MEMPERINGATI HARI LAHIRNYA PANSACSILA (2012)
PANCASILA ISI JIWA BANGSA
INDONESIA (II)
Kursus ke-2 Tentang
Pancasila Tanggal 16 Juni 1958
di Istana Negara
Saudara-saudara, jawabannya ialah, kalau kita mencari satu dasar yang
statis -- yang dapat mengumpulkan semua -- dan jikalau kita mencari suatu Leitstar
dinamis -- yang dapat menjadi arah perjalanan-kita harus menggali
sedalam-dalamnya di dalam jiwa masyarakat kita sendiri. Sudah jelas kalau kita
mau mencari satu dasar yang statis, maka dasar yang statis itu harus terdiri
dari elemen-elemen yang ada pada jiwa lndonesia. Kalau kita mau masukkan
elemen-elemen yang tidak ada dalam jiwa lndonesia, tak mungkin dijadikan dasar
untuk duduk di atasnya.
Misalnya, kita ambil elemen-elemen dari alam pikiran Eropa atau alam
pikiran Afrika. Itu adalah elemen asing bagi kita, yang tidak in concordantie(12) dengan jiwa kita sendiri, tak akan bisa menjadi dasar
yang sehat, apalagi dasar yang harus mempersatukan. Demikian pula elemen-elemen
untuk dijadikan Leitstar dinamis
harus elemen-elemen yang betul-betul menghikmati jiwa kita. Yang betul-betul
-- bahasa Inggrisnya -- appeal(13) kepada jiwa kita. Kalau kita kasih Leitstar yang tidak appeal kepada jiwa kita, oleh karena
pada hakekatnya tidak berakar kepada jiwa kita sendiri, ya tidak bisa menjadi Leitstar dinamis yang menarik kepada
kita.
lni adalah satu soal yang susah, Saudara-saudara. Apalagi bagi
Saudara-saudara pemimpin -- yang salah satu tugas dari pemimpin itu harus bisa
menggerakkan rakyat. Tiap-tiap Saudara-saudara yang ada di sini ingin bisa
menggerakkan rakyat, bisa menarik pengikut-pengikut, tidak pandang Saudara
dari partai apa. Yang duduk di sini, semuanya sebagai pemimpin ingin memimpin,
ingin mempunyai golongan yang dipimpin yang bisa mengikuti dia, yang bisa
diajak berjalan. Untuk memenuhi ini saja sudah susah, Saudara-saudara. Banyak
pemimpin yang kandas, tidak bisa menggerakkan rakyat, tidak bisa mendapat
pengikut banyak, oleh karena ia tidak bisa mengadakan appeal. Appeal yaitu ajakan, tarikan
yang membuat si rakyat itu mengikuti dia, pada panggilannya.
Jikalau Saudara baca mengenai hal ini -- saya ini sedang mengupas hal Leitstar -- baca mengenai hal ini:
bagaimana cara kita menggerakkan rakyat. Dan bukan saja menggerakkan rakyat,
tetapi kadang-kadang minta supaya mau berkorban, mau berjuang, mau membanting
tulang, pendeknya mau menggerakkan kemauan dalam hati rakyat, bukan sekadar
satu keinginan, tetapi kemauan untuk berjuang.
12 Sesuai (bhs. Belanda).
13 Memiliki daya tarik (bhs. Inggris).
120
Syarat-syaratnya ini apa? Kalau
Saudara baca kitab-kitab yang ditulis pernimpin-pemimpin yang berpengalaman
tentang hal ini, Saudara akan melihat bahwa hal ini tidak gampang.
Baru sekadar hendak membangunkan di dalam hati rakyat keinginan, itu
gampang sekali. Keinginan kepada masyarakat yang kenyang makan, keinginan pada
satu masyarakat yang manis, tiap-tiap orang bisa. Asal bisa meng-iming-imingi (membayang-bayangkan).
Tetapi untuk menggumpalkan keinginan ini menjadi kemauan, menjadi tekad, bahkan
menjadi kerelaan berkorban, that is
another matter – lain hal. Kalau Saudara baca kitab-kitab yang
menganalisa hal ini,maka Saudara akan menemui tiga syarat:
Pertama, memang Saudara harus bisa menggambarkan, mengiming-iming: "Mari kita capai itu!
Lihat itu bagus, lihat itu indah, lihat itu lezat. Di situlah
kebahagiaan." Pemimpin yang tidak bisa meng-gambarkan, melukiskan
cita-cita, tidak akan mendapat hasil. Itu syarat yang pertama. ia harus bisa
melukiskan cita-cita.
Di dalam sejarah dunia Saudara akan melihat bahwa pemimpinpemimpin besar
yang bisa menggerakkan massa, semuanya adalah pemimpin-pemimpin yang bisa
melukiskan cita-cita. Bukan saja di dalam lapangan politik, tetapi di dalam
segala lapangan.
Ambil contoh Nabi-nabi, yaitu pemimpin-pemimpin besar sekali. Semua Nabi
itu pandai benar melukiskan cita-cita. Katakanlah meng-iming-iming. Misalnya Nabi Muhammad: "Kalau engkau
berbuat baik, engkau masuk di sana." Malah digambarkan secara plastis,
dilukis betul indahnya sorga, nyamannya sorga, nikmatnya sorga. Bahkan ditulis
di dalam firman Allah -- Quran sendiri-di sorga itu betapa amannya, indahnya,
tidak ada terik matahari, semuanya enak, ada sungai-sungai, dan airnya itu
jernih cemerlang, atau air susu, atau air madu, dan berkeliaran bidadari-bidadari
di situ. Sehingga betul ter-iming-iming umat
Islam itu ingin masuk di sana dengan melalui jalan kebajikan. Untuk mencapai
itu, jalannya ialah kebajikan. Yang ada di dunia ini, bagai-mana pun bagusnya,
kalah indahnya dari itu.
Ambil Nabi Isa: "Kerajaan di dunia ini, bagaimanapun bagus-nya, kalah
bagus dengan Kerajaan Langit". Het
Koninkrijk der Hemelen -- Kerajaan Langit -- dilukiskan di dalam
ciptaan kita sebagai lawan dari kerajaan yang ada di bumi ini.
121
Ambil pemimpin-pemimpin lain,
bukan di lapangan agama, tetapi di lapangan politik, bahkan yang fasis, atau
yang sosialis. Fasis, Hitier, misalnya. Hitler itu kok bisa sampai mendapat pengikut juta-jutaan dan pengikut
yang fanatik-fanatik? Oleh karena ia pandai memasangkan Leitstar-nya.
Hitier berkata: "Jikalau kau ingin satu kerajaan yang lebih hebat
daripada sekarang, jangan kerajaan sekarang ini kau terima. Bongkar! Kita harus
mengadakan kerajaan yang ketiga, das
dritte Reich. Reich yang pertama masih kurang baik bagi kita, yaitu
zaman Germanentum. "
Zaman baheula,(14) zaman ceriteranya Nibelungen, yang di dalam puisi Jerman digambarkan
sebagai zaman keemasan dari Germanentum, dengan pahlawan-pahlawannya, misalnya
Brunhilde, Kriemhilde, Siegfried. Sieg-fried jago yang tidak tedas(15 ) senjata, kecuali
ada satu tempat di punggungnya yang tidak kebal. Pada waktu ia mandi di air
kebal, ada daun jatuh di atas punggungnya, sehingga bagian daun itu tidak
terkena air kebal; yang lain-lain kena air kebal. Zaman itu digambarkan oleh
Hitier, belum, kurang besar, kurang bagus.
"Kerajaan yang kedua -- di bawah pimpinan Kaisar Frederick de Grote --
zaman itu ya besar, tetapi kurang besar bagi kita. Tidak! Kita menghendaki
kerajaan yang ketiga, yang di dalam kerajaan ketiga ini, hanya orang-orang yang
berambut-jagung, mata biru yang akan hidup, tidak dicemarkan dengan darah
Yahudi, atau darah Roman dari Selatan. Tetapi hanya orang-orang yang murni
Ariers.(16) Kerajaan ketiga inilah, yang di dalamnya tidak ada
kemiskinan dan tidak ada kehinaan. Itu kita punya cita-cita." Dengan jalan
demikian ia meng-iming-iming kepada
rakyat Jerman.
Ambil Marx -- tadi saya ceriterakan kepada Saudara-saudaraia dapat betul
menggambarkan satu -- bukan saja klasseloze
maatschappij, tetapi satu staatloze
maatschappij -- yang di situ tidak ada penindasan.
14 Zaman dahulu, zaman kuno (bhs. Sunda). 15.Mempan, mampu dilukai.
16 Bangsa Aria, yang di zaman prasejarah tinggal di Iran dan India Vtara,
dianggap sebagai bangsa yang membawa kemajuan umat manusia. Menurut Hitler,
bangsaAria yang paling mumi adalah orang Nordis atau J ermania.
122
Sebaliknya semua manusia hidup di dalam suasana
kekeluargaan. Satu staatloze dan klasseloze maatschappij yang
hanya ada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Demikianlah, Saudara-saudara, maka salah satu syarat untuk bisa menjadi
pemimpin ialah harus dapat meng-iming-iming, tetapi jangan meng-iming-iming
barang yang bohong. Itulah salah satu syarat. Perkataan saya saja meng-imng-iming,
tetapi sebenarnya ialah dapat membentangkan Leitstar kepada rakyat.
Nomor dua, harus bisa memberi kepada rakyat. Demikianlah, menganalisa
hidup, cara bekerjanya pemimpin-pemimpin besar, bisa memberi kepada rakyat rasa
mampu mencapai apa yang diinginkan itu. Merasa mampu, membangunkan rasa mampu.
Meskipun engkau bisa meng-iming-iming, tetapi jikalau engkau tidak bisa
membangunkan rasa mampu di dalam rakyat bahwa rakyat bisa mencapai apa yang
engkau iming-iming-kan, ya, maka di dalam kalbu rakyat akan hanya hidup kepingin,
ingin, tetapi belum menggumpal menjadi satu kehendak, kemauan, satu wil.
Sebab sebelumnya sudah terhambat oleh rasa, toh tidak mampu.
Ibaratnya, engkau bisa meng-iming-imingi seseorang yang badan-nya
lemah: "Lihat itu, di puncak pohon itu ada buah merah, buah itu paling
enak." Si dahaga kepingin buah itu, tetapi ia merasa dirinya lemah, dus, tinggal kepingin saja, tidak ia
mempunyai kehendak, kemauan, wil untuk mencapai buah itu. Atau engkau
bisa ambil seorang pemuda, anak orang biasa. Engkau iming-iming dia
dengan seorang gadis cantik, entah anak bangsawan tinggi, entah milyuner:
"Bung lihat, bukan main cantiknya!" Tetapi ia tidak mempunyai rasa
mampu untuk mengambil hati si gadis itu. Malahan ia merasa dirinya lemah
sekali, "Aku anak orang miskin, ia anak orang kaya. Mana bisa kawin sama
dia." Tidak akan timbul kehendak – wil -- untuk mengawini gadis itu. Itu
syarat nomor dua.
Syarat nomor tiga, bukan saja menanamkan keyakinan, atau rasa mampu, tetapi
menanamkan kemampuan yang sebenar-benarnya. Menanamkan kemauan memberi kepada
rakyat de werkelijke kracht,(17) dengan
cara mengorganisir rakyat itu. Jadi tadinya sekadar keinginan oleh karena ter-iming-iming,
keinginan ini timbul, naik lagi setingkat menjadi kemauan, oleh karena
Saudara bisa memberi kepada rakyat itu
17 Kekuatan atau yang
sebenamya (bhs. Belanda).
123
rasa mampu, krachtsgevoeI(18).
Krachtsgevoel ini dinaikkan setingkat lagi rnenjadi de werkelijke
kracht, dengan cara mengorganisir rakyat itu. Kalau tiga ini Saudara-saudara
sudah bisa dijadikan Trimurti -- artinya diper-satukan di dalam tindakanmu
sebagai pemimpin -- Saudara akan bisa menggerakkan massa.
Dus, Leitstar yang dinamis, Saudara-saudara,
harus memberi kemungkinan kepada tiga hal ini. Rakyat tertarik, satu. Rakyat
mempunyai rasa "aku atau kita bisa mencapai", dua. Tiga, bukan saja
rasa mampu, tetapi memang mampu untuk
mencapai itu. Kalau sekadar dua, dapat meng-iming-iming, dapat memberi krachtsgevoel,
tetapi Saudara tidak bisa memberi tenaga, buah di atas pohon itu tidak bisa
terpetik. Saudara bisa berkata, "He, buah itu enak betul, kepingin apa
tidak?" Kepingin. "Mau apa ti dak?" Mau. Tetapi Saudara lupa
melatih dia untuk memanjat pohon itu. Meskipun ia mempunyai kemauan, tetapi ia
tidak bisa memetik oleh karena baru naik 2, 3 meter sudah jatuh lagi. Tiga
syarat ini harus dipenuhi.
Leitstar dari negara harus bisa realiseren(19) tiga
syarat ini. Dus, dasar negara
pertama harus bisa menjadi meja statis yang mempersatukan segenap elemen bangsa
Indonesia dan dasar negara itu harus bisa merealisir tiga syarat yang saya
sebutkan itu agar supaya rakyat dengan alat yang dinamakan negara dapat
benar-benar mencapai apa yang di-leitstar-kan itu. Maka berhubung dengan
itu, elemen-elemen dari dasar ini harus elemen yang tidak asing bagi bangsa
lndonesia sendiri. Kalau kita mengambil elemen yang asing, tidak bisa elemen
itu menjadi dasar statis. Demikian pula tidak bisa menjadi dasar Leitstar dinamis
.
Bangsa atau rakyat adalah satu jiwa. Jangan kira seperti kursi-kursi yang
dijajarkan. Bangsa atau rakyat mempunyai jiwa sendiri. Ernest Renan berkata: une
nation est une ame; een natie is een ziel -- bangsa itu satujiwa. Jangan
kira bangsa itu adalah jumlah dari manusia itu dengan manusia itu, seperti
kursi-kursi dijajar. Benar bangsa itu terdiri dari manusia-manusia yang
berjiwa, malahan apalagi bangsa-bangsa itu terdiri dari manusia-manusia yang
berjiwa, tetapi kecuali dari itu, bangsa itu
18 Perasaan mampu melakukan (bhs. Belanda). 19 19
Merealisir atau mewujudkan (bhs. Belanda).
124
mempunyai jiwa sendiri pula.
Ada misalnya kitab Gustave Le Bon yang mengatakan, bahwa bangsa itu mempunyai
jiwa sendiri yang tidak het algemeen totaal(20) dari si Polan, si Polan dan seterusnya.
Mempunyai jiwa sendiri. Satu bangsa adalah satu jiwa.
Nah, oleh karena bangsa atau rakyat adalah satu jiwa, maka kita pada waktu
kita mernikirkan dasar statis atau dasar dinamis bagi bangsa tidak boleh
mencari hal-hal di luar jiwa rakyat itu sendiri. Kalau kita mencari hal-hal di
luar jiwa rakyat itu sendiri, kandas. Ya, bisa menghikmati satu dua, seratus
dua ratus orang, tetapi tidak bisa menghikmati sebagai jiwa tersendiri. Kita
harus tinggal di dalam lingkungan dan lingkaran jiwa kita sendiri. ltulah
kepribadian. Tiap-tiap bangsa mempunyai kepribadian sendiri, sebagai bangsa.
Tidak bisa opleggen(21) dari luar. ltu harus latent(22)
telah hidup di dalam jiwa rakyat itu sendiri. Susah mencarinya mana ini
elemen-elemen yang harus nanti total menjadi dasar statis dan total menjadi Leitstar
dinamis. Dicari-cari, berkristalisir di dalam lima hal ini: Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial. Dari
zaman dahulu sampai zaman sekarang, ini yang nyata selalu menjadi isi dari jiwa
bangsa Indonesia. Satu waktu ini lebih timbul, lain waktu itu yang lebih kuat,
tetapi selalu schakering(23) itu
lima ini.
Ada orang berkata: Pada waktu Bung Karno mem-propageren(24) Pancasila,
pada waktu ia menggali, ia menggalinya kurang dalam. Terang-terangan yang
berkata demikian dari pihak Islam. Dan saya tegaskan, saya ini orang Islam,
tetapi saya menolak perkataan bahwa pada waktu saya menggali di dalam jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia kurang dalam menggalinya. Sebab dari pihak Islam
dikatakan, jikalau Bung Karno menggali dalam sekali, ia akan mendapat dari
galiannya itu Islam. Kenapa kok Pancasila ? Kalau ia menggali dalam sekali, ia akan mendapat hasil
dari penggaliannya itu, Islam. Saya ulangi, saya adalah orang yang cinta kepada
agama Islam. Saya beragama Islam. Saya tidak berkata saya ini orang Islam yang
sempurna. Tidak. Tetapi saya Islam.
20 Merupakan
keseluruhan pada umumya (bhs. Belanda). 21 21 Memaksakan, mengambil (bhs. Belanda).
22 Terpendam (bbs. Belanda).
23 Terkelompok
dalamjenis (bhs. Belanda). 24 24 Berusaha mencari (bhs. Belanda).
125
Dan saya meno lak tuduhan bahwa
saya menggali ini kurang dalam. Sebaliknya saya berkata, penggalian saya itu
sampai zaman sebelum ada agama Islam. Saya gali sampai zaman Hindu dan
pra-Hindu.
Masyarakat Indonesia ini boleh saya gambarkan dengan safsafan. Saf ini di
atas saf itu, di atas saf itu saf lagi. Saya melihat macam-macam saf. Saf
pra-Hindu, yang pada waktu itu kita telah bangsa yang berkultur dan
bercita-cita. Berkultur sudah, beragama sudah, hanya agamanya lain dengan agama
sekarang, bercita-cita sudah. Jangan kira bahwa kita pada zaman pra-Hindu
adalah bangsa yang biadab. Baca kitab misalnya dari Profesor Dr. Brandes. Di
dalam tulisan itu ia buktikan bahwa Indonesia sebelum kedatangan orang Hindu di
sini sudah mahir di dalam sepuluh hal. Apa misalnya? Tanam padi secara sawah
sekarang ini jangan kira itu pembawaan orang Hindu. Tidak, pra-Hindu! Tatkala
Eropa masih hutan belukar, belum ada Germanentum, di sini sudah ada cocok tanam
secara sawah. Ini dibuktikan oleh Profesor Dr. Brandes. Alfabet ha-na-ca-ra-ka-da-ta-sa-wa-la, jangan
kira itu pembawaan orang Hindu. Wayang kulit dibuktikan oleh Profesor Brandes
bukan pembawaan orang Hindu. Orang Hindu memperkaya wayang kulit, membawa
tambahan lakon, terutama sekali Mahabarata dan Ramayana. Tetapi dulu kita sudah
punya wayang kulit, tetapi belum dengan Mahabarata dan Ramayana. Sebagian dari restan(25) wayang kulit kita dari zaman pra-Hindu, yaitu
Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Dawala, Cepot dan lain-lain itu. Itu pra-Hindu!
Kita dulu mempunyai wayang kulit yang menceriterakan kepahlawanan--kepahlawanan
kita, sejarah para leluhur. Kemudian datang orang Hindu membawa lakon
Mahabarata dan Ramayana. Karena kita ini satu bangsa yang bisa menerima segala
hal yang baik, lakon-lakon itu kita masukkan di dalam wayang sebagai perkayaan
dari wayang kulit kita. Jadi saya menggali itu dalam sekali, sampai ke saf
pra-Hindu.
Datang saf zaman Hindu, yang di dalam bidang politik berupa negara Taruma,
negara Kalingga, negara Mataram kesatu, negaranya Sanjaya, negara Empu Sendok,
negara Kutai, berupa Sriwijaya dan lain sebagainya. Datang saf lagi, saf zaman
kita
25 Sisa (bhs.
Belanda).
126
(Arsip – K.Prawira: BUNG KARNO “PANCASILA ISI
JIWA BANGSA INDONESIA”, PANCASILA BUNG KARNO, Paksi Bhineka Tunggal Ika, 2005,
hal. 120-126)
DISIARKAN ULANG: MD Kartaprawira, Nederland 02 Juni 2009
Disiarkan ulang oleh INDONESIA BERJUANG, 01 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar