Rabu, 30 November 2011

INDONESIA KEMBALI MENGGUGAT

PERAYAAN BULAN BUNG KARNO 2011

SEMINAR DAN BEDAH BUKU INDONSIA MENGGUGAT

INDONESIA KEMBALI MENGGUGAT“

Rabu 15 Juni 2011, Pukul 13.00 s/d 16.00 wib

Bersama: 1.Bapak Prof.Dr.Jimly Assidiqie (Guru Besar FH UI)

2. Bapak Adi Sasno. (Mantan Menteri Koperasi)

3. Bapak Chris Siner Keytimu


INSTITUT MEGAWATI

June 13, 2011 - 13:25 WIB
Admin : imron

INDONESIA KEMBALI MENGGUGAT

Buku Indonesia Menggugat yang ditulis oleh Bung Karno merupakan pledoi atau pembelaan Bung Karno didepan pengadilan Belanda di Bandung. Walaupun pada akhirnya pengadilan Belanda menghukum Soekarno dan kawan-kawan dengan hukuman penjara 4 tahun, namun pidato yang mengutip banyak pendapat ahli dan guru besar Belanda tersebut masih sangat relevan untuk terus menjadi referensi bagaimana mewujudkan Indonesia merdeka dalam makna yang sesungguhnya. Kehebatan pidato pembelaan Soekarno terletak pada keyakinannya bahwa kemeredekaan haruslah diakui sebagai hak segala bangsa yang tidak boleh satupun bangsa lain dibelahan dunia yang peradabannya lebih maju dan lebih kuat dapat merampasnya.

Dalam bagian pendahuluan, Pidato Indonesia Menggugat secara tegas ingin menyampaikan bahwa proses hukum yang sedang dijalani oleh Bung Karno dilatarbelakangi oleh kekhawatiran Belanda atas kampanye dan propaganda kemerdekaan yang dilakukan oleh Bung Karno. Untuk itu Bung Karno menegaskan bahwa persidangan dan dakwaan yang dituduhkan tidaklah memiliki kekuatan hukum yang kuat namun dilatarbelakangi oleh subyektifitas dominan pihak Belanda kepadanya. Jika mencermati perjalanan kebangsaan hari ini, proses hukum yang tergambarkan dalam pidato Indonesia Menggugat itu masih sangat relevan. Fakta peradilan dan persidangan yang tidak mencerminkan keadilan serta proses hukum yang diajukan kadangkala lebih didominasi oleh faktor-faktor politik. Motifnnya bisa beragam, apakah itu demi citra politik atau karena ingin meminimalisir segala bentuk potensi lawan-lawan politik untuk berkembang. Jika kondisi seperti ini terus dilanggengkan maka rakyat akan sangat sulit untuk mencari keadilan dan kepastian hukum karena penegakan hukum yang objektif dan demi keadilan serta kepentingan hukum masih sulit untuk dijumpai. Apakah kesulitan tersebut disebabkan oleh perbuatan aktor-aktor mafia peradilan/hukum atau memang merupakan design sistemik untuk kepentingan penguasa? Merujuk pendapat Radbrurh, tujuan hukum itu setidaknya harus memenuhi tiga hal pokok yang sangat prinsipil yang hendak dicapai, yaitu : Keadilan, Kepastian dan Kemanfaatan.

Keadilan dapat diartikan sebagai memberikan hak yang setara dengan kapasitas seseorang atau pemberlakuan kepada tiap orang secara proporsional, tetapi juga bisa berarti memberi sama banyak kepada setiap orang apa yang menjadi jatahnya berdasarkan prinsip keseimbangan. Hukum tanpa keadilan menurut Geny tidaklah ada artinya sama sekali. Kepastian hukum menunjuk kepadapemberlakuan hukum yang jelas, tetap,konsistendan konsekuen, yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaanyang sifatnya subjektif. Lawrence M. Wriedman, Guru Besar di Stanford University, berpendapat bahwa untuk mewujudkan "kepastian hukum"paling tidak haruslah didukung oleh unsur-unsur sebagai berikut, yakni substansi hukum, aparatur hukum, dan budaya hukum. substansi hukum menfokuskan pada isi ketentuan-ketentuan tertulis dari hukum itu sendiri. Aparatur hukum adalah perangkat,berupa system tata kerja dan pelaksana daripada apa yang diatur dalam substansi hukum, Sedangkan budaya hukum yang menjadi pelengkap untuk dapat mendorong terwujudnya kepastian hukum. Aspek kemanfaatannya, hukum seyogyanya membawa kegunaan dalam tata sinergis antara keadilan dan kepastiannya. Sehingga dalam prakteknya, hukum membawa akibat (manfaat) terciptanya rasa terlindung dan keteraturan dalam hidup bersama dalam masyarakat.

Pada bagian selanjutnya dalam Indonesia Menggugat karya Bung Karno, berbicara tentang imprelisme dan kapitalisme yang menjadi musuh abadi bagi kemerdekaan dan kedaulatan sebuah bangsa. Kapitalisme dan Imprelisme menurut Bung Karno telah menyebabkan sebuah bangsa kehilangan kendali atas kedaulatannya, kehilangan kendali atas kepentingannya dan kehilangan kendali atas ekonominya. Dalam pandangan Bung Karno, Kapitalisme merupakan system pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi sehingga buruh tidak dapat menikmati keuntungan dari aktivitas produksi yang dilakukan. Para pemilik modal merupakan komponen utama dan satu-satunya yang dapat akses untuk menikmati secara keseluruhan nilai lebih (keuntungan) yang didapat dari aktivitas produksi tersebut. Oleh karena itu menurut Bung Karno, Kapitalisme menyebabkan akumulasi capital, konsentrasi capital (penimbunan capital), sentralisasi capital dan Industrielle Reserve-Reserve, kapitalisme mempunyai satu tujuan yaitu memelaratkan kaum marjinal, kaum buruh dan kelompok miskin akan terus dan tetap miskin.

Imperialisme menurut Bung Karno merupakan suatu paham dan imperialisme juga suatu pengertian. Imperialisme merupakan nafsu, suatu system yang bertujuan untuk menguasai (merajai) atau mempengaruhi (mengendalikan) ekonomi bangsa lain agar sesuai dengan kehendak dan kepentingan suatu bangsa. Dengan kata lain bahwa untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bangsanya, maka resource ekonomi bangsa lain harus dikuasai tanpa bangsa tersebut dapat menikmatinya guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan bangsanya.
Imperialisme telah menabrak norma, menabrak ketentuan hukum dan mengabaikan hak-hak seuatu bangsa. Imperialisme bisa dijalankan tanpa harus menggunakan pedang atau bedil atau meriam atau kapal perang, tak usah berupa perluasan negeri daerah dengan kekuasaan senjata tetapi imperialisme dapat berjalan dengan hanya memutar dan mengotak-atik lidah atau melakukan penetrasi kedalam. Dengan demikian penaklukan negeri atau bangsa lain akan membuahkan negeri jajahan.

Dalam konteks kekinian, Imperialisme yang digambarkan Bung Karno masih relevan menjadi problem besar bagi bangsa Indonesia. Akibatnya, Indonesia tidak menemui jalan akhir yakni menjadi sebuah bangsa yang besar dan sejahtera. Pilihan untuk menjadi negeri jajahan ekonomi bangsa lain sepertinya menjadi pilihan utama para pemimpin Indonesia (pemerintahan). Setidaknya dalam kurun tujuh tahun belakangan ini, kendali ekonomi diserahkan kepada mekanisme atau sistem pasar yang menyengsarakan rakyat. Dalam konteks ini, contoh yang bisa tergambarkan manakal Indonesia kehilangan resource ekonominya melalui UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing dimana kekayaan alamnya dapat dikuasai asing hingga kurun waktu 95 tahun dan banyak lagi regulasi dan produk UU yang merugikan Indonesia. Padahal Indonesia merupakan negeri strategis dan kaya akan potensi sumber daya alam baik didarat maupun dilaut. Perekonomian dibangun berdasarkan hutang baik bersumber dari hutang dalam negeri maupun hutang luar negeri bahkan dalam kurun tujuh tahun tahun belakangan ini hutang negara sebesar Rp 1676.85 trilyun (posisi Mei 2011).


Imperialisme modern yang disebutkan Bung Karno semakin mudah masuk ke Indonesia seiring dengan gelombang globalisasi yang terjadi saat ini. Globalisasi ditandai dengan kemajuan tekhnologi informasi telah meniadakan sekat dan batasan teritorial suatu negara. Disatu sisi, kemajuan tekhnologi informasi memiliki dua dampak sekaligus, disatu sisi memiliki keuntungan dan disisi lain berdampak kerugian bagi suatu negara. Dampak yang paling terasa adalah serapan pengaruh asing dan menjadi trend piker, trend sosial, trend ekonomi, trend budaya dan aspek lainnya yang terkadang tidak sesuai dengan tata nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka Pancasila yang lahir 15 tahun kemudian setelah Bung Karno membacakan Pledoinya di Bandung dapat menjadi senjata ampuh dalam mengantisipasi pengaruh asing terhadap Indonesia.

Bagi bangsa Indonesia tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Ditengah kegamangan dalam menatap masa depan, Pancasila ternyata sampai saat ini masih memberikan kontribusi besar terhadap keutuhan sebagai sebuah bangsa dalam bingkai negara kesatuan, hal ini memberikan bukti bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan nilai yang mampu mengakomodir keragaman budaya, bahasa serta adat istiadat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Namun sepertinya Pancasila tidaklah tumbuh dalam nafas para pemangku dan pengelolaa negara. untuk itu budaya pancasila harus terus dikembangakan dalam perilaku bernegara para elit negara terutama para eksekutif pemerintahaan yang diberikan mandat untuk mengelola negara. Fakta memperlihatkan bahwa radikalisme dalam bentuk apapun serta instabilitas sosial yang terjadi beberapa waktu belakangan ini dikarena pengelola negara absen menterjemahkan Pancasila dalam setiap regulasi yang dikeluarkannya. Inilah fakta empiris selama kurang lebih 7 tahun belakangan ini. Untuk itu kesadaran untuk ber-Pancasila harus dimulai dari pemimpin dan pengelola negara karena rakyat memiliki kecenderungan mengikuti apa yang dilakukan oleh pemimpinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar