MEMPERINGATI HARI LAHIRNYA PANCASILA (III)
BUNG KARNO:
PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA (III)
Kursus ke-2 Tentang
Pancasila Tanggal 16 Juni 1958 di Istana Negara
Datang saf lagi, saf zaman kita mengenal agama Islam, yang di dalam bidang politik berupa negara Demak
Bintara, negara Pajang, negara Mataram kedua, dan seterusnya. Datang saf lagi,
saf yang kita kontak dengan Eropa, yaitu saf imperialisme, yang di dalam bidang
politiknya zaman hancur-leburnya negara kita, hancur-leburnya perekonomian
kita, bahkan kita menjadi rakyat yang verpauveriseerd.
Jadi empat saf: saf pra-Hindu, saf Hindu, saf Islam, saf imperialis. Saya
lantas gogo - gogo itu seperti orang mencari ikan, di lubang
kepiting -- sedalam-dalamnya sampai menembus zaman imperialis, menembus zaman
Islam, menembus zaman Hindu, masuk ke dalam zaman pra-Hindu.
Jadi, saya menolak perkataan bahwa kurang dalam penggalian saya. Dalam pada
saya menggali-gali, menyelami saf-saf ini, saban-saban saya bertemu dengan:
kali ini, ini yang menonjol, lain kali itu yang lebih menonjol. Lima hal
inilah: Ketuhanan, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan
Sosial. Saya lantas berkata, kalau ini saya pakai sebagai dasar statis dan Leitstar
dinamis, insya Allah, seluruh rakyat lndonesia bisa menerima, dan di atas
dasar meja statis dan Leitstar dinamis itu rakyat Indonesia seluruhnya
bisa bersatu-padu.
Ambil misalnya hal sila yang per-tama, Ketuhanan. Salah satu karaktertrek(26)
bangsa kita, corak, jiwa kita baik di zaman saf keempat, maupun saf ketiga,
saf kedua, saf kesatu, bahwa bangsa lndonesia selalu hidup di dalam alam
pemujaan dari sesuatu hal yang kepada hal itu ia menaruhkan segenap harapannya,
kepercayaannya. Bangsa Indonesia pada umumnya -- saya ulang-ulangi pada umumnya -- sebab sila-sila ini adalah grootste gemene deler dan
kleinste gemene veelvoud (27)
Jadi jangan kira tiap-tiap manusia Indonesia itu merasa berKetuhanan,
bahwa tiap-tiap orang Indonesia berkobar-kobar rasa kebangsaan-nya, bahwa
tiap-tiap orang Indonesia menyala-nyala kalbunya dengan rasa kemanusiaan, tiap
orang Indonesia berkedaulatan rakyat, berkeadilan soaial. Tidak! Tetapi sebagai
26 Tabiat khas. (bhs.
Belanda).
27 Istilah bhs. Belanda untuk Pembagi Persekutuan Terbesar dan Kelipatan
Persekutuan Terkecil.
Maksudnya: Hasil garis besar,
sebagai keseluruhan
127
Keseluruhan -- grootste gemene deler, kleinste gemene veelvoud saya menemukan lima corak ini. Ambillah kleinste gemene veelvoud, groot-ste gemene deler itulah.
Het kan niet anders(28) daripada
itu, kalau kita secara sosiologis sekarang ini meningkat ke taraf masyarakat
Indonesia di dalam pertumbuhan.
Saya dengan tegas mengatakan, ini kupasan sosiologis yang akan saya
berikan. Nanti saya akan tambahkan bukan hal-hal yang sosiologis, tetapi
kenyataan. Sosiologisnya bagaimana? Het
kan niet anders -- tidak bisa
lain -- bangsa Indonesia ini hidup di dalam alam Ketuhanan. Di sana ada tempat
permohonannya, tempat kepercayaan.
Mari lebih dahulu saya kupas secara sosiologis pertumbuhan masyarakat
manusia dari zaman dulu sampai zaman sekarang. Manusia zaman dulu tidak sama
dengan manusia zaman sekarang. Sekarang ada lampu listrik, ada sarung batik,
ada kursi, ada selop, ada kacamata, ada kapal udara. Dulu tidak. Dulu manusia
hidup di hutan-hutan, di guagua. Saya namakan itu fase pertama dari kehidupan
manusia di dunia ini. Fase dari kehidupan manusia sebagai manusia. Sebab -- dan
ini tidak saya bicarakan lebih lanjut -- apakah manusia itu berada di dunia itu
sudah menjadi manusia, apakah manusia itu hasil dari evolusi. Saya cuma
menceriterakan saja ada satu cabang ilmu pengetahuan, bahwa manusia itu adalah
hasil dari evolusi. Bahwa tidak manusia itu begitu dilahirkan sudah satu
manusia bemama Adam dan satu manusia bemama Eva, kemudian dari dua ini tumbuh
manusia-manusia lain, tetapi manusia itu adalah hasil dari pertumbuhan. Mungkin
uga dulu berupa een cellige wezens -- sel yang
satu. Kemudian evolusi, menjadi ongewervelde
dieren.(29) Evolusi,
menjadi semacam ikan-ikan. Evolusi lagi, binatang yang merayap, tetapi
mempunyai kaki. Evolusi lagi, menjadi binatang yang memanjat di atas pohon.
Lama-lama timbul yang dinamakan sayap. Lama-lama menjadi binatang yang bisa
lari yang meloncat seperti kera. Kera yang merangkak dengan empat kaki menjadi
berdiri di atas dua kaki.
Evolusi lagi, menjadi manusia yang seperti kita kenal
sekarang ini.
Mula-mula hidup di dalam hutan
dan gua. Evolusi, evolusi, menjadi manusia sekarang. Proses ini makan waktu
beratus-ratus ribu tahun:
28 Tidak bisa la in (bhs. Belanda).
29 Hewan tidak
bertulang punggung (bhs. Belanda).
1?R
PANCASILA BUNG KARNO
Di tanah air kita sendiri pada
satu ketika terdapat salah satu bukti dari teori ini. Yaitu di dekat kota
Ngawi, di desa Trinil, terdapat tulang-tulang dari makhluk yang demikian ini.
Nyata makhluk manusia, tetapi bentuk masih setengah gorila, tetapi ia sudah
berjalan dengan dua kaki. Setengah monyet, tetapi sudah berrjalan dengan dua
kaki. Maka karena itu dinamakan pithecanthropus erectus. Pithecus itu
artinya monyet, anthropus artinya manusia. Tetapi ia berjalan dengan dua
kaki, erectus. Pithecanthropus erectus yang ditaksir menurut ilmu
biologi, batu yang membungkus tulang-tulang itu. Sebab tulang itu pada suatu
hari mungkin terbenam -- entah kena lahar, entah kena banjir, entah kena apa --
katakanlah dalam lumpur. Lumpur ini makin lama makin keras, makin membatu,
sehingga akhimya tulang ini terbungkus di dalam batu. Nah, ilmu biologi, ilmu
batu, menentukan umur batu ini 550 ribu tahun. Jadi lebih dari setengah juta
tahun. Dus tulang yang di
dalam batu ini berasal dari zaman paling sedikit setengah juta tahun yang lalu.
Saya tinggalkan pertikaian dalam hal ini, dan saya mulai dengan cerita
bahwa pada satu zaman manusia itu sudah sampai kepada tingkat berupa manusia.
Bukan lagi pithecanthropus, tetapi sudah anthropus yang penuh.
Cuma hidupnya dalam gua. ltu fase pertama hidup dalam gua, mencari penghidupan
dengan memburu dan mencari ikan. Memburunya bukan dengan senjata Màuser atau
Lee & Field. Tidak!
Tetapi zaman dahulu dengan batu dan sepotong kayu. Cara hidupnya ini adalah
penting sekali. Alam pikiran manusia di segala zaman itu dipengaruhi oleh cara
hidupnya, oleh cara ia mencari makan dan minum. Pegang ini, dan jangan lupa
akan stelling(30) ini: cara manusia mencari makan dan minum, mencari
hidup, mempertahankan hidup, memelihara hidupnya, ini adalah penting sekali. Ia
mempengaruhi alam pikirannya. Tingkat yang pertama ini adalah tingkat demikian.
Hidup dalam gua-gua, di bawah pohon-pohon, mencari makan dengan memburu dan
mencari ikan.
Evolusi, pertumbuhan. Datanglah lambat laun tingkat yang
kedua.
Jangan kira, tingkat yang kedua
ini datangnya sekonyong-konyong. Tidak. lni adalah satu pertumbuhan yang
evolusioner: Tingkat yang kedua ialah bahwa si manusia yang tadinya hidup dari
perburuan dan mencari ikan,
30 Pendirian (bhs. Belanda).
129
mulai mengerti bahwa ternak
bisa dipelihara. Tadinya ia memburumemburu kijang, sapi hutan, kambing hutan
dan lain sebagainya. Lambat laun timbul pengetahuan bahwa binatang-binatang itu
bisa ditangkap, diikat, dikurung, anaknya dipelihara, bisa berkembang biak.
Tingkat yang kedua ialah tingkat cara hidup manusia dengan terutama sekali --
garis besarnya saja: grootste gemene deler
dan kleinste gemene veelvoud
--hidup dari peternakan, memelihara binatang.
Lambat laun, dengan pemeliharaan binatang ini -- setelah ia meninggalkan
adat kebiasaannya memburu dan kemudian menjadi peternak -- ia agak lebih
terikat kepada tempat, kepada ternaknya. Ia harus memberi makan kepada ternak
itu. Bukan saja memberi makan kepada diri sendiri yang berupa daging, tapi ia
juga harus memberi makan kepada ternaknya. Lama-lama ia tahu bahwa inakanan
yang ia perlukan sendiri dan yang ia berikan kepada binatang itu, bisa pula
dicocoktanamkan, bisa ditanam. Dulu, kalau ia perlu buah-buahan, ia pergi ambil
di hutan. Ketemu jagung di hutan, ambil jagung. Baginya biasa, tanaman begini
ini buahnya bisa dimakan. Berjumpa padi di rawa-rawa, tapi padi liar. Ia
mengetahui -- biasa baginya -- bahwa buahnya dapat dimakan dan dapat pula
diberikan kepada ternaknya. Tetapi lambat-laun ia berpengalaman, bahwa tanaman
pun bisa ditanam. Tumbuhtumbuhan yang berupa jagung, padi, gandum, buah-buahan
bisa ditanam.
Dan terutama sekali, Saudara-saudara, ini adalah tingkat yang ketiga, cara
hidup dari pertanian terutama sekali. Di sini kita pantas memberi salut kepada
wanita. Wanitalah makhluk pertama yang mengusahakan tanaman ini. Bukan karena
menganggurnya, tetapi merasa harus. la melihat bahwa biji jagung yang tidak
termakan, tumbuh, dan ia melihat kalau biji jagung ini ditanam lebih dalam, dan
tanahnya dikorek-korek, menjadi lebih subur dan bisa berbuah. Demikian biji
padi dan juga tanam-tanaman yang lain. Salah satu jasa dari wanita ialah:
dialah yang pertama kali memperoleh ilmu pertanian. Sebagaimana juga sebenarnya
wanita yang pertama kali mendapatkan ilmu menjahit, membikin pakaian. Wanita
yang di rumah, melihat anaknya kedinginan, ditutup badan anaknya itu dengan
kulit binatang. Lama-lama ia berpikir: kalau kulit binatang
130
PANCASILA BUNG KARNO
yang satu ini disambung dengan
kulit binatang yang lain -- barangkali dengan tulang ikan yang tajam dan serat
atau akar. Dan begitulah timbul ilmu menjahit oleh wanita. Susu ternak, darah
-- zaman dahulu itu orang masih makan darah -- harus dikumpulkan. Wanitalah
yang pertama-tama menemukan tempat untuk susu atau darah itu, dari buah labu
yang tua dikorek-korek. Atau untuk tempat biji-biji yang dikumpulkan dari
hutan-hutan. Wanitalah yang pertama kali mempunyai begrip(31) wadah.
Bahkan -- karena barangkali tidak ada buah labu -- wanita yang menggali tanah
liat, dibentuknya dengan cara yang amat primitif, akhirnya menjadi semacam
periuk.
Wanita yang pertama kali membuat apa yang kita namakan rumah. Belum rumah
seperti sekarang, meskipun rumah desa pun. Sangat sederhana. Wanita yang
ditinggalkan suaminya ke hutan atau menggembala, tinggal dengan anaknya. Hujan.
Kemudian timbul pikiran menyusun daun-daun pisang atau lainnya untuk bernaung
di bawahnya. Begrip pertama dari atap. Jadi wanita adalah makhluk yang
pertama yang mendapatkan apa yang di-namakan civilization, peradaban.
Wanita yang membuat periuk, wanita yang menjahit kulit, wanita yang
menganyam serat menjadi tenunan kasar, wanita yang bercocok tanam mula-mula.
Ini tingkat yang ketiga, cocok tanam. Si laki lama-lama melihat bahwa
jagung, padi, bisa ditanam. Lama-lama si laki pun meninggalkan cara hidup
beternak, capek selalu mencari tempat penggembalaan. Lantas ia menetap
juga. Perkataan menetap. Dulu tatkala ia masih hidup memburu, tidak menetap,
selalu berpindah-pindah, nomade. Tatkala ia beternak pun -- tingkat yang
kedua -- tidak menetap, berpindah-pindah mencari makanan untuk ternaknya, nomade.
Tetapi ketika pertanian diterima oleh wanita dan juga oleh lelaki dus manusia
cara hidupnya terutama sekali dari pertanian -- manusia lantas meninggalkan
cara hidup nomadisch, menjadi orang-orang yang menetap.
Tingkat keempat, juga saudara harus membayangkan evolusi. Pertanian,
lama-lama timbul pikiran: tanah ini kalau dicokel-cokel dengan suatu alat,
lebih subur. Lama-lama timbul pikiran akan
31 Pengertian, paham.
131
semacam bajak. Timbul pikiran
untuk memotong. Timbul pikiran untuk membuat alat. Lama-lama timbul satu kelas:
aku tidak ikut bercocok tanam; aku membuat alat; aku membuat bajak; aku membuat
cangkul; aku membuat semacam linggis dari kayu. Timbul juga satu pikiran, bahwa
untuk mengangkut barang dari satu ke lain tempat harus ada alat yang bisa
menggelinding. Lama-lama menjadi begrip gerobak. Geiobak yang sederhana.
Wanita yang bikin periuk, timbul pikiran: bikin periuk saja, sehari-hari bikin
periuk. Wanita yang bikin tenunan, timbul pikiran mengumpulkan serat-serat
untuk menenun. Lantas timbul satu kelas yang sehari-hari mengumpulkan
serat-serat untuk menenun -- kelas penenun.
Demikianlah seterusnya timbul golongan-golongan manusia yang cara hidupnya
membuat alat yang kemudian ditukarkan kepada orang yang bercocok tanam.
"Aku membuat periuk, aku perlu makan; ambillah periukku dan berilah aku
jagungmu atau gandummu, atau padimu." Begrip ruilhandel,(32) tukar-menukar timbul.
Di dalam tingkat keempat ini, akhirnya tumbuh kelas yang terutama sekali
hidup dari apa yang dinamakan nijverheid, kerajinan. Membuat alat,
membuat gerobak, membuat pacul, membuat bajak, membuat pedang dan lain-lain.
Hidup hanya membuat alat, yang hasilnya ditukarkan dengan hasil pertanian --
ruilhandel.
Evolusi lagi. Akhimya meningkat menjadi zaman yang sekarang ini, yang
dididik di dalam alam yang dinamakan alam industrialisme. Pertumbuhan dari nijverheid
ini, membuat produksi, lantas timbul cara mendidik orang lain dengan
perburuhan, dengan terdapatnya mesin uap dan lain-lain -- industrialisme. Itu
adalah sifat yang kita hidup sekarang ini atau kita mengalarni, melihat
sekarang ini terutama sekali terjadi di dunia Barat, di Amerika dan di Eropa.
Saya ulangi, dus manusia ini pertumbuhannya melalui lima tingkat,
sesudah ia berbentuk dan berupa mahusia. Saya tidak bicarakan hal pithecanthropus.
Memburu dan mencari ikan, satu. Bertemak, dua. Cocok tanam, tiga.
Kerajinan, empat. lndustrialisme, lima.
Sekali lagi saya ulangi, ini adalah de grootste gemene deler dan de
kleinste gemene veelvoud, corak umum dari masyarakat manusia.
32 Perdagangan secara
tukar-menukar (bhs. Belanda).
132
(Arsip –
K.Prawira: BUNG KARNO “PANCASILA ISI JIWA BANGSA INDONESIA”, PANCASILA BUNG KARNO,
Paksi Bhineka Tunggal Ika, 2005, hal.127-132)
Disiarkan
ulang: MD Kartaprawira, Nederland 02 Juni 2009
Disiarkan ulang oleh INDONESIA BERJUAMG, 01 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar