Rabu, 25 Mei 2011

ARSIP TULISAN APRIL 2006

ARSIP TULISAN APRIL 2006

TUESDAY, APRIL 04, 2006
Kwik Kian Gie: Menggagas Angket Cerdas
Kolom Kwik Kian Gie
Menggagas Angket Cerdas

Rakyat Merdeka, Selasa, 04 April 2006

ANGKET dan interpelasi termasuk hak dasar DPR untuk mengetahui ikhwal masalah-masalah maha penting sampai ke akar-akarnya. Mengingat bahwa—dapat dipastikan—Presiden juga banyak tidak tahu tentang permasalahan maha besar dalam bidang perminyakan kita, mestinya beliau sangat berkepentingan atas produk angket. Itu kalau baik DPR maupun Presiden orientasinya memang membela rakyat banyak.

Hendaknya DPR tidak akan menggunakan temuannya dalam interpelasi dan angket untuk menjatuhkan Presiden. Sebaliknya dengan temuan-temuannya DPR bersama-sama dengan Presiden mencari jalan terbaik bagaimana menggunakan aset negara yang begitu strategis untuk kesejahteraan rakyat banyak. Dengan demikian, wawasan yang hendak diangket juga jangan terbatas pada Blok Cepu saja.

Banyak sekali pertanyaan dan teka-teki dalam bidang perminyakan kita. Buat Indonesia minyak adalah kekayaan mineral yang sangat penting, strategis dan sebenarnya bisa menjadi pendorong buat pembangunan dalam semua bidang.

Maka dengan segala kekurangannya, Ibnu Sutowo pernah mempunyai gagasan menggunakan minyak sebagai agent of development dalam segala bidang. Dalam bidang keuangan Pak Ibnu kurang hati-hati, karena memakai demikian besarnya utang jangka pendek untuk pembiayaan jangka panjang.

Lawannya adalah kelompok yang tidak mengerti strategi. Para teknokrat itu menjatuhkan Pak Ibnu atas alasan teknokratik. Boleh, tetapi setelah beliau jatuh, pikiran tentang strategi besarnya jangan terus dibasmi sampai tuntas dong!

Relevansi yang lebih besar dari Blok Cepu ialah ketika Gus Dur menjabat sebagai presiden, dan presiden direktur PT Pertamina dijabat Baihaki Hakim. Ketika itu Blok Cepu ingin dijadikan modal awal untuk merombak strategi dan arah perkembangan Pertamina. Setelah 60 tahun merdeka, minyak yang pemanfaatannya dikerjakan oleh bangsa Indonesia sendiri hanya 8 persen. Yang 92 persen dikerjakan oleh puluhan perusahaan minyak asing. Formulanya memang sudah lama baku, yaitu 85 persen untuk bangsa Indonesia dan 15 persen untuk kontraktor asing.

Tapi nyatanya ada dokumen di tangan saya yang berisi angka-angka perencanaan untuk tahun 2005. Diperkirakan produksi per hari sebesar 1,125 juta barrel. Dari jumlah itu, bagian Pemerintah dan Pertamina sebesar 663.500 barrel atau 58,98 persen. Sisanya adalah bagian untuk Kontraktor Asing, yakni sebesar 461.500 barrel atau 41,02 persen.

Katanya, pembagian itu karena semua biaya eksplorasi yang pernah dikeluarkan oleh kontraktor asing harus dibayar terlebih dahulu. Ini dikenal dengan istilah cost recovery. Tetapi kok sampai tahun 2006 tidak habis-habis? Ini yang perlu diangket sampai pada akar-akarnya.

Dari Bagian Pemerintah dan Pertamina yang sebesar 663.500 barrel per hari itu, yang dipergunakan untuk mengisi kilang minyak Pertamina sebanyak 563.200 barrel. Sementara sebanyak 33.300 barrel diekspor oleh BP Migas, dan sisanya sebanyak 67.000 barrel diekspor dengan sebutan export exchange.

Apa arti export exchange dan siapa yang akan mengeskpor, tidak jelas. Lalu, hasil perolehan dari aktivitas ekspor 67.000 barrel itu dapat dilihat di pembukuan siapa? Di pembukuan Departemen Keuangan, atau pembukuan Pertamina? Juga tidak jelas. Sebab itu, ini yang perlu diangket sampai akar-akarnya.

Kapasitas kilang minyak Indonesia sebesar 966.000 barrel per hari. Bagian Indonesia yang sebanyak 663.500 barrel per hari sudah tentu tidak cukup untuk mengisi kilang. Tetapi, walau tidak cukup dan minus, toh diekspor sebanyak 33.300 barrel oleh BP Migas, dan diekspor dengan sebutam export exchange tadi sebesar 67.000. Sisanya, hanya sebanyak 563.200 barrel per hari. Jelas semakin tak cukup.

Kilang kekurangan 403.700 barrel. Bagaimana cara mengisinya? Begini, “Beli dari KPS Exchange" sebanyak 47.100 barrel, “Impor Term Kontrak" sebanyak 240.000 barrel, dan “Impor Spot Tender” sebanyak 116.600 barrel. Lucu, sudah kekurangan, tapi toh diekspor, dan kemudian kekurangannya diimpor lagi.

Katanya, hasil eksplorasi dengan kualitas bagus diekspor, dibelikan kualitas rendah untuk mengisi kilang. Maka dapat laba. Tapi seorang ahli statistik dapat menunjukkan kepada saya bahwa hasil perolehan ekspor lebih kecil dari uang yang dipakai untuk impor, dengan kuantitas yang sama. Ini yang harus diangket.

Interpelasi dan angket bisa menghapus sangat banyak rumor negatif tentang pengelolaan minyak kita, kalau segala sesuatunya memang betul bersih dan jujur.
posted by Indonesia Berjuang @ 2:52 AM 0 comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar