. Belanda).

itu kita harus memakai jalan lain daripada misalnya rakyat India
memperjuangkan kemerdekaannya. Rakyat India masih memiliki satu nationale
bourgeoisie,(3) bahkan pada pertengahan atau bagian kedua dari abad ke-l9,
borjuasi nasional India ini hendak naik benar- benar, sehingga nationale
bourgeoisie India inilah sebenarnya yang menjadi tenaga motoris dari
gerakan rakyat India menentang imperialisme Inggris itu, berwujud
gerakan swadesi di lapangan ekonomi dan di lapangan politik gerakan satyagraha.

Kita yang segenap zamanpre – atau pra-imperialis memiliki
bibit­bibit nationale bourgeoisie, tetapi yang oleh proses imperialis di segala lapangan
verpauveriseerd sehingga menjadi rakyat Marhaen, kita tak dapat menjalankan cara perjuangan
sebagai yang dijalankan oleh rakyat India itu. Maka boodschap(4) kepada
kita, ialah memper­satukan segenap tenaga revolusioner yang ada di dalam
rakyat Indonesia yang verpauveriseerd itu, baik yang proletar maupun yang
bukan proletar. Sehingga boodschap perjuangan kita di Indonesia
ialah boodschap persatuan. Hal itu sudah saya terangkan kepada Saudara­saudara pada kursus
saya yang pertama. Dan memang dengan menyelenggarakan persatuan dari segenap
tenaga revolusioner itulah akhirnya kita pada tanggal 17 Agustus 1945 dapat
mengadakan proklamasi kita dan juga dengan persatuan itu kita dapat
memper­tahankan proklamasi itu. Hanya di waktu-waktu yang sekarang ini
persatuan itu terganggu sehingga sewajibnya kita berikhtiar lagi untuk
memperbaiki lagi keretakan-keretakan di dalam tubuhnya bangsa Indonesia itu.

Mempersatukan segenap tenaga revolusioner -- dan arti perkataan revolusioner
pun di dalam kursus yang pertama sudah saya jeiaskan kepada Saudara-saudara.
Saya ulangi dengan singkat: untuk bersifat revo1usioner tak perlu dari
golongan proletar, tak perlu dari golongan demokrasi formil, tak perlu dari
golongan sosialis-sosialis dalam arti yang luas -- revolusioner adalah
tiap-tiap orang yang progresif menghantam kepada impe-rialisme. Revolusioner
adalah tiap-tiap orang yang hendak mengakhiri kolonialisme dan hendak
mengadakan kemerdekaan nasional. Oleh karena itu adalah progresinya sejarah.


3 Bojuasi nasional.

• Pesan, amanat (bhs. Belanda).


114


Tidak perlu seorang proletar, sebab yang bukan proletar bisa juga
revolusioner. Sebaliknya ada contoh proletar tidak revolusioner. Tidak perlu
demokrasi formil, sebab orang yang tidak berdemokrasi formil bisa
revolusioner. Tidak perlu berangan-angan atau dari golongan sosialis dalam
arti yang luas, sebab ada yang sosialis tetapi tidak revolusioner. Ada yang
bukan sosialis tetapi revolusioner, sosialis dalam arti yang luas. Di dalam
kursus saya yang pertama, hal ini telah saya kemukakan kepada
Saudara-saudara.

Tapi sosialis -- seperti waktu saya membuat kuliah di Yogyakarta saya
terangkan-bahwa perkataan sosialisme saya ambil dalam arti nama
kumpulan, verzamelnaam,
dari semua aliran-aliran yang menghendaki masyarakat sama-rasa sama-rata.
Dus ya sosialis demokrat, ya anarchist, ya komunis, ya utopist socialist,
ya religieus socialist. Semuanya saya cakup dengan satu perkataan:
sosialis.

Saudara-saudara, konklusi dari kursus saya yang pertama tadi, sudah saya
katakan: boodschap yang diberikan sejarah kepada kita ialah persatuan,
mempersatukan segenap tenaga. Bukan saja untuk menumbangkan imperialisme,
tetapi juga untuk mempertahankan negara yang kita dirikan dan yang hendak
ditumbangkan kembali oleh imperialisme itu.

Maka berhubung dengan itulah, timbul pertanyaan kepada segenap rakyat
Indonesia, tatkala rakyat Indonesia hendak mengadakan kemerdekaan nasional,
apakah negara yang hendak didirikan itu harus diberi satu dasar yang di atas
dasar itu segenap rakyat Indonesia dipersatupadukan, apa tidak. Dan jawabnya
ialah: ya, perlu dasar yang dernikian itu, dasar pemersatu dari segenap
rakyat Indonesia. Sehingga --sebagai Saudara-saudara ketahui -- soal dasar
ini menjadi pembicaraan di dalam sidang-sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang
bersidang sebelum kita mengadakan proklamasi, jadi pertengahan tahun 1945.
Dan di dalam salah satu sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai itulah
dianjurkan oleh onder- getekende(5) untuk memakai Pancasila sebagai dasar
negara yang akan kita adakan. Dan kemudian Pancasila ini diterima di dalam
Jakarta Charter. Kemudian sesudah kita mengadakan proklamasi, diterima oleh
sidang dari pemimpin pertama dari negara yang telah kita proklamirkan.

Yang bertanda tangan, maksudnya Bung Kamo.


115


Dasar negara yang kita butuhkan ialah pertama: harus satu dasar yang dapat
mempersatukan. Kedua: satu dasar yang memberi arah bagi perikehidupan negara
kita itu. Katakanlah dasar statis, di atas mana kita bisa hidup bersatu dan
dasar dinamis ke arah mana kita harus berjalan, juga sebagai negara.

Sebab apa yang dinamakan negara, Saudara-saudara? Negara adalah tak lebih
dan tak kurang dari satu organisasi, satu organisasi kekuasaan, satu
macht-organisatie.
Tentang hal negara ini banyak sekali teori-teori apa negara itu. Ada teori
yang mengatakan, negara adalah satu hal sudah semestinya terjadi.
Zonder maksud ini atau maksud itu, dengan sendirinya sesuatu bangsa mencapai
negara. Teori ini di dalam sejarah manusia nyata telah dibantah. Sebab di dalam sejarah
manusia sering sekali tampak bangsa-bangsa atau gerombolan-gerombolan
manusia yang berjumlah banyak hidup tanpa negara. Ambillah, misalnya,
kafilah-kafilah di Sentral Afrika. Mereka itu hidup, mencari makan, membuat
perumahan, hidup bersuami isteri, tetapi tiada ikatan yang dinamakan negara.

Ada juga yang berkata bahwa negara adalah penjelmaan dari ide yang luhur
sekali. Ya, ini masih harus ditanya, ide itu ide apa. Hegel, misalnya --
salah seorang ahli falsafah yang besar-berkata:

De staat of een staat is de tot werkelijkheid geworden idee.(6) Ya boleh
kita terima ini. Tetapi apa yang dinamakan ide -- de tot werkelijkheid
geworden idee -- ide yang terjelma? lni masih diminta jawaban lagi apa yang
dinamakan ide Hegel.

Saya sendiri berpendirian bahwa negara itu tak lain tak bukan ialah
sebenarnya satu organisasi. Dan tegasnya, satu organisasi kekuasaan.
Satu machts-organisatie.
Kita bisa mengadakan organisasi partai. Dan partai itu dipimpin oleh
segolongan manusia yang dinamakan dewan pimpinan. Demikian pula kita bisa
mengadakan organisasi dari seluruh manusia di dalam lingkungan bangsa yang
bernama negara. Dan negara ini dipimpin oleh segolongan manusia yang
dinamakan pemerintah. Pada hakekatnya tiada per-bedaan antara dua hal ini.
Partai dengan ia punya dewan pimpinan, negara dengan ia punya pemerintah.


6 Negara atau sebuah negara adalah ide yang terjelma.


116


Pada hakekatnya partai mempunyai statuten(7), negara memakai Undang-Undang
Dasar. Partai mempunyai peraturan-peraturan rumah tangga, negara mempu-nyai
organieke wetten, hukum-hukum organik. Pada hakekatnya --basically, kata
orang Inggris -- tidak ada perbedaan di antara dua ini.

Keterangan Karl Marx lebih lanjut lagi dari ini. Negara adalah satu
organisasi kekuasaan --kata Karl Marx - -macht-organisatie. Bahkan
satu macht-organisatie
dari sesuatu kelas untuk mempertahankan dirinya terhadap lain kelas. Karl
Marx berkata, bahwa di dalam sejarah dunia ini selalu ada dua kelas yang
bertentangan satu sama lain. Di dalam sejarah manusia, selalu ada dua kelas
yang bertentangan satu sama lain. Ada kelas feodal yang bertentangan dengan
kelas horigen,(8) yaitu rakyat jelata yang ditindas oleh feodalisme itu.
Sekarang ada kelas kapitalis dan kelas proletar. Selalu ada dua kelas. Maka
-- kata Marx -- negara adalah satu machts-organisatie di dalam tangannya
salah satu kelas ini untuk menindas kelas yang lain. Di dalam zaman feodal
negara adalah satu machts-organisatie di dalam tangannya kaum bangsawan
untuk menindas kaum horigen. Di dalam zaman kapitalisme negara
adalah machts-organisatie
di dalam tangannya kaum kapitalis untuk menindas kaum proletar. Ditindas,
artinya untuk menjalankan sesuatu yang cocok dengan kepentingan kelas
kapitalis ini, tetapi tidak cocok dengan kepentingan kaum proletar.

Teori ini ditarik terus oleh Marx. Jikalau nanti ada revolusi, kapitalis ini
dengan alat kekuasaannya yang bernama negara, bertentangan dengan kaum
proletar. Karena mereka itu mengorganisasikan dirinya-dengan
semboyannya, "Proletaries aller landen, verenigt U"(9) --mengorganisasikan
dirinya, akhirnya dapat merebut negara atau alat kekuasaan yang tadinya di
dalam tangan kaum kapitalis ini. Jikalau revolusi demikian itu telah terjadi, maka alat
kekuasaan yang tadinya di dalam tangan kaum kapitalis­ yaitu negara --
terebut oleh kelas proletar dan kelas proletarlah yang memegang alat kekuaan
yang dinamakan negara ini.


7 Anggaran dasar (bhs. Belanda).

8 Berasal dari *horige *(hhs. Belanda), yang berarti orang yang tidak bebas.
9 Kaum proletar dari seluruh dunia, bersatulah!


117


Sesudah sesuatu revolusi sosial ini terjadi, alat kekuasaan yang
dinamakan negara jatuh di dalam negara kaum proletar. Maka berhubung dengan
itulah apa yang dinamakan diktatur-proletariat berjalan dan bukan berjalan
secara insidentil, tetapi berjalan secara historis, sebab negara adalah pada
hakekatnya alat kekuasaan di dalam tangan sesuatu kelas. Tadi di dalam
tangan kaum kapitalis, sesudah revolusi proletar, di dalam tangan kaum
proletar. Dan alat kekuasaan ini dipergunakan oleh kaum proletar untuk
menindas kaum kapitalis. Dus, sifat dari praktik alat kekuasaan yang
sekarang ini adalah diktatur proletar.

Nah, saya teruskan uraian mengenai Marx ini. Sesudah demikian bagaimana?
Sesudah dernikian, kelas kapitalis ini karena dialatkuasai oleh diktatur
proletar ini, makin lama makin lemah, makin lama makin surut, akhirnya
hilanglah kelas yang dinamakan kelas kapitalis. Tinggal kelas proletar itu.
Dan oleh karena tinggal hanya satu kelas, sebenarnya sudah tidak ada kelas
lagi. Orang bisa bicara tentang kelas jikalau masih ada perbedaan. Kelas I,
kelas II, kelas III, kelas VIII, kelas IX, karena ada perbedaan. Kalau
tinggal cuma satu, itu bukan kelas lagi. Nah, kalau tinggal proletar saja --
rakyat jelata saja, tidak ada kelas kapitalisnya -­itulah oleh Marx yang
dinamakan satu masyarakat tanpa kelas, satu klasseloze maatschappij.
Manusianya tetap ada, bahkan berkembang ­biak banyak. Tetapi masyarakat itu tidak
mempunyai kelas, klasseloos. Dan oleh karena klasseloos, maka masyarakat
itu menjadi staat-loos, l0 sebab --- saya ulangi lagi -- menurut teori
Karl Marx, negara adalah machts-organisatie di dalam tangan sesuatu kelas.

Jikalau kelas itu juga tidak ada, maka negara sebagai  machts­organisatie tidak
ada lagi. Maka menjadi satu masyarakat yang staatloos. Ini saya beri tahu
kepada Saudara-saudara, agar supaya Saudara-saudara mengerti istilah-istilah
di dalam ilmu Marxisme: klasseloze maatschappij dan staatloze
maatschappij. Dus tidak ada lagi sesuatu golongan yang harus di-onderdruk,
yang harus ditindas. Kalau ada dua kelas, ada satu golongan yang berkuasa
dan satu golongan yang harus ditindas. Kalau sudah staatloos dan klasseloos,
tidak ada lagi golongan yang harus ditindas. Fungsi negara hilang.


10 Tanpa negara (bhs. Belanda).


118


Fungsi negara sebagai alat kekuasaan hilang. Yang tinggal ialah fungsi
administratif dari manusia-manusia. Ada fungsi opseter, ada fungsi insinyur,
ada fungsi guru dan lain-Iain sebagainya, tetapi fungsi negara sebagai
machts-oganisatie, tidak ada lagi.

Saya beri penjelasan kepada Saudara-saudara tentang hal ini untuk mengerti,
bahwa tatkala kita concipieren(11) membentuk negara kita, kita harus
mengerti bahwa negara itu adalah suatu hal yang dinamis. Kalau Marx berkata:
ini adalah alat kekuasaan, maka tadi saya berkata: kita dalam mengadakan
negara itu harus dapat meletakkan negara itu atas suatu meja yang statis --
yang dapat mempersatukan segenap elemen di dalam bangsa itu -- tetapi juga
harus mempunyai tuntutan dinamis, ke arah mana kita gerakkan rakyat, bangsa
dan negara ini.

Saya beri uraian itu tadi agar Saudara-saudara mengerti bahwa bagi Republik
Indonesia, kita memerlukan satu dasar yang bisa menjadi dasar statis dan
yang bisa menjadi Leitstar dinamis. Leitstar; bintang pimpinan.

Nah, ini yang menjadi pertimbangan dari pemimpin-pemimpin kita dalam tahun
1945 -- dan sebagai tadi saya katakan-sesudah bicara-bicara, akhirnya pada
satu hari saya mengusulkan Pancasila, dan Pancasila itu diterima masuk dalam
Jakarta Charter, masuk dalam sidang pertama sesudah proklamasi. Jadi kalau
Saudara ingin mengerti Pancasila, lebih dulu harus mengerti ini: meja
statis, Leitstar dinamis.

Kecuali itu kita sekarang lantas masuk kepada persoalan elemen­elemen apa
yang harus dimasukkan di dalam meja statis atau Leitstar dinamis ini.
Kenapa Pancasila? Mungkin Dasasila, atau Catursila, atau Trisila atau
Saptasila. Kenapa justru lima ini? Bukan kok lima jumlahnya, tetapi justru
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat dan
Keadilan Sosial. Kenapa tidak tambah lagi, atau dikurangi lagi beberapa.
Kenapa justru kok lima macam ini.


11 Merencanakan (bhs. Belanda).


119


(Arsip – K.Prawira: BUNG KARNO “PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA”,
PANCASILA BUNG KARNO, Paksi Bhineka Tunggal Ika, 2005, hal. 113-119)
DISIARKAN ULANG: MD Kartaprawira, Nederland 06 Juni 2009
                                      INDONESIA BERJUANG, 01 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar