Zaman Bersiap Pemicu Peristiwa Rawagede
Diterbitkan : 19 Januari 2012 - 12:45pm | Oleh yunita rovroy (Foto: JAGO/Wikimedia)
Diarsip dalam:
“Kekerasan yang terjadi pada zaman Bersiap memicu kekerasan di Rawagede,” ungkap Sjef Franken dari organisasi veteran Belanda VOMI, menanggapi tuntutan Komite Utang Kehormatan Belanda (K.U.K.B.) agar Kejaksaan Belanda menyelidiki pelaku pembantaian di desa yang kini bernama Balongsari itu.
K.U.K.B. berharap Kejaksaan Belanda menyelidiki kesaksian pelaku kasus Rawagede yang ditayangkan televisi Belanda tahun silam. “Ada seorang militer yang mengatakan dia membunuh warga desa tapi tidak menyesal. Kemudian ada yang menyatakan mengeksekusi 120 orang,” kata Jeffry Pondaag, Ketua K.U.K.B.
Aneh
Setelah acara ini ditayangkan di televisi Belanda, pihak Kejaksaan menyatakan tidak menyelidiki kasus ini karena tidak ada yang melaporkan. “Kami merasa agak aneh. Kan jaksa sebenarnya harus menyelidiki apa yang terjadi,” tutur Jeffry Pondaag kepada Radio Nederland.
Setelah acara ini ditayangkan di televisi Belanda, pihak Kejaksaan menyatakan tidak menyelidiki kasus ini karena tidak ada yang melaporkan. “Kami merasa agak aneh. Kan jaksa sebenarnya harus menyelidiki apa yang terjadi,” tutur Jeffry Pondaag kepada Radio Nederland.
Ketua K.U.K.B. pernah mendengar masih ada delapan pelaku kasus Rawagede 9 Desember 1947, yang masih hidup. Walaupun demikian, ia juga mengakui tidak punya bukti akan hal itu. “Belum tentu delapan orang itu yang menembak. Itu harus dibuktikan dulu. Itu pekerjaan Jaksa untuk menyelidiki.”
Tidak tepat
Langkah yang diambil K.U.K.B., menurut Sjef Franken dari organisasi veteran Belanda VOMI, tidak tepat. “Semua pelanggaran HAM yang terjadi zaman itu ada penyebabnya. Siapa yang harus diminta pertanggungjawaban setelah sekian lama? Ini hanya upaya mengejar untung saja.”
Langkah yang diambil K.U.K.B., menurut Sjef Franken dari organisasi veteran Belanda VOMI, tidak tepat. “Semua pelanggaran HAM yang terjadi zaman itu ada penyebabnya. Siapa yang harus diminta pertanggungjawaban setelah sekian lama? Ini hanya upaya mengejar untung saja.”
Pembunuhan di Rawagede memang tidak bisa dibenarkan. Tapi orang juga tidak boleh melupakan apa yang terjadi pada zaman Bersiap, mulai 17 Agustus 1945 hingga awal 1946.
“Setelah tahun 1945 angkatan bersenjata Indonesia dan kelompok-kelompok gerilyawan membunuh secara massal setiap orang Belanda yang mereka temukan, apakah itu perempuan, laki-laki atau anak-anak. Itu pun tidak bisa dibenarkan,” tutur Franken kepada Radio Nederland.
Menurutnya, satu peristiwa terkait dengan peristiwa lain. “Ada aksi dan reaksi.”
Permintaan maaf Belanda
Sjef Franken juga mengkritik permintaan maaf Belanda 9 Desember 1947 kepada para keluarga korban kasus Rawagede. “Saya tidak setuju.”
Sjef Franken juga mengkritik permintaan maaf Belanda 9 Desember 1947 kepada para keluarga korban kasus Rawagede. “Saya tidak setuju.”
Menurut Franken pemerintah Indonesia pun harus meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan pada zaman Bersiap.
Sementara itu pihak Kejaksaan Belanda di Arnhem, Belanda tengah, telah memberikan tanggapan dan menyatakan akan mempelajari permohonan K.U.K.B.
Diskusi
indonesia van eropa 19 Januari 2012 - 6:45pm / traveller
- balas
Kita harus tahu masalah basis mengapa hal itu terjadi. Belanda mau membuat usaha di negeri orang tetapi melakukan beberapa pembunuhan terhadap orang lokal. Itu terjadi diseluruh dunia oleh bangsa eropa baik di amerika, australia. Peristiwa itu sangat menyakitkan karena orang asli dibunuh, diperbudak, diperkosa, dirampas hak mereka. Dan peristiwa itu terjadi ratusan tahun. Setelah 1945 indonesia mereka mau kembali lagi untuk melanjutkan peristiwa diatas. Pada saat yang sama orang belanda mengatakan mereka mau mengambil hak-hak mereka kembali yang ada di Indonesia. Padahal mereka harus mengerti pada saat itu bangsa Indonesia mau meminta hak-hak mereka kembali yang sudah dirampas ratusan tahun. Tentu akan ada pertengkaran diantara mereka. Revolusi itu terjadi karena ada hak-hak yang mau diminta. Alangkah klise jika orang belanda pada waktu itu mengatakan tanah disana milik mereka. Orang belanda tidak menerima kenyataan dan meminta bantuan dari negerinya dan eropa untuk merampas kembali tanah yang pernah mereka kuasai. Apa mungkin Indonesia akan memberikan kembali ? Itu berarti memasukan penjajahan kembali. Lawan terdekat pada itu adalah orang belanda yang ada disana sebelum tentara datang. Maka logislah mereka akan menjadi sasaran pertama oleh rakyat Indonesia. Dan mereka tidak mau pergi disaat kenyataan bahwa si empunya tanah meminta hak-hak mereka. !!!(Sekarang juga terjadi di Indonesia antara pengusaha dengan orang asli). Karena dasar mereka itu sudah terbiasa mengambil hak-hak orang sehingga mereka lupa bahwa ada akibat dari perbuatan itu. Mereka harus menerima secara langsung kemerdekaan iIndonesia 17 agustus 1945 itu adalah hari pengambil alihan hak-hak rakyat. Tetapi belanda tidak menerimanya dan masih berusaha untuk menjajah kembali. Kontek disini adalah ingin merampok kembali karena adanya banyak keuntungan disana dimana secara logisnya itu bukan hak orang belanda. Jika system yang sama mereka pertahankan , mengapa tidak tanah orang Jerman, Skandinavia yang harus mereka kuasai.??? Jika kita coba bandingkan cerita ini maka si lemah akan selalu dikuasai sikuat. Begitulah aku rasa cara orang belanda yang masih ingin memutar balikkan cerita diatas dengan menyuruh Indonesia minta maaf. Di belanda saja pada saat ini dengan apa yang dilakukan oleh Wilders mempunyai cara yang sama yaitu mengusir orang asing dari tanah belanda.
==========
Komite: Kejaksaan Harus Tindak Pelaku Rawagede
Diterbitkan 19 Januari 2012 - 10:40am
HEEMSKERK (ANP) - Yayasan Komite Hutang Kehormatan Belanda (De Stichting Comité Nederlandse Ereschulden) dalam suratnya meminta Kejaksaaan Belanda mengambil tindakan terhadap para tentara yang terlibat dalam pembantaian berdarah di desa Rawagede tahun 1947. Demikian pernyataan yang dikeluarkan Rabu malam (18/01).
"Inti pernyataan adalah jaksa penuntut umum harus mengambil tindakan. Mereka selalu menggunakan argumen bahwa tak ada tuntutan yang diajukan. Nah ini yang kita lakukan sekarang,'' kata Jeffrey Pondaag, presiden yayasan.
Pondaag mengacu terhadap kesaksian dalam dua siaran televisi baru-baru ini. Siaran TV membahas tidak hanya tentang pembantaian 9 Desember saja, tetapi juga insiden lain dengan eksekusi 120 orang. Sebelumnya, pengacara Liesbeth Zegveld, yang mewakili sepuluh korban pembantaian, mengatakan Kejaksaan harus melakukan penelitian atas eksekusi. Kejaksaan mengatakan akan meninjau kasus, namun terus tertunda.
Meninjau Tuntutan
Menurut Pondaag, pihak Kejaksaan di Arnhem sudah mengatakan akan mempelajari surat tuntutan dan mengambil langkah lebih lanjut.
Menurut Pondaag, pihak Kejaksaan di Arnhem sudah mengatakan akan mempelajari surat tuntutan dan mengambil langkah lebih lanjut.
Desember 2011 pemerintah Belanda mengajukan permintaan maaf atas pembantaian yang dilakukan tentara Belanda 9 Desember 1947 di Rawagede. Ratusan pria tewas. Sebuah penyelidikan PBB menyebut aksi militer Belanda itu sebagai tindakan 'yang disengaja dan kejam.' Para prajurit Belanda yang bertanggung jawab tidak pernah dituntut.
Permintaan maaf adalah bagian dari penyelesaian kasus antara negara Belanda dengan keluarga korban. Para janda korban diberi kompensasi sebesar 20 ribu euro per orang.
1 komentar:
Memang pembantaian di Rawagede oleh tentara Belanda pada tahun 1947 adalah jelas tindak kriminal yang sangat kejam baik dalam kategori kejahatan perang, maupun kejahatan kemanusiaan. Di era bersemaraknya dan gencarnya tuntutan pelaksanaan norma-norma hukum hak asasi manusia di dunia dewasa ini, tidak mungkin orang akan mengatakan bahwa tindakan tentara Belanda di Rawagede th 1947 yang membantaai 431 penduduk bukan kejahatan perang atau kejahatan kemanusiaan. Dan kasus tersebut tidak sekedar kasus perdata (apalagi hanya bagi 10 orang korban dari keseluruhan 431 korban), tapi kasus pidana besar yang penyelesaiannya setarap dengan kasus kejahatan perang di Yugoslavia pasca runtuhnya negara-negara sosialis di Eropa.
BalasHapusPersoalannya sekarang kasus Rawagede tersebut akan ditangani secara serius oleh penegak hukum Negeri Belanda dan Republik Indonesia atau tidak. Sebab kasus tersebut menyangkut kompetensi dan yurisdiksi ke dua negara bersangkutan. Misalnya, tidak mungkin jaksa Belanda mengadakan penyelidikan begitu saja datang ke Indonesia tanpa kerjasama dengan Indonesia.
Sesungguhnya yang sangat berkepentingan atas penyelesaian kasus Rawagede (pidana/perdata) adalah pihak Indonesia. Tetapi kenyaataannya sampai berlalu 64 tahun penguasa Indonesia tetap membisu seribu kata.
Bagaimana pun sulitnya proses penyelesaian kasus pidana "Pembantaian di Rawagede 1947", tapi kalau sudah berhasil diajukan ke Kejaksaan Belanda, dapat dikatakan satu langkah bagus. Sebagai masukan kritis bagi Yayasan Komite Hutang Kehormatan Belanda (De Stichting Comité Nederlandse Ereschulden) berkaitan dengan suratnya yang ditujukan ke kejaksaan Belanda, menurut pendapat saya dalam pembantaian di Rawagede tersebut yang bertanggung jawab adalah perwira (opsir) kesatuan yang memerintahkan eksekusi/pembantaian, bukannya para prajurit. Sebab mereka hanya menjalankan perintah atasan. Kita tahu bahwa dalam kemiliteran disiplin sangat keras dan ketat. Maka kesalahan formulasi dalam proses hukum akan bisa berakibat fatal. Jadi, membuat formulasi tidak boleh sembarangan.
Dimunculkannya kasus pidana tentang "Pembantaian di Rawagede 1947" mempunyai arti positif sekali. Sebab dengan demikian publik di Belanda dan Indonesia akan terbuka matanya, bahwa kejahatan kemanusiaan ternyata telah pernah dilakukan oleh bangsa Belanda yang menganggap punya sivilisasi dan budaya tinggi. Dan publik di Indonesia akan terbuka matanya bahwa penguasa negara tidak punya kepedulian sedikit pun atas kasus pembantaian di Rawagede (juga di Sulawesi Selatan oleh Westerling, dan di daerah-daerah lainnya)yang telah mengorbankan dan menyengsarakan ratusan penduduk.
Kebenaran dan keadilan harus ditegakkan!!!
MD Kartaprawira
(Ketum Lembaga Pembela Korban 1965)
Nederland, 21 Januari 2012