Rabu, 25 Mei 2011

MEMBANGUN KEMBALI NASIONALISME

MEMBANGUN KEMBALI NASIONALISME

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/05/19/146952/10/Membangun-Kembali-Nasionalisme

Wacana

19 Mei 2011
Membangun Kembali Nasionalisme
Oleh Saratri Wilonoyudho
TEGAKNYA nasionalisme Indonesia perlu dipertanyakan lebih serius. meski secara administratif negara kita masih tegak, benarkah rohnya masih ada? Masih mandiri secara politik, ekonomi, dan kebudayaan? Lihat saja sumber daya alam negeri ini juga sudah masuk perangkap penjajahan baru, baik melalui kekuatan pasar gobal maupun lewat modus lain. Utang luar negeri yang luar biasa besar sesungguhnya merupakan petunjuk kuat bahwa kita belum benar-benar merdeka.

Rakyat berada dalam suasana terjajah. Kalau dahulu hanya rempah-rempah yang dikuasai VOC, kini nyaris semua kehidupan kita dikuasai asing. Bangsa ini belum merdeka secara hakiki, apalagi jika dikaitkan dengan cita-cita pendiri negeri ini, yakni melindungi segenap tumpah darah dan memajukan kesejahteraan umum. Dalam soal perlindungan TKI saja, bangsa ini kalah dari Filipina. Demikian pula dalam soal ledakan gas, rakyat belum terlindungi dengan baik.

Singkatnya negara belum mampu melindungi tumpah darahnya sendiri. Padahal Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908 yang dicanangkan oleh Dokter Wahidin Soedirohoesodo dan kawan-kawan tiada lain adalah tekad mendirikan sebuah nation dan hasilnya NKRI dengan kekuatan yang terletak sebagaimana diungkapkan pada Pembukaan UUD 1945.

Dulu bangsa kita berada pada inlander Belanda, sekarang inlander Amerika dan bangsa asing lainnya. Kita hanya ikut apa yang didesain bangsa lain, tidak punya orisinalitas diri. Kita terseret pada set up global, yang sebenarnya telah dimulai sejak revolusi industri di Prancis, lalu liberalisme, dan kapitalisme.

Manajemen SDM

Sesungguhnya kita adalah bangsa besar. Rasanya tak habis-habisnya stok anak genius di negeri ini. Baru saja 5 siswa Indonesia merebut 4 medali emas Olimpiade Fisika Internasional yang diikuti 82 negara. Hampir tiap tahun siswa di negeri ini unjuk gigi dalam prestasi ilmiah tingkat internasional. Di tengah-tengah kemerosotan mutu berbagai bidang kehidupan, kenyataan ini memunculkan secercah harapan baru. Ketika dalam kompetisi sepak bola kita terus kalah, badminton kalah, SEA Games juga merosot jauh, alhamdulilah siswa yang tergabung dalam olimpiade sains (fisika, kimia, matematika, dan biologi) tingkat internasional, beramai-ramai menyumbangkan medali emas, perak, dan perunggu.

Rasanya tidak ada negara di dunia ini yang kekayaan alam, flora, fauna, dan biodiversivitas lainnya sekaya negeri ini. Demikian pula tidak ada negara di dunia yang memiliki jumlah bahasa, suku bangsa, dan adat kebudayaan selengkap Indonesia.

Pertanyaannya kini, mengapa bakat alam luar biasa itu kini tidak menampakkan hasilnya untuk perbaikan kehidupan di bidang sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya ? Mengapa baru soal sepele seperti tabung gas meledak atau jalanan macet kita tidak menampakkan kreativitasnya? Apa guna anak-anak jenius yang terus dikirim belajar ke luar negeri?

Jawabannya adalah kita tidak memiliki program yang jelas untuk memanajemen SDM bermutu tersebut. Di negeri ini hanya orang yang memiliki kelihaian kedekatan dengan pusat-pusat kekuasaan yang dapat berkembang, dan ini terjadi di segala lini, termasuk di kantor-kantor pemerintahan, bahkan di kampus perguruan tinggi.

Mari kita kaji siapa sebenarnya situs-situs di Sangiran atau di Boyolali itu? Pada masa lalu Gadjah Mada berhasil mempersatukan Tanah Air sampai Thailand dan Madagaskar. Kata Cak Nun yang kita sebut Jawa bukan hanya sekadar suku, tetapi kita semua, yang lebih besar satuannya. Suku Jawa adalah satu induk besar atau gen besar yang justru lebih tua dari Arab dan Yahudi.

Malah sekarang digembar-gemborkan ada Kebangkitan Nasional 100 tahun. Pertanyaannya siapa yang akan bangkit? Siapa subjeknya? Ini yang perlu dicari terlebih dahulu, sebab jika tidak tahu subjeknya, tidak mungkin bisa bangkit. Dalam kapitalisme, hal yang dihancurkan oleh desain global adalah nilai keluarga dan nilai agama. Kita didesain oleh sekelompok orang yang menguasai kita, agar kapitalis mereka tetap lancar.

Mari lewat momentum Kebangkitan Nasional ini kita bulatkan tekad, memerdekakan bangsa ini dalam arti sebenarnya. Untuk ini sebuah revolusi sosial diperlukan. (10)

— Saratri Wilonoyudho, staf pengajar Universitas Negeri Semarang, anggota Dewan Riset Daerah Jawa Tengah

0 reacties:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar