Sabtu, 04 Juni 2011

PIDATO PANCASILA PERTEGAS HALUAN NEGARA



Pidato Pancasila Pertegas Haluan Negara

Kamis, 02 Juni 2011 , 13:13:00 WIB
Laporan: Dede Zaki Mubarok

RMOL. Pidato peringati Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni 1945 yang dilakukan MPR RI merupakan peristiwa kebangsaan yang  sangat penting. Lebih-lebih dengan bertemunya para pemimpin nasional, MPR RI benar-benar menjadi wadah permusyawaratan.

"Pidato kebangsaan tersebut harus menjadi tradisi untuk berdialog, guna mempertegas haluan bangsa ke depan tanpa kehilangan pijakan sejarah bangsanya. Secara khusus kita mengucapkan terima kasih kepada Ketua MPR  Taufiq Kiemas atas perannya sebagai jembatan kebangsaan," kata Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi pidato Presiden SBY,  Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ketiga RI BJ Habibie (Kamis, 2/6).

Terkait pidato Megawati Soekarnoputri, kata Hasto, ada tiga hal pokok yang disampaikan. Pertama, Megawati mengajak semua untuk melakukan kontemplasi diri, bahwa berbicara tentang Pancasila tidak terlepas dari benang merah alur pikir Bung Karno. Kedua, kesadaran sejarah bangsa terhadap dasar-dasar dari Indonesia merdeka juga dilupakan, sehingga Indonesia seolah berjalan tanpa arah.

"Membaca Buku Negara Paripurna yang ditulis Yudi Latif, kita bisa dengan bangga mengatakan, bahwa Indonesia dibangun melalui suatu mimpi besar. Dengan demikian seluruh dokumen BPUPK harus menjadi dokumen rujukan, ketika bangsa ini mulai bimbang terhadap masa depannya," kata Hasto.

Ketiga, Pancasila bukan produk sekali jadi. Inilah yang sering dilupakan. Dari alur pikir dan sejarah Bung Karno, bisa ditemukan bahwa dasar-dasar Indonesia merdeka telah lama dipikirkan oleh Bung Karno.

"Kontemplasi pemikiran yang digali dari sanubarinya bangsa Indonesia sendiri inilah yang tidak pernah diajarkan. Mengapa ada seorang seperti Bung Karno yang lebih memilih dirinya dipenjara, dan dibuang, selain bukan karena cita-cita yang maha hebat terhadap bangsanya?” kata Hasto.

Hasto yakin, apabila Pancasila benar-benar menjadi dasar dan sumber dari segala sumber hukum, maka dalam konteks kekinian, tidak ada pilihan lagi, selain merombak sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya, yang ternyata hadir sebagai turunan baru dari imperialisme dan kapitalisme, yang sejak awal ditentang oleh Bung Karno.

"Ekonomi yang didasarkan kekuatan kapital, atau yang dikritik Habibie, sebagai VOC baru, harus dirombak menjadi ekonomi kerakyatan. Demikian pula sistem politik, harus dikembalikan pada demokrasi Indonesia yang bercirikan keadilan sosial," ucap Hasto.

Belajar dari sejarah perjalanan bangsa-bangsa lain, kata Hasto, dipastikan tidak ada bangsa yang besar yang tidak berpijak dari sejarah bangsanya sendiri. Di China sekalipun, Negeri Tirai Bambu tersebut mampu menempatkan sejarah bangsanya secara positif. Semua pemikiran sejak pemikiran Konfisius, Sun Yat Seng, Mao Tse Tung, Deng Xiaoping ditempatkan dalam perspektif positif, sebagai alur benang sejarah, yang menjadi fondamen kemajuan bangsa China. 
[yan]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar