Sabtu, 04 Juni 2011

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI - PANCASILA BUKAN HANYA KONSEP IDEOLOGIS



Megawati Soekarnoputri: Pancasila Bukan Hanya Konsep Ideologis Tapi Konsep Etis
Sabtu, 04 Juni 2011 , 04:26:00 WIB

RMOL.Peringatan 66 tahun kelahi­ran Pancasila jangan hanya di­maknai sebagai acara seremoni belaka. Namun yang lebih pen­ting, meletakkan Pancasila pada hikmah dan manfaat bagi bangsa Indonesia, untuk menghadapi kompleksnya tan­tangan jaman ke depan.
Presiden RI Ke-5, Mega­wati Soekarnoputri mengatakan, peringatan kelahiran Pancasila merupakan jalan ideologis untuk mempertegas jati diri bangsa Indonesia dan mempertegas bahwa tidak ada bangsa yang besar jika tidak bertumpu pada ideologi yang mengakar pada nurani rak­yatnya.
Peringatan ini mestinya mem­pertegas jati diri bangsa kita. Dan tidak ada bangsa besar jika tidak bertumpu pada ideologi yang mengakar pada nurani rakyat­nya,” ujar Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu.
Berikut kutipan selengkapnya;
Artinya perlu perjuangan untuk terus melakukan sosiali­sasi  Pancasila?
Diperlukan perjuangan agar Pancasila bukan saja menjadi bintang penunjuk tetapi menjadi kenyataan yang membumi. Tanpa itu, kita akan terus mem­per­bin­cang­kan Pancasila tetapi tidak mampu membumikan dan melak­sanakannya hingga akhir­nya kita terlelap dalam pelukan neo-kapi­talisme dan neo-im­pe­ria­lisme serta terbangunnya fun­damen­talisme yang menjadi ancaman besar bagi bangsa dan negara kita.
Selain itu, Pancasila tidak akan pernah mencapai fase peneri­maan sempurna secara sosial, politik dan budaya oleh rakyatnya kalau alur benang merah sejarah bangsa dalam perjalanan Panca­sila dilupakan oleh bangsanya dan dipisahkan dengan penggali­nya sendiri.
Apa makna bahwa bicara Pancasila tidak bisa dilepaskan dari sejarah Bung Karno?
Penegasan ini diperlukan untuk menghindari bangsa ini dari cara berpikir instan. Bahkan seolah-olah mengandaikan Pancasila sebagai produk sekali jadi, yang jauh dari proses perenungan dan steril dari dialektika sejarah pan­jang masya­rakat Indonesia.
Anda me­mak­nai Pancasila se­perti apa?
Pembacaan Pan­­casila pada 1 Juni 1945 oleh Soekarno, secara aklamasi diterima oleh peserta rapat pada waktu itu. Hal tersebut bu­kan saja karena intisari dari subs­tansi yang diru­muskan Bung Karno memiliki akar yang kuat da­lam sejarah pan­jang Indonesia, tapi nilai-nilai yang melekat di dalamnya me­le­wati batas-batas subjektivitas dari sebuah perada­ban dan waktu.
Makanya, Pan­­casila dengan spirit kelahiran­nya 1 Juni 1945, bukan hanya se­ba­tas konsep ideo­logis, tapi se­kali­gus menjadi se­buah konsep etis.
Menurut saya, pesan etis yang terkandung dalam Pancasila ter­sebut sangat berguna untuk meng­akhiri dikotomi antara Islam dan nasionalisme yang telah berjalan lama dalam sejarah politik Indonesia.
Bukankah  Pancasila pernah disalahgunakan untuk kekua­saan semata?
Ya, Pancasila sebagai dasar negara pernah disalahtafsirkan untuk semata-mata sebagai kon­sep politik dalam kerangka mem­bangun persatuan nasional. Saya ingin menekankan, bahwa per­satuan nasional yang di­mak­sud oleh Bung Karno adalah untuk menghadapi kapitalisme dan imperialisme sebagai penye­bab dari kerusakan yang hebat pada kemanusiaan.
Untuk itu, perlu kita pahami bahwa gagasan Bung Karno itu untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdiri sendiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan berkepri­badian dalam bidang kebu­daya­an. Hal seperti ini yang saya per­tanyakan. Apakah saat ini kita bisa berdaulat sepenuhnya untuk mencukupi kebutuhan pangan, energi dan melin­dungi segenap bang­sa kita.
Bagaimana de­ngan tidak di­gu­nakannya Pan­ca­sila se­bagai sumber dari segala sum­ber hu­kum negara?
Hal itu yang me­nohok hati kita se­mua. Saya berke­ya­ki­nan dalam ku­­run 13 tahun reformasi, me­nun­jukkan ke­al­­paan kita se­mua terhadap doku­men pen­ting se­ba­gai ru­ju­kan Panca­sila dalam pro­ses ke­tata-negaraan kita. Artinya, bu­kan Pan­casila yang harus di­per­bin­cangkan, tetapi referensi Pan­ca­sila yang membumi.
Artinya Pancasila harus ada da­lam sistem pendidikan kita?
Itu harus segera dilakukan. Saya mengharapkan lembaga-lem­baga negara yang ber­tang­gung jawab pada penye­lengga­raan sistem pendidikan nasional untuk dapat memastikan kembali agar mata pelajaran ideologi Pancasila beserta penggalinya dapat diajarkan dengan baik dan benar. Selain itu dapat mengikuti benang merah sejarah bangsa di setiap jejang pendidikan anak didik kita.
O ya, bagaimana dengan ma­salah penjualan batu bara ke China dan India, padahal kita juga masih membutuhkannya?
Itu yang saya tekankan bahwa ini masalah aturan, kita mem­buat­nya dan menjalankannya. Seharusnya konsekuen dan kon­sisten. Misalnya aturan yang dibuat untuk kemandirian energi nasional kita.
Semestinya bahan untuk energi masa depan, tentunya harus mem­­prioritaskan dan mencukupi kebutuhan dalam negeri dulu. Setelah itu kalau punya kelebihan bisa diekspor.
Tapi penguasaan pertam­ba­ngan dikuasai oleh asing, itu bagaimana?
Untuk itu harus ada peraturan antara perusahaan lokal dengan modal asing yang mebiayainya, sehingga tidak merugikan bagi perusahaan lokal itu. Namun ha­rus ada hal-hal yang mengikat untuk mengatur mereka yang menjadi pemodal. Makanya ha­rus ada aturannya yang benar-benar tidak merugikan kita. [RM]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar