Senin, 30 Mei 2011

PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA (IV)

*BUNG KARNO:*
*PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA  (IV)*

*Kursus ke-2 Tentang Pancasila Tanggal 16 Juni 1958 di Istana Negara**


Tadi saya menandaskan kepada Saudara-saudara, cara hidup manusia
mempengaruhi alam pikirannya. Juga mempengaruhi alam persembahannya --
kalau boleh saya pakai perkataan ini. Tatkala ia masih hidup di dalam hutan,
di dalam gua-gua, apa yang ia sembah? Pada waktu malam gelap gulita di
dalam hutan, ia hidup di dalam alam yang gelap, penuh dengan ketakutan. la
melihat bulan dan bintang-bintang. la sembah bulan dan bintang-bintang itu.
Pada waktu hujan lebat, ia takut kepada petir, laksana petir itu
menyambamya. Ia menyembah pada petir. la menyembah kepada sungai, yang memberi ikan
kepadanya. Ia menyembah kepada pohon yang rindang yang ia bisa bemaung
di bawahnya. la menyembah kepada awan yang berarak. la menyembah kepada
matahari yang memberi cahaya cemerlang pada siang hari. la menyembah
keada barang-barang yang demikian itu. Itulah Tuhannya pada waktu itu.
Berupa gunung yang mengeluarkan api, berupa bulan, berupa bintang, berupa
matahari.
Ia punya Tuhan. Saya tidak mengatakan itu Tuhan yang tepat, tetapi ia punya Tuhan pada
waktu itu. Dan ini zaman tidak sebentar, lama sekali. Tuhannya yang berupa
guntur dan petir, ia *materialisir, *ia materikan. Ia mendengar guntur yang
menggeludug. Apa itu? "0, itu Thor, yang turun dari satu mega ke lain
mega.
Tiap-tiap kaki mengenai satu mega, keluar suara." Kalau ia mendengar
guntur menggeledek itu, "Thor sedang berjalan" --"Thor sedang naik kuda, yang
berlompat dari satu awan ke lain awan". Ia menyembah sungai yang
memberi makan kepadanya. Sebagai di alam India yang dahulu, orang masih
mengagungkan sungai. Sungai Gangga misalnya -- Bengawan Silu­gangga, kata orang
Jawa. Sungai Gangga itu asalnya dari zaman *baheula.* Ia menyembah sungai,
menyembah petir, menyembah batu. Di dalam Bhagawad Gita diceriterakan, pada
hakekatnya yang harus kita kenal dan kita hormati bukan batunya itu, tetapi dia punya
jiwa yang menyembah. Di dalam Bhagawad Gita, Kresna berkata kepada Arjuna:
"Kau kenal aku. Aku *is **Ik. *Aku adalah hidup, aku adalah  angin.
 Aku tiada mula tiada akhir, aku ada di dalam geloranya air samudra
yang membanting di pantai." Itu juga disembah.
Sang manusia zaman dulu -- fase pertama itu -- kalau samudra sedang
menggelora, membanting di pantai, menekukkan lututnya,
133

menyembah sebagaimana orang Jawa pantai selatan dulu kalau mendengarkan *Lautan
Kidul *sedang menggelora, berkata: *'Lampor(33), lampor!" *Manusia Jawa
zaman dahulu, menyembah Lautan Selatan.
Saya kembali kepada Bhagawad Gita. Bhagawad Gita berkata: "Aku ada di dalam
geloranya air laut yang membanting di pantai. Aku ada di dalam sepoinya
angin yang sedang meniup. Aku ada di dalam batu yang engkau sembah. Aku ada
di dalam awan yang berarak. Aku ada di dalam api, aku di dalam panasnya api.
Aku ada di dalam bulan, aku ada di dalam sinamya bulan. Aku di dalam
senyumnya sang gadis yang cantik. Aku yang tiada mula tiada akhir."
Bhagawad Gita menegaskan bahwa jiwa manusia sejak dari zaman dulu itu ada
yang disembah. Tapi yang disembah itulah yang berubah­ubah. Zat yang ia
sembah, yang ia tidak kenal, di dalam zaman fase pertama berupa pohon,
berupa petir, berupa air laut, berupa sungai, sampai dimaterialisir: Thor,
dewa dari *donder. *(34)
*Notabene,(35) *Saudara-saudara, kita punya perkataan guntur. Nama Guntur
itu *universil, *Saudara-saudara. Di daerah Skandi-navia dewa langit
dinamakan Thor. Geluduk, guruh, petir itu, orang Skandinavia zaman dulu
mengatakan Kung Thor, King Thor, Raja Thor. Perkataan Kung Thor itu sama
dengan kita punya perkataan guntur. Ini karena pada hakekatnya manusia di
dunia itu adalah satu, *mandkind is one­ -- *manusia itu satu sebetulnya.
Yang berbeda-beda itu warna kulitnya. *The same under the *skin -- kata
orang Amerika -- di bawah kulit sama saja. Kalimat itu pernah diucapkan
pula, disitir oleh Presiden Eisenhouwer.
Fase pertama itu, Tuhan manusia. Saya ulangi, bukan Tuhan yang
sebenamya, ang tepat. Dia punya *begrip *itu, manusia mengira Tuhan guntur,
Tuhan air sungai, Tuhan angin. Contoh dari *restan-restan *kepercayaan ini tadi
saya sebutkan. Di India orang masih menyembah Sungai Gangga. Di Jawa,
*lampor. *Zaman dulu orang Yogyakarta kalau ada angin dari selatan meniup: *"Lampor,
lampor, lainpor!" *Bahkan di kota Yogyakarta orang pasang lentera di luar
rumah.

33 Suara gaduh dari angin, menurut kepercayaan suara orang halus (bhs.
Jawa). 34 Guntur (bhs. Belanda).
35 Perhatikan (bhs. Belanda).

134

Fase kedua, manusia hidup dari peternakan. Pindah bentuknya ia punya
Tuhan, terutama sekali berupa binatang. Oleh karena binatanglah yang memberi
susu, daging, kulit kepadanya, oleh karena hidupnya sebagian besar
tergantung kepada binatang. Ia punya Tuhan lantas dirupakan binatang. Ia malahan
mengatakan kepada orang yang masih menyembah batu: "Masak batu
disembah, pohon disembah, sungai disembah. lni Tuhan yang betul, berupa
binatang." Bangsa Mesir zaman dulu menyembah binatang, sapi yang bernama Apis,
atau burung yang bernama Osiris. Bahkan di India sampai sekarang masih ada
*restan *penyembahan binatang. Di daerah yang masih memegang adat kuno, jika
Saudara mengganggu seekor sapi, Saudara dibunuh. Sapi adalah binatang keramat.
Begitu keramatnya sampai tahi sapi dikeramatkan. Bukan saja sapi boleh
masuk toko, masuk di mana-mana. Orang India yang masih kolot sakit,
misalnya, minta tahi sapi yang masih hangat dicampur air, dan airnya dipercikkan
kepada orang yang sakit. Wanita India yang masih kolot, tiap pagi
sebelum membuat api untuk membuat roti bakar, sekeliling dapurnya disiram
dengan air tahi sapi. Ya, oleh karena dia anggap ini keramat, pagar penolak
segala bahaya. Ini adalah *restan *dari zaman manusia yang masih hidup
terutama sekali di alam peternakan.
Tingkat ketiga, manusia hidup dari pertanian. Pindah, Saudara­saudara,
dia punya *begrip *dari Tuhan itu kepada sesuatu zat yang menguasai
pertanian. Timbul Dewi Laksmi, timbul Dewi Sri, timbul Saripohaci di tanah
Pasundan. Dewi-dewi yang memberkati pertanian. Sebab pertanian adalah satu
*onzekerefactor,(36)
*tergantung dari iklim, tergantung kepada kering atau hujan,
tergantung dari
banyak hal. Kalau orang tani sudah menanam tanamannya, tidak lain ia
lantas memohon. Ini adalah salah satu corak dari tiap bangsa agraris. Tentu
ia hidup di dalam alam -- kata-karilah keagamaan, ketuhanan, religius --
tiap-tiap bangsa agraris, oleh karena segala sesuatu tergantung kepada
*onzekere factoren, *yang mengenai iklim. Sesudah ditanam padinya, kalau untung,
bisa memiliki hasilnya. Kalau kebanyakan hujan, mati tanamannya. Oleh
karena itu ia memohon. Nah, Tuhannya itu lantas dibentukkan sesuatu yang
berhubungan dengan pertanian: Dewi Sri, Dewi Laksmi,
36 Faktor yang tak pasti (bhs. Belanda).

135
Saripohaci, *godinnen van de landbouw.(37) *Malahan dibentukkan manusia.
Tetapi di dalam alam pertama, tidak selalu dibentukkan manusia: pohon ya
pohon, kayu ya kayu yang disembah. Sungai ya sungai yang disembah, belum
dibentukkan manusia. Di dalam alam kedua, peternakan juga belum dibentukkan
manusia. Sapi ya sapi, buaya ya buaya. Buaya disembah di alam Mesir yang
dulu, coba lihat lukisan-Iukisan Mesir dulu! Pelanduk ya pelanduk, ular ya ular.
Tetapi di dalam alam ketiga, bentuk "Tuhan" -- yang manusia sembah --
dibentukkan manusia. Dalam ilmu pengetahuan dinamakan *anthropromorph
--
anthropus *adalah manusia, *morph *adalah bentuk --berbentuk manusia.
Berbentuk Dewi Laksmi, manis. Coba lihat patung Sri, Dewi Laksmi,
manis. Di dalam pikiran, dewi-dewi ini, manis, *anthropromorph. *Demikianlah
perpindahan *begrip *manusia dari- Tuhan-nya. Batu pindah kepada sapi,
sapi pindah kepada *anthropus, *dewi.
Di dalam alam keempat, yang orang buat alat, siapa yang menjadi penentu dari
alam pembuatan alam itu? Penentunya ialah terutama sekali akal. Akal,
akallah yang melahirkan sabit, bajak, jarum. *Uitvindingen(38) *yang waktu
itu masih sangat primitif, tapi toh *uitvinding *dari akal.
Tuhan manusia di dalam taraf keempat ini, adalah terutama bersarang -- di
sini -- di akal. Yang tadinya berupa batu pindah berupa sapi, berupa dewi,
di dalam alam keempat itu menjadi gaib. Gaib artinya tidak bisa dilihat,
tidak bisa diraba. Tadinya masih bisa diraba: batu bisa diraba, sungai bisa,
sapi bisa, dewi bisa diraba. Malahan di zaman Yunani, diadakan kontes, tiap
tahun, siapa yang dijadikan dewi. Dan si manusia itu yang disembah.
Seorang gadis cantik didewikan, diadakan satu pemilihan di kalangan alim--
ulama zaman itu -- ini dewi! Salah satu contoh yang sampai sekarang masih
ada yaitu patung Aphrodite, buatan Praxiteles. Praxiteles seorang pembuat
patung yang pandai sekali, membuat patung wanita Aphrodite -- Dewi Asmara --
yang sampai sekarang kalau orang melihat patungnya itu, "Bukan main!"
Tetapi ia membuat patung itu dari apa? Modelnya apa, apakah ciptaan? Tidak.
37 Oewi-dewi pertanian (bhs. Belanda 38 Penemuan (bhs. Belanda).

136

Betul--betulan. Pada satu hari di tempatnya itu ada pemilihan Dewi
Asmara, seorang wanita yang cantik, dikeramatkan menjadi Dewi Asmara. Dan ahli
seniman ini membuat patung, modelnya, *dus, *benar-benar wanita itu,
materi, *zuiver mens(39) *dan ia namakan patung ini Aphrodite.
Alam keempat gaib. Tuhan dimasukkan di dalam alam gaib.
Tuhan di mana? Tidak kelihatan tidak bisa mata melihatnya. Tidak bisa
diraba, tidak bisa dilihat, gaib. Oleh karena akallah menjadi penentu dari
hidup manusia.

Fase yang terakhir, industrialisme. Di situ malahan lebih dari digaibkan.
Karena di situ manusia merasa dirinya -- atau sebagian dari manusia --
merasa dirinya Tuhan. Di dalam alam industrialisme itu apa yang tidak
bisa dibikin oleh manusia. Mau petir? Aku bisa bikin petir. Aku, aku, aku
bisa bikin petir. Menara yang tinggi, aku isi *electrisiteit(40) *sekian
milyun volt, aku buka dia punya *stroom­ -- *petir! Aku bisa membuat petir.
Mau apa? Mau suara dikirim ke Amerika? Aku bisa membuatnya. Mau hujan?
Sekarang ada pesawat-pesawat pembikin hujan. Mau *outer-space,(41)
*keluar dari alam ini? Aku bisa, aku akan menguasai bulan. Aku bisa, aku
kuasa! Tuhan, persetan! Tidak ada Tuhan itu. Lucunya di situ! Sebagian dari
manusia berkata: "Tuhan tidak ada!" Saudara-saudara bisa mengikuti analisa
ini? Batu atau pohon, pindah binatang, pindah dewi atau dewa, pindah ada Tuhan,
tetapi tidak bisa dilihat, gaib. Nomor lima, sebagian dari manusia ­*de
heersers van de industrie, de geleerden(42) -- banyak *yang berkata:
"Tidak ada Tuhan!" Hilang sama sekali *begrip *itu. Nah, ini bagaimana?
Saya menyelami rnasyarakat Indonesia, dan pada garis *besarnya
-- grootste gemene deler *dan *kleinste gemene veelvoud -- saya *melihat,
bahwa bangsa Indonesia percaya pada adanya satu zat yang baik, yaitu Tuhan.
Ada juga orang yang tidak percaya kepada Tuhan, tetapi -- sebagai
*grootste gemene deler, kleinste gemene veelvoud -- bangsa *Indonesia percaya
kepada Tuhan. Dan tadi saya berkata *het kan niet anders, *oleh karena
masyarakat  Indonesia pada

39 Benar.benar orang (bbs. Belanda). 40 Listrik (bhs. Belanda).
41 Angkasa lu ar (bhs. Inggris).
42 Orang yang rnenguasai industri, ka urn ilrnuwan.

137

dewasa ini sampai kepada penggalian-penggalian ke dalam, terutama
sekali masih hidup di dalam alam perpindahan keempat --- tiga keempat, dan
empat kelima -- sebagian besar masih agraris, dan tiap-tiap bangsa yang
agraris mempunyai kepercayaan. Sebagian hidup di dalam alam kerajinan. Tadi
pun saya terangkan, rakyat yang hidup di dalam alam *nijverheid, *pada garis
besarnya ercaya kepada Tuhan, bahkan Tuhan yang gaib. Sebagian kecil telah
hidup di alam alam industrialisme itu. Tetapi itu bukan lagi corak dari
keseluruhan ingkat masyarakat kita. Tingkat masyarakat kita pada saat sekarang
ini, er-utama sekali ialah sebagian agraris, sebagian *nijverheid, *dan
baru ita melangkah sedikit ke alam industrialisme.
Mengingat ini semua, *het kan niet anders *of kita ini harus satu rakyat
yg mempunyai kepercayaan. *Dus, *kalau aku memakai Ketuhanan sebagai
satu pngikat keseluruhan, tentu bisa diterima. Sebaliknya kalau saya tidak
memakai Ketuhanan ini sebagai satu alat pengikat salah satu elemen, dari meja statis
danLeitstar *dinamis itu, maka saya akan menghilangkan atau
embuang satu elemen yang *bindend(43), *bahkan masuk betul-betul di
dalam jiwanya bangsa   Indonesia.
Kalau Saudara tanya kepada saya *persoonlijk,*(44)  apakah Bung Karno
percaya kepada Tuhan? Ya, saya ini percaya dan tadi saya sudah berkata
saya  ini orang Islam. Bahkan saya betul-betul percaya kepada agama Islam.
Saya   percaya dengan adanya Tuhan. *Lho lha kok *manusia itu dulu menyembah
patung, sapi, dewa atau dewi, kemudian gaib, apa Tuhan itu berubah--
ubah?
Tidak! Bukan Tuhannya yang berubah-ubah. Zat ini tidak berubah-ubah,
tetapi  yang berubah­-ubah ialah *begrip *manusia. *Begrip *manusia itu yang
berubah-ubah, tergantung kepada fase hidupnya, cara hidupnya.
Tuhannya tetap ada, cuma dikira oleh manusia zaman itu, Tuhan itu beledek,
 atau   air laut yang bergelora. Atau suara burung di dalam malam gelap
gelita,   itu   dikira suara Tuhan. Demikian pula orang di dalam alam peternakan
mengira  bahwa Tuhan berupa sapi. Átau orang di dalam alam pertanian mengira
Tuhan berupa Dewi Sri
Di dalam  alam *nijverheid,*

43 Terikat (bhs. Belanda).
" Secara pribadi (bhs. Belanda).

orang memberikan mahligai kepada akal, ya Tuhan ada, tetapi tidak bisa
bilang, di mana. Dan orang yang sudah bisa memecahkan atom, ada yang
berkata: *Nonsens(45) *Tuhan, aku bisa membuat atom, aku bisa
menguasai
langit. Pengiraan manusia yang berubah, Tuhan-nya tetap.
Aku pernah memberi satu gambaran seekor gajah di dalam kuliah saya di
Candradimuka. Ada lima orang -- kelima-limanya buta dan belum pernah
melihat   gajah, karena butanya. Mereka datang pada seseorang yang mempunyai
gajah:
"He, kami lima orang kepingin tahu gajah." Boleh. Gajahnya besar
dikeluarkan  dari kandangnya. "Nah, ini gajah yang berdiri di muka Saudara-saudara.
Coba saudara A, kalau mau tahu gajah, peganglah gajah itu!" Si A maju ke
muka,  dpegangnya dan mendapat belalai gajah. Ditanya oleh yang punya gajah:
"Bung, bagaimana bentuk gajah?" Jawabnya, gajah itu seperti ular.
Padahal  dia hanya mendapat belalai. B maju ke muka dan ia meraba-raba mendapat
kaki  gajah. "Gajah itu kok begini, empuk, tetapi seperti pohon kelapa. " C
maju  ke muka, orangnya tinggi, pegang-pegang, dapat telinga gajah. "Ya,
gajah itu seperti daun keladi, Pak." Keempat, seorang agak kerdil, pegang-
pegang,  dapat ekor gajah. "Seperti pecut, cemeti." Nomor lima yang paling
kerdil,  maju ke muka, di bawahnya gajah. Tidak dapat pegang apa-apa. Mana
gajahnya?
Itu gajahnya, di atas Bung itu gajah. "0, gajah itu seperti hawa".
*Begrip *manusia kepada Tuhan juga demikian. Tadi seorang mengira
gajah seperti belalai, satu mengira tidak ada. Tetapi gajah, ada. Cuma
*begrip *manusia  yang berbeda-beda.
Nah, Saudara-saudara, demikian pula kalau saudara tanya kepada saya,
Tuhan bagi saya ada. Malahan bagi saya Tuhan adalah suatu *reeel iets(46)•
*Di dalam tiap-tiap saya sembahyang, saya bicara kepada Tuhan, dan saya
sering  minta  apa-apa kepada Tuhan dan Tuhan kasih kepada saya. Dan itu
memperkuat  kepercayaan saya, bahwa Tuhan itu ada. lni cerita *persoonlijk: *Saya
sering  pendapat peringatan dari Tuhan berupa impian. Kalau saya mimpi -- dan
mimpi  itu saya rasa, ini mimpi-mimpi betul -- biasanya keesokan harinya
teljadi.
Bagi lain orang, lain barangkàli terjadinya itu, lain bulan dan sebagainya.
45 Omong kosong (bbs. Belanda).
46 Sesuatu yang sungguh-sungguh (bhs. Belanda).

139

Bagi  saya -- praktik saya, kalau saya sudah mimpi dan saya merasa betul ini
bukan  impi-impian -- kontan keesokan harinya terjadi. Hal-hal yang semacam
itu  memberi keyakinan kepada saya bahwa Tuhan ada.
Bagaimana seluruh rakyat lndonesia pada garis besarnya? Kalau pada
garis  besarnya -- telah saya *gogo, *saya selami, sudah saya lihat secara
historis, sudah saya lihat dari sejarah keagamaan -- pada garis
besamya  rakyat Indonesia ini percaya kepada Tuhan. Bahkan Tuhan yang sebagai
yang  kita kenal di dalam agama, agama kita. Dan f*ormulering (47) *Tuhan
Yang  Maha Esa, bisa diterima oleh semua golongan agama di lndonesia ini.
Kalau kita mengecualikan elemen agama ini, kita membuang salah satu
elemen  yang bisa mempersatukan batin bangsa lndonesia dengan cara yang
semesra-mesranya. Kalau kita tidak memasukkan sila ini, kita
kehilangan  salah satu *Leitstar *yang utama, sebab kepercayaan kita kepada Tuhan
ini bahkan itulah yang menjadi *Leitstar *kita yang utama, untuk menjadi
satu  bangsa yang mengejar kebajikan, satu bangsa yang mengejar kebaikan.
Bukan  saja meja statis, tetapi juga *Leitstar *dinamis menuntut kepada kita
supaya  elemen Ketuhanan ini dimasukkan.
Dan itulah sebabnya maka di dalam Pancasila elemen Ketuhanan ini
dimasukkan  dengan nyata dan tegas.

47  Rumusan (bhs. Belanda).

140
*(Arsip – K.Prawira: BUNG KARNO “PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA”,
PANCASILA BUNG KARNO, *
*Paksi Bhineka Tunggal Ika, 2005, hal.133-140)*
*Disiarkan ulang:  MD Kartaprawira, Nederland 02 Juni 2009*
                               INDONESIA BERJUANG, 01 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar