Untuk memperingati Hari Ultah Bung Karno 06 Juni 2014 kami siarkan kembali pidato MD Kartaprawira pada tahun 2001 dalam pertemuan besar masyarakat Indonesia "Peringatan 100 Tahun Bung Karno" di Diemen (Nederland). Kami berpendapat sebagian besar dari tulisan tersebut masih relevan dewasa ini sebagai bahan kajian sejarah. Terima kasih, Redaksi INDONESIA BERJUANG.
BUNG KARNO SEBAGAI BAPAK PEMERSATU BANGSA INDONESIA
DAN AJARANNYA*)
(Oleh MD Kartaprawira)
PERJUANGAN BUNG KARNO MEMPERSATUKAN BANGSA
Bung Karno sebagai pejuang pemersatu bangsa, pejuang melawan kolonialisme
dan imperialisme, proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia dan presiden RI
pertama selalu dikenal dan dihormati oleh rakyat Indonesia. Sebab selama
hayatnya Bung Karno telah menyera hkan seluruh tenaga dan fikirannya untuk
mempersatukan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa besar yang hidup dalam
masyarakat berkeadilan dan berkemakmuran - masyarakat adil makmur, yang
bebas dari penindasan manusia atas manusia, dan eksploitasi manusia atas
manusia.
Semua konsekwensi perjuangan untuk itu dia hadapi dengan berani, meskipun
harus masuk keluar penjara, menjalani pembuangan dari satu tempat ke
tempat lain, menghadapi pencaci-makian dari lawan-lawan politiknya,
pengkhianatan dari kawan-kawan seperjuangann ya, mempertaruhkan kekuasaan
dan jiwanya pada saat kesehatannya yang sudah sangat kritis.
Kepeduliannya atas nasib rakyat Indonesia yang dijajah oleh kolonialisme
Belanda adalah motor yang menggerakkan jiwa Bung Karno untuk menyerahkan
seluruh jiwa raganya dalam perjuangan politik tersebut. Maka tidak
mengherankan kalau garis perjuangan Bung K arno adalah melenyapkan
kolonialisme untuk berdirinya Indonesia Merdeka. Bung Karno menyadari
bahwa perjuangan melawan kolonialisme tidak bisa lepas dengan perjuangan
melawan kapitalisme. Maka perjuangan Indonesia Merdeka juga tertuju kepada
terbentuknya masyarakat adil makmur (sosialisme Indonesia), yang bebas
dari eksploitasi manusia atas manusia. Dan akhirnya, perjuangan untuk
Indonesia Merdeka dan terbentuknya masyarakat adil makmur tidak bisa
tercapai tanpa adanya persatuan seluruh bangsa Indonesia.
Atas dasar pokok-pokok pikiran tersebut di atas Bung Karno telah berhasil:
1. Menggugah rasa kebangsaan, sehingga bisa membangkitkan kesedaran diri
bahwa harus bersatu padu untuk melawan penjajahan. Sebagai hasil proses
kesadaran itulah maka lahir Sumpah Pemuda pada Oktober 1928 yang merupakan
manifestasi tekad para pemuda untu k mewujudkan bangsa Indonesia bersatu
di bawah semboyan satu bangsa - bangsa Indonesia, satu bahasa - bahasa
Indonesia, dan satu tanah air - tanah air Indonesia. 2. Dengan dukungan
rakyat, memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus 45, yang diikuti dengan pembentukan UUD 1945, pemerintahan beserta
alat perlengkapan negara lainnya. Indonesia Merdeka inilah yang selalu
ditunggu segera kelahirannya, tanpa menunggu sampai rakyat bisa membaca,
berbudaya tinggi dsb. 3. Memimpin bangsa untuk mempertahankan negara dari
usaha-usaha come-backnya kolonialisme Belanda yang disertai dengan aksi
kolonial pertama dan kedua. Bagaimana pun beratnya mempertahankan negara
menghadapi lawan yang persenjataannya jauh melebihi, denga n persatuan
seluruh kekuatan bangsa perjuangan dapat dimenangkan. 4. Menggagalkan
politik devide et impera Belanda yang dengan mendirikan negara-negara
boneka bertujuan untuk mengeroyok RI di dalam Republik Indonesia Serikat.
Tetapi kenyataannya, negara-negara buatan van Mook tersebut satu demi satu
bergabung dengan RI . Dan akhirnya RIS berubah menjadi NKRI secara
konstitusional. Hal ini membuktikan api persatuan Bung Karno tetap
membakar jiwa rakyat di daerah-daerah tersebut dan gagallah proyek
federalisme van Mook. 5. Dengan tindakan tegas menyelamatkan negara dari
bahaya separatisme dan gerombolan-gerombolan pembrontak (RMS,
PRRI-Permesta, Di/TII, Gerombolan Andi Azis dll.) sehingga Indonesia
terhindar dari ancaman disintegrasi yang sangat berbahaya bagi eksistensi
negara Indonesia yang masih muda. 6. Memimpin perjuangan rakyat merebut
kembali Irian Barat dari cengkeraman kolonialisme Belanda, sehingga
tercapailah persatuan dan kesatuan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Harus diakui bahwa perjuangan mempersatukan bangsa yang begitu majemuk
suku bangsanya, etniknya, agamanya, tingkat budayanya, wilayah dan
jumlahnya yang begitu besar, dan dilakukan dalam keadaan yang serba
kekurangan adalah kesuksesan yang maha besar. Sua tu bukti persatuan
bangsa dapat memenangkan segala macam perjuangan.
SUMBER IDE PERSATUAN BUNG KARNO
Seluruh kiprah perjuangan Bung Karno yang telah berhasil mempersatukan
bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda, mendirikan Negara Republik
Indonesia (bahkan menggalang solidaritas internasional melawan nekolim),
adalah buah ide dan gagasan cemerlang
yang dilahirkannya sejak masa mudanya.
Suatu ide politik tidak akan lepas dari suatu situasi di mana penggagas
berpijak. Ide Bung Karno lahir di mana bangsa Indonesia dalam keadaan
nestapa karena penjajahan kolonialisme Belanda dan eksploitasi sistem
kapitalisme. Maka tidak mengherankan kalau benang merah ide dan ajaran
Bung Karno adalah persatuan bangsa Indonesia untuk mengubah kenestapaan
rakyat menuju masyarakat adil dan makmur yang bebas dari eksploitasi
manusia atas manusia. Jelas ide persatuan tersebut mempunyai tujuan luhur,
bukannya p ersatuan demi persatuan.
1. Ide persatuan yang pertama dipublikasikan dalam sebuah artikel
"Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme". Dalam artikel tersebut dengan
jelas ide persatuan antara tiga golongan itu menjadi intinya. Sebab
masyarakat Indonesia pada dasarnya langsung atau ti dak terlibat dalam
ketiga ideologi tersebut. Dan Kenyataan tersebut tidak bisa dibantah oleh
siapapun. Dalam artikel tersebut,yang ditulis pada tahun 1926 di dalam
Suluh Indonesia Muda, dan dalam masa gawat-gawatnya perjuangan melawan
kolonialisme Belanda , dengan jelas Bung Karno menganjurkan dan
membuktikan bahwa persatuan antara masyarakat penganut Nasionalisme,
Islamisme dan Marxisme bisa terjadi.
2. Ide persatuan tercermin juga dalam ajaran Marhaenisme. Dalam
Marhaenisme ini tercermin ide persatuan kekuatan akar bawah, sebab
persatuan di sini terutama diarahkan kepada kaum: proletar, tani dan kaum
melarat lainnya. Mereka inilah yang oleh Bung Karn o disebut kaum marhaen.
Untuk merekalah perjuangan terbentuknya masyarakat adil dan makmur dengan
memegang panji-panji sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
3. Ide Persatuan tercermin dalam Pancasila, yang dilahirkan oleh Bung
Karno pada 1 Juni 1945 di dalam pidatonya di dalam sidang Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dengan jelas sekali
ajaran persatuan nasional, persatuan
bangsa Indonesia ini dituangkan dalam pidato tersebut. Anggota BPUPKI
yang terdiri dari bermacam-macam golongan ternyata bisa menerima Pancasila
sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia Merdeka. Bung Karno dalam
pidatonya di Universitas Indonesia tahun 19 53 yang berjudul "Negara
Nasional dan cita-cita Islam" melukiskan bagaimana susah payahnya
menghasilkan kompromi dalam sidang BPUPKI. Sebab kalau tidak menyetujui
adanya Pancasila mungkin Indonesia tidak akan muncul sebagai Indonesia
seperti dewasa ini. Mungkin di wilayah ex-Hindia Belanda ini yang muncul
adalah negara Indonesia tanpa Minahasa, Bali, Batak Toba, Kep. Maluku,
Timor, Flores dan lain-lainnya. Demikianlah Pancasila yang merupakan
tuangan ide persatuan bangsa, yan! g kemudian dijadikan dasar filsafat
negara RI.
4. Ide Persatuan tercermin juga dalam konsep NASAKOM (persatuan unsur
Nasionalis, Agama dan Komunis). Nasakom ini sesungguhnya penyempurnaan
dari ide yang tertuang dalam artikel "Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme". Hanya saja unsur Islam diperluas menjadi unsur Agama(A),
sehingga di dalamnya persatuan tersebut selain Islam terdapat agama-agama
lainnya (Katolik, Protestan Hindu, Budha). Sedang unsur KOM adalah
penegasan bahwa dialah yang karena tanpa tedeng aling-aling menonjolkan
ide Marxisme, diakui sebagai unsur yang mewakili golongan marxisme.
Dengan demikian NASAKOM merupakan realisasi ide persatuan Bung Karno
sesuai configurasi peta politik konkrit pada waktu itu.
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PEDOMAN PERSATUAN NASIONAL
Semua ide Bung Karno tentang persatuan tersebut di atas terkonsentrir di
dalam Pancasila, yang telah menjadi dasar negara RI. Maka uraian mengenai
Pancasila akan mendapatkan tempat yang utama.
Situasi politik di Indonesia yang sangat rawan akan ancaman disintegrasi
bangsa adalah disebabkan karena akibat kekuasaan rezim orde baru yang
telah menyelewengkan nilai-nilai Pancasila. Maka mengkaji, menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila adal ah salah satu usaha penting untuk
menghidarkan bahaya disintegrasi bangsa dewasa ini. Fakta historis
tanggal 1 Juni 1945 yang melahirkan Pancasila harus dijadikan titik tolak
dalam mengkaji dan mengamalkan Pancasila, supaya tidak terjadi penafsiran
kontroversial tentang hakekat Pancasila yang sebenarnya.
Adalah sangat penting untuk mengembalikan makna nilai-nilai Pancasila
sesuai dengan apa yang digagas oleh Bung Karno. Maka dalam mengkaji balik
Pancasila, pertama-tama harus kita akui bahwa Pancasila itu digali oleh
Bung Karno, yang tertuang dalam pidaton ya pada tanggal 1 Juni 1945 di
depan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Sebab dari situ kita akan menemukan inti filsafat Pancasila sebenarnya,
yang langsung dari penggalinya - Bung Karno.
Mengenai Pancasila, Bung Karno selalu menyatakan dirinya hanya sebagai
Penggalinya. Tapi sesungguhnya pernyataan itu hanya sebagai pernyataan
rendah hati. Yang tepat sesungguhnya Bung Karno tidak hanya sebagai
penggali, tetapi juga penciptanya. 'Menggali'
berarti mengambil sesuatu yang masih merupakan bahan mentah dari
kandungan bumi. Sedang 'mencipta' berarti mengolah, membuat sedemikian
rupa sehingga bahan-bahan galian yang masih mentah tersebut menjadi
barang-jadi.
Seperti kita ketahui Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, memang digali
dari bumi Indonesia, dimana rakyatnya telah berabad-abad menganut berbagai
macam agama. Tapi tergalinya fakta tersebut, belumlah cukup untuk
mengatakan adanya atau terciptanya sila
Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan Falsafah Pancasila. Fakta tersebut
masih merupakan bahan galian yang mentah. Sebab fakta adanya
bermacam-macam agama belum merupakan konsepsi falsafah yang bisa menangkal
kemungkinan timbulnya bentrokan atau pepera ngan antara
penganut-penganutnya. Bahan galian tersebut baru menjadi salah satu sila
dari Pancasila setelah diolah oleh Bung Karno menjadi suatu rumusan
filsafat negara yang berintikan toleransi, saling menghormati dan
persatuan dari para penganut berbaga i-bagai agama untuk bersama-sama
mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur. Begitu juga sila Kebangsaan
(nasionalisme, persatuan Indonesia) adalah hasil godogan Bung Karno dari
rasa kesadaran sukubangsa-sukubangsa yang mendiami wilayah Indonesia
sebagai kesatuan bangsa Indonesia dengan rasakesadaran menghargai dan
menghormati ma rtabat bangsa lain. Dengan digalinya fakta bahwa di
kepulauan Indonesia terdapat suku-suku bangsa yang bermacam-macam, belum
bisa menjamin tidak adanya permusuhan antar-suku. Lebih dari itu
Nasionalisme dalam filsafat Pancasila adalah Nasionalisme yang be rpadu
dengan Humanisme, yang oleh Bung Karno disebut sosio-nasionalisme (Ben
Anderson menamakannya Nasionalisme Kerakyatan). Jadi jelas bukan
nasionalisme sempit yang menuju kepada sovinisme, seperti yang berkembang
di Eropah.
Sedang sila Demokrasi (Musyawarah-mufakat,atau Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan) adalah suatu
hasil godogan antara galian yang berwujud musyawarah dan mufakat yang
telah ada berabad-abad dikalangan masya rakat Indonesia dengan falsafah
yang mengarah kepada tercapainya keadilan dan kemakmuran rakyat bersama.
Maka demokrasi yang demikian itu bukanlah demokrasi yang menjurus ke
anachisme, yang liberal-liberalan untuk berlomba memupuk kekuasaan dan
kekayaan b agi diri sendiri, keluarganya atau kelompoknya, hingga
melupakan kepentingan rakyat. Demokrasi berdasarkan filsafat Pancasila
oleh Bung Karno disebut Sosio-Demokrasi, yaitu Demokrasi yang bersenyawa
dengan tuntutan Sila Keadilan Sosial, yang merupakan dem okrasi di bidang
politik, ekonomi dan budaya.
Demikianlah bahan-bahan mentah yang telah digali Bung Karno telah dia
masak dengan 'bumbu-bumbu': toleransi, persatuan dan cita-cita masyarakat
adil makmur sehingga tercipta menjadi Pancasila Dasar Filsafat Negara RI
dan pedoman untuk perjuangan persatua n nasional. Kita tidak bisa
memalsukan sejarah Pancasila, yang dilahirkan pada 1 Juni 1945 di depan
sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Maka
segala tafsiran mengenai Pancasila haruslah bertolak pada sumber aslinya,
kalau t idak mau dikatakan memutar-balikkan sejarah dan hakekat Pancasila.
Selanjutnya Bung Karno menyatakan Pancasila bisa diperas menjadi Trisila
(Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, Ketuhanan YME). Sedang Trisila bisa
juga diperas menjadi Ekasila - Gotongroyong. Perasan terakhir ini
mencerminkan inti dari Pancasila, yaitu pe rsatuan seluruh kekuatan bangsa
Indonesia untuk bersama-sama bergotong royong berjuang demi terbentuknya
masyarakat adil dan makmur.
Formulasi Pancasila seperti yang diucapkan Bung Karno di BPUPKI
diformulasikan di dalam UUD 45 (dan konstitusi RIS, UUDS NKRI 1950) agak
berbeda. Meskipun demikian Pancasila yang tercantum di dalam UUD 45
(Pembukaan) tidak bisa dikatakan bertentangan deng an Pancasila yang
diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945. Hanya dua hal yang menurut pendapat
kami harus mendapatkan perhatian bahwa; 1. Bagaimanapun formulasinya di
dalam Pembukaan UUD 45, tetaplah Bung Karno sebagai Penggali/Penciptanya.
2. Bagaimanapun formulasinya di dalam Pembukaan UUD 45 haruslah segala
penafsiran dan pengamalannya sesuai dengan yang tersurat dan tersirat di
dalam pidato Pancasila Bung Karno. Hal ini penting sekali untuk
menghindarkan penyalah gunaan ajaran Pancasila.
LIKU-LIKU SEJARAH PERJALANAN PANCASILA
Di masa kekuasaan Orde Baru Pancasila selalu dijadikan label pada kegiatan
dan kebijakannya. Nama Pancasila dicatut untuk menutupi kekuasaan fasis
otoriter yang anti rakyat, anti nasional dan anti demokrasi. Demikianlah
dengan pembubuhan kata Pancasila pa da "Demokrasi" muncullah apa yang
dinamakan "Demokrasi Pancasila", dengan mana rezim Orde Baru selama 32
tahun telah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar Pancasila itu
sendiri, UUD 45, HAM dan keadilan.
Di samping itu Orde Baru tidak hanya menjadikan Pancasila sebagai label
belaka, tapi juga memperalat sedemikian rupa sehingga dengan mudah
penguasa bisa mencap seseorang yang berbeda politiknya, melanggar atau
mengkhianati Pancasila. Dan bersamaan dengan itu penguasa menyebarkan
"momok komunis/komunisme" untuk menakut-nakuti rakyat.
Rezim Orde Baru juga melakukan usaha-usaha untuk menghapus jasa-jasa Bung
Karno dari sejarah Indonesia dan memanipulasi Pancasila. Misalnya,
penguasa yang melalui mendikbudnya - Nugroho Notosusanto, berusaha
memalsukan fakta sejarah, dengan pernyataannya bahwa penggali Pancasila
bukan Bung Karno. Kita belum lupa penghapusan peringatan 1 Juni - Hari
lahirnya Pancasila dan diganti dengan peringatan terbunuhnya para jenderal
dalam peristiwa G30S dengan nama Hari Kesaktian Pancasila, yang tidak ada
kaitannya sama sekali dengan Pancasila. Dan sangat menyedihkan bahwa uang
negara dihambur-hamburkan oleh rezim Orde Baru hanya untuk mengelola suatu
badan yang bernama BP-7 (dbp. Alwi Dahlan), yang nota bene bertujuan agar
"Pancasila" tetap bisa dimanfaatkan sebaga i kendaraan untuk
mempertahankan kekuasaan Orba.
Pada zaman Orde Baru, 5 paket UU politik dan Dwifungsi ABRI merupakan
perangkat politik yang jelas-jelas menjegal realisasi sila Demokrasi
(musyawarah-mufakat), sehingga mengakibatkan demokrasi menjadi lumpuh
tidak berjalan. Kekuasaan totaliter-militerist ik Orde Baru selama 32
tahun mengakibatkan rakyat dewasa ini harus mulai belajar demokrasi lagi.
Dan terasa sampai dewasa ini demokrasi hanya dijadikan alat untuk
menang-menangan dalam perebutan kepentingan golongan, sehingga
mengorbankan kepentingan raky at.
Kesenjangan sosial warisan Orde Baru sampai sekarang terus ditanggung
rakyat. Kalau kesenjangan sosial ini diumpamakan sebagai rumput kering,
maka siapa saja yang melempar api kepadanya akan terbakarlah rumput
tersebut dan terjadilah malapetaka yang tragi s. Api penyulutnya itu bisa
dari perselisihan etnis, agama, politik, dan apa saja. Maka tidak
mengherankan timbulnya keresahan-keresahan sosial di beberapa daerah
sebagai pencerminan menipisnya nilai-nilai Pancasila di kalangan
masyarakat.
Dengan adanya pembakaran gereja-gereja dan tempat ibadah lainnya, telah
membuktikan tentang adanya bahaya yang mengancam ajaran toleransi
kehidupan antar-agama yang terkandung dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan adanya bentrokan fisik antara orang- orang Dayak dan orang-orang
Madura di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang mengorbankan banyak
nyawa juga membuktikan adanya bahaya yang mengancam atas ajaran kerukunan
antar-sukubangsa yang terkandung di dalam Sila Persatuan Indonesia
(Nasionalis me). Ucapan seorang menteri Orde Baru pada 17 Juni 1997 di
Surabaya bahwa:"Halal darah dan nyawa para 'perusuh'", menunjukkan
bagaimana nilai-nilai Pancasila direalisir oleh Orde Baru.
Seandainya saja kue hasil pembangunan itu bisa mengucur dari atas ke bawah
- ke rakyat, dari pusat ke daerah, mungkin keresahan sosial sedikit demi
sedikit bisa diatasi. Tapi sampai sekarang kue pembangunan tersebut hanya
dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Padahal untuk membiayai terciptanya
'kue pembangunan' ini telah dikeruk habis-habis kekayaan rakyat (minyak,
gas, hutan, emas dll.) ditambah dengan hutang luar negeri yang berjumlah
kurang lebih 150 milyar USD. Ada suatu anggapan bahwa kalangan lapi san
atas dengan sengaja berusaha melupakan katakunci 'pemerataan', yang sejak
dulu (sebelum adanya perestroikanya Gorbacev) telah merupakan tujuan dari
Sila Keadilan Sosial. Sedang pembangunan yang berwujud gedung-gedung
tinggi megah, obyek-obyek rekreasi
mewah, jalan-jalan aspal halus dan sebagainya, bukanlah pembangunan yang
diperlukan bagi kepentingan puluhan juta orang yang hidup disekitar garis
kemiskinan
Juga jalannya sila Perikemanusiaan (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab)
masih perlu diluruskan. Adalah wajar bahwa setiap perbuatan yang melawan
hukum harus ditindak sesuai peraturan hukum yang berlaku. Tapi jelas tidak
wajar bahwa didalam negara hukum In donesia telah terjadi pembunuhan
massal dan penahanan puluhan ribu orang selama bertahun-tahun tanpa proses
hukum, yang sampai sekarang belum ada tanda-tanda penegakan hak azasi yang
terlanggar tersebut. Adalah sukar diterima oleh akal sehat bahwa orang y
ang menjadi korban penyerbuan (di gedung DPP PDI jalan Diponegoro tahun
1996) malah diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman. Dimana sila
Kemanusian? Yang Adil dan Beradab? Nol besar, tidak ada kemanusiaan,
tidak ada keadilan, apalagi yang beradab. Ka sus-kasus yang terjadi di
zaman Orde Baru tersebut, sampai sekarang dampaknya masih terasa dan belum
terselesaikan.
Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah Indonesia. Mengenang sejarah
Pancasila mau atau tidak mau kita mengenang Bung Karno juga, yang telah
berjasa menggali, menciptakan dan menempatkan Pancasila sebagai Dasar
Filsafat Negara Indonesia. Tidaklah sal ah kalau Pancasila dikatakan
sebagai hasil pemikiran Bung Karno yang genial, yang mengandung
nilai-nilai filsafat tinggi, yang bisa diterapkan tidak hanya di
Indonesia, tapi juga di negara-negara lain demi kerukunan ummat dan
perdamaian dunia. Adalah sua tu penyelewengan terhadap Pancasila, apabila
penafsirannya tidak berdasarkan Pancasila-asli, seperti yang diucapkan
Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945. Mengenang Bung Karno adalah mengenang
sejarah perjuangan rakyat Indonesia yang mendambakan kerukunan,
kemerdekaan, perdamaian, keadilan dan kemakmuran.
PERSATUAN UNTUK PERJUANGAN REFORMASI
Dalam era reformasi dewasa ini kiranya perlu dikobarkan lagi ide persatuan
Bung Karno demi suksesnya gerakan reformasi, demi penghancuran sisa-sisa
kekuatan Orde Baru dan sistemnya. Hanya dengan demikianlah pengentasan
bangsa dan negara dari kungkungan mu ltikrisis bisa dilaksanakan.
Ini berarti bahwa para elite politik harus menghentikan perang-tandingnya
dalam perebutan kedudukan dan kekuasaan, mengarahkan moral intelektualnya
kepada perbaikan nasib rakyat yang terpuruk dalam kubangan multikrisis
dewasa ini. Para elit politik harus sadar diri akan perlunya toleransi dan
hidup berdampingan secara damai antar ummat beragama, perlunya kerukunan
kehidupan antar suku-bangsa dan etnik, perlunya kesadaran akan supremasi
hukum, HAM dan Keadilan sosial.
Proses disintegrasi bangsa dan negara yang sedang berjalan dewasa ini
adalah akibat dari proses pembodohan yang dilakukan oleh Orde Baru, yang
mengakibatkan rakyat kehilangan jiwa dan semangat Pancasila, tidak
mengenal kembali nilai-nilai Pancasila. Sebab Orde Baru sendiri tidak
berkepentingan untuk merealisasi nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya,
seperti apa yang diajarkan Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni 1945 di
sidang BPUPKI. Tapi sebaliknya ajaran Pancasila bahkan diselewengkan dan
ditunggangi untuk kepentingan kelanggengan kekuasaannya.
Dewasa ini, setelah jatuhnya rezim Suharto, muncullah kepermukaan alam
nyata akibat pembodohan dan diselewengkannya Pancasila: di beberapa daerah
timbul gerakan separatisme, kerusuhan yang bermuatan isu agama,
pertentangan antara etnik dan lain-lainnya. Hal itu, seperti telah
diuraikan di atas, menunjukkan hilangnya rasa sebagai satu bangsa, rasa
toleransi dan saling menghormati dalam kehidupan beragama dan rasa
kerukunan suku-suku bangsa dalam kehidupan bermasyarakat. Sedang
merebaknya organisasi-organisasi kemiliteran dewasa ini, yang dapat
dikategorikan sebagai salah satu bentuk pengingkaran nilai-nilai
Pancasila, jelas hanya menambah eskalasi keresahan di dalam masyarakat
yang telah bosan akan keresahan.
Dalam era perjuangan untuk reformasi dewasa ini perlu sekali satu point
penting dari Manipol (Manifesto Politik) diperhatikan. Yaitu pemisahan
antara kawan dan lawan revolusi Indonesia. Tapi sesuai dengan perkembangan
politik dewasa ini, point tersebut harus diformulasikan sebagai pemisahan
kawan reformasi dan lawan reformasi (atau Pro-Reformasi dan
Kontra-Reformasi). Hal ini penting sekali di mana kekuatan orde Baru masih
bertebaran di seluruh lembaga-lembaga negara dan kemasyarakatan. Jangan
sampai yang
kita rangkul adalah lawan reformasi dan sebaliknya kawan malah kita
tendang. Bagaimana kita bisa mencapai tujuan reformasi, kalau di dalam
barisan reformasi bercokol tokoh-tokoh anti reformasi.
Bahwasanya Presiden Gus Dur dalam berbagai kesempatan mengangkat Soekarno
dan ajaran-ajarannya, patutlah mendapatkan acungan jempol. Sebab apa yang
dilakukan Gus Dur tersebut merupakan suatu hal yang sangat langka
dilakukan oleh elit-elit politik lainnya.
Mereka sebaliknya malah selalu menjelek-jelekkan Bung Karno, menyamakan
Soekarno dengan Soeharto. Tapi dalam kaitannya dengan Pidato Perdamaian
yang diucapkan Presiden Gus Dur, di mana diminta agar kita menghilangkan
istilah orde-orde-an (Orba, Orla), agaknya perdamaian semacam itu dapat
disangsikan kemaslahatannya. Hal itu sama saja mencampur harimau dan
kambing dalam satu kandang, setelah penghapusan nama "harimau" dan
"kambing". Akibatnya hanya ketragisan yang akan kita peroleh. Sebaliknya
kita seharusnya lebih jeli lagi melihat siapa kawan dan siapa lawan
reformasi, kita harus lebih giat lagi mengexpose kejahatan-kejahatan
Orba, yang telah mencelakakan Negara dan Bangsa. Menghilangkan kata "Orde
Baru" (Orba) dalam kamus politik sama saja kita menghapus atau paling
tidak melupakan kejahatan-kejahatan Orde Baru.
Maka dari itu dalam perjuangan untuk reformasi kita harus lebih menekankan
perlunya persatuan bangsa atas dasar prinsip persatuan bangsa seperti yang
tertuang dalam Pancasila ajaran Bung Karno, dengan tanpa melupakan siapa
kawan dan lawan reformasi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa ide dan ajaran Bung Karno tentang
persatuan bangsa sangat relevant sebagai salah satu pedoman untuk
mengatasi multikrisis di Indonesia dewasa ini.
Dalam memperingati HUT ke-100 Bung Karno sepantasnyalah kalau kita
mengangkat salut setinggi-tingginya kepada Bung Karno, yang telah berjasa
menanamkan ide persatuan bangsa dan yang dengan konsekwen mempertahankan
ide tersebut dari masa mudanya hingga akhir hayatnya. Bahkan pencopotan
jabatan presiden oleh MPR-Orba yang dipimpin jendral A.H.Nasution (dengan
TAP MPR No.XXXIII/1967) tidaklah menggoyahkan konsistensinya atas ide dan
ajarannya tersebut di atas. Dalam perjuangan reformasi dewasa ini, yang
antara lain berjuang untuk menegakkan keadilan, maka selayaknyalah
gerakan reformasi menuntut pencabutan TAP MPR No.XXXIII/1967, yang tidak
adil dan inkonstitusional, sebagai tanda penghormatan atas jasa-jasa Bung
Karno terhadap bangsa dan negara.
Nederland, Juni 2001
PERINGATAN 100 TAHUN BUNG KARNO
*) Disampaikan dalam acara sarasehan pada Peringatan HUT ke-100 BUNG KARNO di Amsterdam/Diemen, Nederland tanggal 02 Juni 2001.Dimuat dalam buku-tipis „Sukarnoisme di Eropa“, Jakarta – Pustaka Pena,2001 dan Milis Indonesia-l (Apakabar), 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar