Selasa, 31 Mei 2011

PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA (III)


*BUNG KARNO:*

*PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA  (III)*


*Kursus ke-2 Tentang Pancasila Tanggal 16 Juni 1958 di Istana Negara*



Datang saf lagi, saf zaman kita mengenal agama Islam, yang di dalam bidang 
politik berupa negara Demak Bintara, negara Pajang, negara Mataram kedua,
dan seterusnya. Datang saf lagi, saf yang kita kontak dengan Eropa, yaitu
saf imperialisme, yang di dalam bidang politiknya zaman hancur-leburnya
negara kita, hancur-leburnya perekonomian kita, bahkan kita menjadi rakyat
yang *verpauveriseerd. *

Jadi empat saf: saf pra-Hindu, saf Hindu, saf Islam, saf imperialis.Saya
lantas *gogo *- *gogo *itu seperti orang mencari ikan, di lubang kepiting --
sedalam-dalamnya sampai menembus zaman imperialis, menembus zaman
Islam, menembus zaman Hindu, masuk ke dalam zaman pra-Hindu.

Jadi, saya menolak perkataan bahwa kurang dalam penggalian saya. Dalam pada
saya menggali-gali, menyelami saf-saf ini, saban-saban saya bertemu dengan:
kali ini, ini yang menonjol, lain kali itu yang lebih menonjol. Lima hal
inilah: Ketuhanan, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan
Sosial. Saya lantas berkata, kalau ini saya pakai sebagai dasar statis dan *Leitstar
*dinamis, insya Allah, seluruh rakyat lndonesia bisa menerima, dan di atas
dasar meja statis dan *Leitstar *dinamis itu rakyat Indonesia seluruhnya
bisa bersatu-padu.

Ambil misalnya hal sila yang per-tama, Ketuhanan. Salah satu *karaktertrek
(26) *bangsa kita, corak, jiwa kita baik di zaman saf keempat, maupun saf
ketiga, saf kedua, saf kesatu, bahwa bangsa lndonesia selalu hidup di dalam
alam pemujaan dari sesuatu hal yang kepada hal itu ia menaruhkan segenap
harapannya, kepercayaannya. Bangsa Indonesia pada umumnya -- saya
*ulang-­*ulangi pada umumnya -- sebab sila-sila ini adalah *grootste gemene deler *dan
*kleinste gemene veelvoud (27) *

Jadi jangan kira tiap-tiap manusia Indonesia itu merasa ber­Ketuhanan, bahwa
tiap-tiap orang Indonesia berkobar-kobar rasa kebangsaan-nya, bahwa
tiap-tiap orang Indonesia menyala-nyala kalbunya dengan rasa kemanusiaan,
tiap orang Indonesia berkedaulatan rakyat, berkeadilan soaial. Tidak!
Tetapi sebagai 



26 Tabiat khas. (bhs. Belanda).
27 Istilah bhs. Belanda untuk Pembagi Persekutuan Terbesar dan
Kelipatan Persekutuan Terkecil.

Maksudnya: Hasil garis besar, sebagai keseluruhan

127

*Keseluruhan -- grootste gemene deler, kleinste gemene veelvoud ­*saya
menemukan lima corak ini. Ambillah *kleinste gemene veelvoud, grootste
gemene deler *itulah. *Het kan niet anders(28) *daripada itu, kalau kita
secara sosiologis sekarang ini meningkat ke taraf masyarakat Indonesia
di dalam pertumbuhan.

Saya dengan tegas mengatakan, ini kupasan sosiologis yang akan saya
berikan. Nanti saya akan tambahkan bukan hal-hal yang sosiologis, tetapi
kenyataan. Sosiologisnya bagaimana? *Het kan niet anders --  *tidak bisa lain --
bangsa Indonesia ini hidup di dalam alam Ketuhanan. Di sana ada tempat
permohonannya, tempat kepercayaan.

Mari lebih dahulu saya kupas secara sosiologis pertumbuhan masyarakat
manusia dari zaman dulu sampai zaman sekarang. Manusia zaman dulu
tidak sama dengan manusia zaman sekarang. Sekarang ada lampu listrik, 

ada sarung batik, ada kursi, ada selop, ada kacamata, ada kapal udara. 
Dulu tidak. Dulu manusia hidup di hutan-hutan, di gua­gua. Saya namakan itu fase
pertama dari kehidupan manusia di dunia ini. Fase dari kehidupan manusia sebagai
manusia. Sebab -- dan ini tidak saya bicarakan lebih lanjut -- apakah manusia
itu berada di dunia itu sudah menjadi manusia, apakah manusia itu hasil
dari evolusi. Saya cuma menceriterakan saja ada satu cabang ilmu
pengetahuan, bahwa manusia itu adalah hasil dari evolusi. Bahwa tidak manusia itu
begitu dilahirkan sudah satu manusia bemama Adam dan satu manusia bemama Eva,
kemudian dari dua ini tumbuh manusia-manusia lain, tetapi manusia itu
adalah hasil dari pertumbuhan. Mungkin uga dulu berupa *een cellige wezens --
sel *yang satu. Kemudian evolusi, menjadi *ongewervelde dieren.(29) *Evolusi,
menjadi semacam ikan-ikan. Evolusi lagi, binatang yang merayap, tetapi
mempunyai kaki. Evolusi lagi, menjadi binatang yang memanjat di atas pohon. Lama-
lama timbul yang dinamakan sayap. Lama-lama menjadi binatang yang bisa lari
yang meloncat seperti kera. Kera yang merangkak dengan empat kaki menjadi
berdiri di atas dua kaki.

Evolusi lagi, menjadi manusia yang seperti kita kenal sekarang ini.

Mula-mula hidup di dalam hutan dan gua. Evolusi, evolusi, menjadi manusia
sekarang. Proses ini makan waktu beratus-ratus ribu tahun:

28 Tidak bisa la in (bhs. Belanda).

29 Hewan tidak bertulang punggung (bhs. Belanda).

1?R

PANCASILA BUNG KARNO

Di tanah air kita sendiri pada satu ketika terdapat salah satu bukti dari
teori ini. Yaitu di dekat kota Ngawi, di desa Trinil, terdapat tulang-tulang
dari makhluk yang demikian ini.

Nyata makhluk manusia, tetapi bentuk masih setengah gorila, tetapi ia sudah
berjalan dengan dua kaki. Setengah monyet, tetapi sudah berrjalan dengan dua
kaki. Maka karena itu dinamakan *pithecanthropus erectus. Pithecus *itu
artinya monyet, *anthropus *artinya manusia. Tetapi ia berjalan dengan dua
kaki, *erectus. Pithecanthropus erectus *yang ditaksir menurut ilmu biologi,
batu yang membungkus tulang-tulang itu. Sebab tulang itu pada suatu hari
mungkin terbenam -- entah kena lahar, entah kena banjir, entah kena apa --
katakanlah dalam lumpur. Lumpur ini makin lama makin keras, makin
membatu, sehingga akhimya tulang ini terbungkus di dalam batu. Nah, ilmu
biologi, ilmu batu, menentukan umur batu ini 550 ribu tahun. Jadi lebih dari
setengah juta tahun. *Dus *tulang yang di dalam batu ini berasal dari zaman
paling sedikit setengah juta tahun yang lalu.

Saya tinggalkan pertikaian dalam hal ini, dan saya mulai dengan cerita bahwa
pada satu zaman manusia itu sudah sampai kepada tingkat berupa manusia.
Bukan lagi *pithecanthropus, *tetapi sudah *anthropus *yang penuh.
Cuma hidupnya dalam gua. ltu fase pertama hidup dalam gua, mencari
penghidupan dengan memburu dan mencari ikan. Memburunya bukan dengan senjata
Màuser atau Lee & Field. Tidak! Tetapi zaman dahulu dengan batu dan sepotong kayu.
Cara hidupnya ini adalah penting sekali. Alam pikiran manusia di segala
zaman itu dipengaruhi oleh cara hidupnya, oleh cara ia mencari makan dan minum.
Pegang ini, dan jangan lupa akan *stelling(30) *ini: cara manusia mencari
makan dan minum, mencari hidup, mempertahankan hidup, memelihara hidupnya, ini
adalah penting sekali. Ia mempengaruhi alam pikirannya. Tingkat yang pertama
ini adalah tingkat demikian. Hidup dalam gua-­gua, di bawah pohon-pohon,
mencari makan dengan memburu dan mencari ikan.

Evolusi, pertumbuhan. Datanglah lambat laun tingkat yang kedua.

Jangan kira, tingkat yang kedua ini datangnya sekonyong-konyong.
Tidak. lni adalah satu pertumbuhan yang evolusioner: Tingkat yang kedua ialah
bahwa si manusia yang tadinya hidup dari perburuan dan mencari ikan,

30 Pendirian (bhs. Belanda).

129

mulai mengerti bahwa ternak bisa dipelihara. Tadinya ia memburu­ memburu
kijang, sapi hutan, kambing hutan dan lain sebagainya. Lambat laun timbul
pengetahuan bahwa binatang-binatang itu bisa ditangkap, diikat, dikurung,
anaknya dipelihara, bisa berkembang biak. Tingkat yang kedua ialah tingkat
cara hidup manusia dengan terutama sekali -- garis besarnya saja:
*grootste gemene deler *dan *kleinste gemene veelvoud --hidup *dari peternakan,
memelihara binatang.

Lambat laun, dengan pemeliharaan binatang ini -- setelah ia meninggalkan
adat kebiasaannya memburu dan kemudian menjadi peternak -- ia agak lebih
terikat kepada tempat, kepada ternaknya. Ia harus memberi makan kepada
ternak itu. Bukan saja memberi makan kepada diri sendiri yang berupa daging,
tapi ia juga harus memberi makan kepada ternaknya. Lama-lama ia tahu bahwa
inakanan yang ia perlukan sendiri dan yang ia berikan kepada binatang itu,
bisa pula dicocoktanamkan, bisa ditanam. Dulu, kalau ia perlu buah-buahan,
ia pergi ambil di hutan. Ketemu jagung di hutan, ambil jagung. Baginya
biasa, tanaman begini ini buahnya bisa dimakan. Berjumpa padi di rawa-rawa,
tapi padi liar. Ia mengetahui -- biasa baginya -- bahwa buahnya dapat
dimakan dan dapat pula diberikan kepada ternaknya. Tetapi lambat-laun ia
berpengalaman, bahwa tanaman pun bisa ditanam. Tumbuh­tumbuhan yang
berupa jagung, padi, gandum, buah-buahan bisa ditanam.

Dan terutama sekali, Saudara-saudara, ini adalah tingkat yang ketiga, cara
hidup dari pertanian terutama sekali. Di sini kita pantas memberi salut
kepada wanita. Wanitalah makhluk pertama yang mengusahakan tanaman ini.
Bukan karena menganggurnya, tetapi merasa harus. la melihat bahwa biji
jagung yang tidak termakan, tumbuh, dan ia melihat kalau biji jagung ini
ditanam lebih dalam, dan tanahnya dikorek-korek, menjadi lebih subur dan
bisa berbuah. Demikian biji padi dan juga tanam-tanaman yang lain.
Salah satu jasa dari wanita ialah: dialah yang pertama kali memperoleh ilmu
pertanian. Sebagaimana juga sebenarnya wanita yang pertama kali mendapatkan
ilmu menjahit, membikin pakaian. Wanita yang di rumah, melihat anaknya
kedinginan, ditutup badan anaknya itu dengan kulit binatang. Lama-lama ia
berpikir: kalau kulit binatang 



130

PANCASILA BUNG KARNO

yang satu ini disambung dengan kulit binatang yang lain -- barangkali dengan
tulang ikan yang tajam dan serat atau akar. Dan begitulah timbul ilmu
menjahit oleh wanita. Susu ternak, darah -- zaman dahulu itu orang masih
makan darah -- harus dikumpulkan. Wanitalah yang pertama-tama
menemukan tempat untuk susu atau darah itu, dari buah labu yang tua dikorek-
korek. Atau untuk tempat biji-biji yang dikumpulkan dari hutan-hutan.
Wanitalah yang pertama kali mempunyai *begrip**(31)   *wadah. Bahkan -- karena
barangkali tidak ada buah labu -- wanita yang menggali tanah liat,
dibentuknya dengan cara yang amat primitif, akhirnya menjadi semacam
periuk.

Wanita yang pertama kali membuat apa yang kita namakan rumah. Belum rumah
seperti sekarang, meskipun rumah desa pun. Sangat sederhana. Wanita yang
ditinggalkan suaminya ke hutan atau menggembala, tinggal dengan anaknya.
Hujan. Kemudian timbul pikiran menyusun daun-daun pisang atau lainnya untuk
bernaung di bawahnya. *Begrip *pertama dari atap. Jadi wanita adalah makhluk
yang pertama yang mendapatkan apa yang di-namakan *civilization, *peradaban.

Wanita yang membuat periuk, wanita yang menjahit kulit, wanita yang
menganyam serat menjadi tenunan kasar, wanita yang bercocok tanam mula-
mula. Ini tingkat yang ketiga, cocok tanam. Si laki lama-lama melihat bahwa
jagung, padi, bisa ditanam. Lama-lama si laki pun mening­galkan cara hidup
beternak, *capek *selalu mencari tempat penggem­balaan. Lantas ia
menetap juga. Perkataan menetap. Dulu tatkala ia masih hidup memburu, tidak
menetap, selalu berpindah-pindah, *nomade. *Tatkala ia beternak pun -- tingkat
yang kedua -- tidak mene­tap, berpindah-pindah mencari makanan untuk
ternaknya, *nomade.
*Tetapi ketika pertanian diterima oleh wanita dan juga oleh lelaki­ *dus *manusia
cara hidupnya terutama sekali dari pertanian -- manusia lantas meninggalkan
cara hidup *nomadisch, *menjadi orang-orang yang menetap.

Tingkat keempat, juga saudara harus membayangkan evolusi. Pertanian,
lama-lama timbul pikiran: tanah ini kalau dicokel-cokel dengan suatu alat,
lebih subur. Lama-lama timbul pikiran akan 



31 Pengertian, paham.

131

semacam bajak. Timbul pikiran untuk memotong. Timbul pikiran untuk membuat
alat. Lama-lama timbul satu kelas: aku tidak ikut bercocok tanam; aku
membuat alat; aku membuat bajak; aku membuat cangkul; aku membuat
semacam linggis dari kayu. Timbul juga satu pikiran, bahwa untuk mengangkut
barang dari satu ke lain tempat harus ada alat yang bisa menggelinding. Lama-
lama menjadi *begrip *gerobak. Geiobak yang sederhana. Wanita yang bikin
periuk, timbul pikiran: bikin periuk saja, sehari-hari bikin periuk. Wanita yang
bikin tenunan, timbul pikiran mengumpulkan serat-serat untuk menenun.
Lantas timbul satu kelas yang sehari-hari mengumpulkan serat-serat untuk
menenun -- kelas penenun.

Demikianlah seterusnya timbul golongan-golongan manusia yang cara hidupnya
membuat alat yang kemudian ditukarkan kepada orang yang bercocok tanam. "Aku
membuat periuk, aku perlu makan; ambillah periukku dan berilah aku jagungmu
atau gandummu, atau padimu." *Begrip ruilhandel,(32)  *tukar-menukar timbul.

Di dalam tingkat keempat ini, akhirnya tumbuh kelas yang terutama sekali
hidup dari apa yang dinamakan *nijverheid, *kerajinan. Membuat alat, membuat
gerobak, membuat pacul, membuat bajak, membuat pedang dan lain-lain.
Hidup hanya membuat alat, yang hasilnya ditukarkan dengan hasil *pertanian
-- ruilhandel. *

Evolusi lagi. Akhimya meningkat menjadi zaman yang sekarang ini, yang
dididik di dalam alam yang dinamakan alam industrialisme. Pertumbuhan
dari *nijverheid *ini, membuat produksi, lantas timbul cara mendidik orang lain dengan
perburuhan, dengan terdapatnya mesin uap dan lain-lain -- industrialisme.
Itu adalah sifat yang kita hidup sekarang ini atau kita mengalarni, melihat
sekarang ini terutama sekali terjadi di dunia Barat, di Amerika dan di Eropa.

Saya ulangi, *dus *manusia ini pertumbuhannya melalui lima tingkat, sesudah
ia berbentuk dan berupa mahusia. Saya tidak bicarakan hal *pithecanthropus.
*Memburu dan mencari ikan, satu. Bertemak, dua. Cocok tanam, tiga.
Kerajinan, empat. lndustrialisme, lima.

Sekali lagi saya ulangi, ini adalah *de grootste gemene deler *dan *de
kleinste gemene veelvoud, *corak umum dari masyarakat manusia.

32 Perdagangan secara tukar-menukar (bhs. Belanda).

132

*(Arsip – K.Prawira: BUNG KARNO “PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA”,
PANCASILA BUNG KARNO, Paksi Bhineka Tunggal Ika, 2005, hal.127-132)*

*Disiarkan ulang: MD Kartaprawira, Nederland 02 Juni 2009*

                         INDONESIA BERJUANG, 01 JUNI 2011









































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar