Rabu, 25 Mei 2011

NO TO GLOBALISATION NEOLIBERAL SCHEME IN ASEAN

NO TO GLOBALISATION NEOLIBERAL SCHEME IN ASEAN

[nasional-list] No to Globalization Neoliberal Scheme in ASEAN (dari FB)

Janu Wijayanto

No to Globalization Neoliberal Scheme in ASEAN
Sumber: Indonesian Peoples Action on ASEAN

Posisi strategis ASEAN dengan segala keunggulannya membuat berbagai negara maju (tidak hanya AS) memandang penting kawasan ini sebagai perluasan politik dan ekonomi mereka. Bagi China, ASEAN dipandang sebagai pasar yang potensial dengan peluang investasi luar negeri mencapai USD 52,379.5 juta dan transaksi perdagangan mencapai USD 1,404 milyar. Dari rilis yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan Internasional RRC, ASEAN menduduki peringkat keempat dalam sepuluh besar mitra dagang China.

Berbagai kerjasama perdagangan di kawasan ASEAN seperti US-ASEAN, CAFTA, North Atlantic Free Trade Agreement (NAFTA), Australia-ASEAN-New Zealand Free Trade Agreement dan Uni Europe ASEAN Free Trade Agreement yang diberlakukan telah memberi pukulan yang luar biasa bagi perkembangan industri di negara-negara ASEAN.

Secara lebih khusus, Indonesia yang pertumbuhan ekonominya masih belum beranjak pasca krisis ekonomi hebat pada 1998, kondisi semakin terpuruk dengan adanya FTA ini.

Kementerian Perindustrian RI (2011) merilis, sedikitnya 228 perusahaan bangkrut sejak diberlakukannya CAFTA. Gulung tikarnya berbagai perusahaan di Indonesia, yang mungkin juga terjadi dinegara anggota ASEAN lainnya tentu akan melahirkan PHK dan menambah daftar pangangguran yang ada di negara-negara ASEAN.

Dalam konteks agraria di Indonesia misalnya, dari total area konsesi perkebunan sekitar 4,6 juta hektar pada tahun 2002, hanya sekitar 770,000 hektar yang dikuasai oleh PTPN. Sisanya, sekitar 3,8 juta hektar dimiliki oleh Perkebunan Besar Swasta, Cargill salah satunya. Pada bulan Agustus 2008, Grup Bin Laden, Arab Saudi menandatangani kesepakatan untuk investasi sekurang-kurangnya USD 4,3 milyar untuk mengembangkan 500,000 hektar riceland di Indonesia. Grup ini juga akan 'memperoleh' lahan di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua untuk produksi makanan dan agro-bahan bakar. Tidak hanya di Indonesia, di Kamboja, negeri kaya minyak Kuwait telah menyediakan dana pinjaman sebesar USD 546 juta sebagai imbalan atas produksi pertanian. Kuwait memerlukan lahan untuk ditanami padi dengan menggunakan lahan yang ada di Kamboja. Di Filipina, pemerintah setempat telah membuka pembicaraan dengan Qatar soal kontrak atas 100,000 hektar lahan pertanian mereka. Di Laos, diperkirakan 2-3 juta hektar lahan pertanian telah “dihadiahkan” kepada pihak asing secara tidak terkendali. Dampaknya, semakin banyak kaum tani di negara-negara ASEAN yang harus tersingkir dari lahan garapan dan kehilangan mata pencahariannya sebagai akibat ekspansi perkebunan besar.

Problem lain yang mencuat adalah tentang buruh migrant. Adanya ketidakseimbangan pembangunan diantara negara-negara anggota ASEAN punya peranan yang signifikan dalam mobilisasi buruh migrant di kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi di bidang industri tidak mungkin terjadi tanpa adanya tenaga kerja murah yang dipasok ke kantong-kantong industri di berbagai kawasan perdagangan bebas (free trade area) yang ada di berbagai negara di kawasan ASEAN, khususnya Malaysia dan Singapura. Industri pengolah bahan mentah, seperti perkebunan dan pertambangan, tidak mungkin bisa menjadi keunggulan komparatif bagi ASEAN jika tidak ditopang tenaga jutaan buruh migran yang bekerja dengan upah rendah tanpa perlindungan yang memadai. Tingginya ketergantungan proses integrasi ASEAN pada topangan tenaga buruh migran inilah yang menyebabkan kualitas perlindungan buruh migran dikawasan ASEAN sangat buruk baik di negara pengirim maupun di negara penerima. Sekali lagi, pada akhirnya buruh migrant kemudian menjadi kelompok yang paling dirugikan atas proses integrasi ASEAN ini.

Pada akhirnya, integrasi ASEAN untuk mewujudkan stabilitas, kedamaian, kesejahteraan dan komunitas yang saling peduli hanya akan menjadi mimpi dan tidak akan pernah menjadi kenyataan. Faktanya, integrasi ASEAN hanya membuka peluang bagi negara-negara industry maju untuk menguasai dan mengekploitasi ASEAN yang merupakan sumber bahan mentah, tenaga kerja murah sekaligus pasar

0 reacties:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar