Senin, 02 Januari 2012

Menerka-nerka Kejatuhan "Istana"


 
02.01.2012 10:10

Menerka-nerka Kejatuhan “Istana”

Penulis : Deytri Aritonang/Web Warouw  
HENTIKAN SBY-BOEDIONO - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komite Aksi Rakyat Teritorial (KARAT) beraksi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/12).(foto:SH/Edy Wahyudi)
Sebuah pesan BBM itu masuk, minggu sore. Si pengirim mem-posting sebuah berita dari sebuah laman, judulnya “Tahun 2012, Adu Kuat Mahasiswa Vs SBY”. Sang tokoh dalam berita itu adalah Adhian Napitupulu, juru bicara LSM Bendera. Aktivis-aktivis yang tergabung dalam gerakan ini tergolong radikal.
Ia memprediksi, mahasiswa akan bangkit pada 2012. Prediksi ini dilatarbelakangi berbagai fakta tentang “kebosanan” aktivis tua yang selama ini merapat ke Istana. Mereka akan bergabung dengan aktivis-aktivis muda untuk menurunkan Yudhoyono dan Boediono.
“Banyak kenyataan bahwa aktivis senior yang berusaha merapat ke lingkaran Istana ternyata tidak mendapatkan apa-apa, baik posisi dan uang, selain setumpuk janji yang tak pernah terealisasi,” katanya melalui sebuah siaran pers.
Prediksi seperti itu bukan hanya sekali dilontarkan. Berbagai kalangan aktivis dan pensiunan tentara juga membuat prediksi. Mereka menilai tokoh yang populer pada pemilihan presiden (pilpres) itu tidak akan bertahan sampai akhir masa jabatannya, 2014.
Sang jenderal itu dinilai tidak mampu memuaskan rakyat yang tidak peduli berapa banyak penghargaan, bahkan penghargaan internasional yang telah diterimanya.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Permadi, misalnya, menduga Yudhoyono tidak akan mampu memegang tampuk kekuasaannya hingga 2014. Pernyataan itu diungkapkan Permadi dengan mengacu pada janji dan sumpah Yudhoyono.
Menurut anggota DPR itu, Presiden pernah mengikrarkan sumpah, tapi mengingkarinya. "Dia mengingkari sumpahnya sendiri saat pemilu pertama. Dia katakan, saya hanya jadi presiden satu periode. Setelah keenakan, dia maju terus. Dia tidak belajar dari presiden Indonesia sebelumnya," katanya.
Permadi mengatakan, hingga kini, belum ada presiden di Indonesia yang bisa bertahan menyelesaikan periode kepemimpinannya.
"Belum ada satu presiden pun yang bertahan sampai selesai periodenya. Soekarno dan Soeharto turun di tengah jalan, Gus Dur, Habibie, Megawati hanya melanjutkan. Hanya SBY yang kemarin sempurna pada periode pertama. Kalau periode kali ini, saya yakin dia akan turun di tengah jalan, paling nanti 2012," katanya.
Hal senada diungkapkan Rizal Ramli. Ia mempertanyakan kemampuan pemerintahan Yudhoyono menyejahterakan rakyat. Baginya, tanda-tanda yang disebut sebagai peningkatkan pembangunan hanya berada di atas kertas.
Padahal, fakta di lapangan memperlihatkan kualitas hidup di Indonesia anjlok luar biasa selama pemerintahan Yudhoyono.
"Walaupun indikator dan angka pertumbuhan ekonomi memperlihatkan kenaikan, namun perlu diingat, kurang dari 20 persen orang Indonesia yang hidup nyaman. Sementara itu, mayoritas rakyat tetap harus berjuang keras dan mati-matian demi memenuhi kebutuhan hidup standar mereka setiap hari," ujar mantan Menteri Keuangan ini.
Bahkan untuk menemukan pekerjaan kasar saja sudah sulit, sedang pendapatan rata-rata menjadi begitu rendah. Daya beli berkurang drastis, harga bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari naik, dan tentu saja itu semua diikuti pertambahan jumlah penduduk miskin.
Selain itu, menurut Rizal, pemerintahan Yudhoyono juga akan mengulang sejarah Soeharto yang jatuh di tengah jalan.
Bukan hanya perorangan. Paguyuban tokoh-tokoh besar pun meragukan SBY dapat bertahan. Para purnawirawan jenderal yang merupakan senior Yudhoyono di Tentara Nasional Indonesia (TNI) kerap kali mengkritisi Yudhoyono.
Letjen (Purn) Kiki Syahnakri dari Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat mengatakan, pertemuan yang digelar bersama rekan-rekannya itu menyatakan keprihatinan atas berbagai persoalan kebangsaan yang menyandera Indonesia menuju kesejahteraan.
Semua purnawirawan yang terlibat dalam pertemuan, Maret 2011, memang melihat adanya skenario yang berkembang bahwa bisa terjadi pemakzulan. Namun, Kiki menambahkan, ada hal yang jauh lebih berbahaya ketimbang pemakzulan itu sendiri.
"Kalau cuma pemakzulan itu kan masih dalam parlementer. Tapi kalau sampai ada gerakan seperti itu yang di luar konstitusi, itu yang lebih bahaya," katanya.
Bahkan, mantan KSAD Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan, Yudhoyono-Boediono tak layak dipertahankan. “SBY-Boediono sudah tidak layak lagi dipertahankan. Bila DPR tidak segera bertindak, jangan salahkan rakyat bila nanti bergerak menurunkan SBY-Boediono,” katanya dalam sebuah forum Oktober lalu di Jakarta.
Berpikir Revolusi
Sementara itu, mantan Kasatintel BAIS Laksma (Purn) Mulyo Wibisono dengan tegas mengatakan bahwa SBY-Boediono sudah pantas dimakzulkan atau diturunkan melalui mekanisme konstitusional. "Keduanya sudah pantas di-impeacment karena gagal melindungi Tanah Air dan warganya, gagal menyejahterakan rakyatnya dan gagal memberantas korupsi," kata Wibisono.
Prediksi seperti itu memang banyak dilontarkan. Namun, sebagian pihak kini tidak hanya memprediksi saja. Mereka juga telah bersiap-siap melakukan berbagai macam aksi.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, sejumlah jenderal maupun tokoh mulai menyiapkan dua rencana. Jika presiden turun pada 2012, rencana yang disiapkan adalah membuat presidium. Namun, jika Yudhoyono tetap bertahan hingga 2014, rencana yang disiapkan adalah mencari tokoh pengganti melalui pemilu.
Saat ini, gelombang protes sudah meluas. Protes dilakukan kalangan buruh, tani, kaum miskin kota, tokoh agama dan kebudayaan, serta mahasiswa. Seorang tentara berpangkat kolonel mulai protes dengan cara menulis opini di media Kompas.
Berbagai aksi itu menyebar dan meluas dari Ibu Kota, Medan, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Manado, sampai Jayapura dan pelosok Bima NTB.
Meluasnya aksi karena demokrasi liberal dengan multipartai dan wakil-wakil di DPR ternyata tidak mampu menjawab berbagai persoalan rakyat. Tak hanya itu, demokrasi liberal menjadi lahan subur bagi mafia anggaran oleh partai berkuasa untuk membobol anggaran negara. Dari kasus bailout Century sampai kasus Nazaruddin menunjukkan kelemahan sistem politik dan hukum.
Sebagai alat demokrasi, DPR telah gagal melindungi dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagai alat hukum, KPK telah menjadi alat untuk melindungi penguasa yang telah merugikan negara.
Dengan begitu, rakyat makin kehilangan kepercayaan pada perubahan lewat pemilu pada 2014 nanti diikuti keraguan terhadap keseriusan KPK membongkar skandal Century dan jaringan mafia anggaran.
“Kita tidak bisa berharap DPR dan KPK akan serius menyelesaikan kedua kasus tersebut, tanpa ada gerakan rakyat yang kuat mendesak DPR menggunakan HMP untuk kasus Century, serta mendesak KPK membongkar tuntas mafia anggaran. Kalau juga tidak berhasil, rakyat semakin yakin dengan penggantian kekuasaan dan sistem lewat revolusi,” kata Ketua Petisi 28, Haris Rusli Moti.
Rakyat kini memang mulai sadar bahwa reformasi tak bisa menjadi jalan keluar. Mereka kini mulai berpikir tentang revolusi, meskipun dalam melakukannya masih sebatas pikiran dan kemudian berubah menjadi perkataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar